Alasan Miliarder Jack Ma Bakal Pensiun dari Alibaba

Miliarder Jack Ma dikabarkan akan mengundurkan diri sebagai executive chairman Alibaba, perusahaan e-commerce yang dibangunnya pada 1999.

oleh Agustina Melani diperbarui 08 Sep 2018, 20:00 WIB
Diterbitkan 08 Sep 2018, 20:00 WIB
Tampil Santai, Jack Ma Sumbang Suara di Festival Musik Yunqi
Ekspresi pendiri dan ketua eksekutif Alibaba Group, Jack Ma saat menyanyikan sebuah lagu dalam Festival Musik Yunqi di Hangzhou, China (11/10). Festival ini merupakan bagian dari Konferensi Komputasi di Kota Yunqi. (AFP Photo/STR/China Out)

Liputan6.com, New York - Miliarder Jack Ma dikabarkan akan mengundurkan diri sebagai executive chairman Alibaba, perusahaan e-commerce yang dibangunnya pada 1999.

Mengutip laman CNN, Sabtu (8/9/2018), miliarder Ma akan pensiun pada usia ke-54 pada Senin 10 September 2018. Ia menuturkan, hal itu kepada New York Times.

Meski demikian, Ma akan tetap di dewan direksi Alibaba, perusahaan dengan nilai pasar USD 420 miliar atau sekitar Rp 6.278 triliun. Jack Ma akan fokus pada Jack Ma Foundation dan dedikasikan waktunya untuk meningkatkan pendidikan.

Kepada Bloomberg TV, ia pernah menuturkan, kalau suatu saat kembali mengajar. "Ini adalah sesuatu yang saya pikir dapat saya lakukan jauh lebih baik dari pada menjadi CEO Alibaba," tutur dia.

Alibaba termasuk perusahaan besar di China dan salah satu platform ritel online terpenting di dunia. Seiring pertumbuhannya, perseroan itu berkembang dengan masuk ke beragam industri mulai dari film, berita, dan komputasi awan.

Bahkan perseroan juga investasi dananya di teknologi seperti kecerdasan buatan dan robot. Perusahaan afilisiasinya Ant Financial yang termasuk terbesar di China bernilai USD 150 miliar.

Dengan kekayaan sekitar USD 40 miliar atau sekitar Rp 597,46 triliun (asumsi kurs Rp 14.936 per dolar AS), Ma termasuk salah satu orang terkaya di dunia.

Adapun masa pensiun sang taipan Jack Ma terjadi saat bisnis China bergejolak. Amerika Serikat bersiap kenaikan tarif impor barang China senilai USD 200 miliar. Diperkirakan adanya tarif baru barang impor dapat meningkatkan ketegangan kedua negara itu di sektor perdagangan.

 

Soal Institut di Indonesia, Jack Ma Belum Tentukan Sikap

Pendiri Alibaba Jack Ma. (Liputan6.com/Zulfi Suhendra)
Pendiri Alibaba Jack Ma. (Liputan6.com/Zulfi Suhendra)

Sebelumnya, pendiri sekaligus CEO Alibaba Group Jack Ma diketahui telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Istana Bogor pada Sabtu (1/9/2018).

Dalam pertemuan tersebut, Jokowi didampingi sejumlah menteri dari Kabinet Kerja, seperti Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menko PMK Puan Maharani, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution.

Rudiantara menuturkan dalam pertemuan selama satu jam itu, para menteri mengusulkan agar Jack Ma membuat institut di Indonesia. Tujuannya, untuk mengembangkan sumber daya manusia dalam bidang ekonomi digital.

Saat disinggung mengenai institut usai melakukan pertemuan lanjutan, Jack Ma mengaku dirinya masih mempertimbangkan hal tersebut. Ia mengakui masih ada sejumlah pekerjaan yang perlu dibicarakan lebih lanjut.

"Kami sedang mempertimbangkan soal membangun insitut itu, yang ditujukan untuk menghasilkan talenta dalam bidang wirausaha. Kami masih memiliki pekerjaan yang harus dibicarakan lain kali," tuturnya kepada Tekno Liputan6.com di hotel Ritz Carlton Pacific Place di Jakarta, Minggu 2 September 2018.

Pernyataan itu juga diamini oleh Rudiantara yang ditemui secara terpisah. Dia mengaku masih ada beberapa hal yang perlu dibicarakan lebih lanjut. Karenanya, Jack Ma akan kembali ke Indonesia pada bulan depan.

"Oktober itu, Jack Ma akan kembali ke Indonesia membahas lagi hasil pertemuan ini, termasuk soal institut. Akan tetapi, pada prinsipnya dia setuju tentang pengembangan sumber daya manusia ini," ujarnya menjelaskan.

Sebelumnya di Istana Bogor, Rudiantara menuturkan sejumlah menteri mengusulkan agar ada insitut Jack Ma di Indonesia.

Kehadiran institut diharapkan dapat dijadikan sebagai sarana pengembangan sumber daya manusia yang dibutuhkan.

Dia menjelaskan dengan adanya institut ini, Indonesia dapat mengejar ekonomi digital yang tengah digencarkan oleh seluruh dunia. Salah satunya dengan mengembangkan startup yang ada di Indonesia.

"Kebutuhan talent (sumber daya manusia) ini jadi isu nomer satu di dunia. Saking cepatnya pertumbuhan ekonomi ini, sumber daya manusianya yang belum bisa ngejar," tutur Rudiantara.

Karenanya, ia menuturkan institut ini harapannya dapat menghasilkan sumber daya manusia yang dibutuhkan industri di Indonesia. Nantinya, pengembangan dan peningkatan kapasitas talenta asal Indonesia akan dilakukan di institut ini.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya