Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) akan kembali menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan selama dua hari pada 26-27 September 2018.
Dalam RDG tersebut akan memutuskan kebijakan moneter terutama soal suku bunga acuan atau BI 7-day reverse repo rate.
CEO CitiBank lndonesia, Batara Sianturi mengatakan pihaknya tidak dapat prediksi soal suku bunga acuan. Namun akan mengikuti apapun keputusan BI selaku pemangku kebijakan.
Advertisement
Baca Juga
"Saya rasa kita lihat saja bahwa kita serahkan pada kebijakan BI bahwa bagaimana nanti situasinya tentang kenaikan suku bunga," kata Batara saat ditemui di Citibank Tower, Jakarta, Selasa (18/9/2018).
Dia mengungkapkan, banyak yang prediksi bank sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) akan kembali menaikkan suku bunga acuannya. Hal tersebut tentu saja akan mempengaruhi keputusan BI. Namun, dia tidak berani prediksi.
"The Fed juga katanya akan menaikkan suku bunga, kita lihat saja perkembangannya saja," ujar dia.
BI telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 125 basis point (bps). Batara memandang hal tersebut sebagai langkah yang tepat untuk melakukan stabilisasi.
"Yang penting buat kita adalah apapun langkah yang dilakukan BI adalah untuk menstabilisasikan pasar dan kita dukung penuh kebijakan daripada BI supaya perekonomian apalagi kuartal 3 akan ditutup (akan memasuki) kuartal 4 ini ya bisa lebih baik lagi, begitu saja," ujar dia.
Reporter: Yayu Agustini Rahayu
Sumber: Merdeka.com
BI Terapkan Kebijakan Moneter Ketat pada 2019
Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan, arah kebijakan moneter Bank Indonesia pada 2019 tetap hawkish atau ketat. Upaya ini dilakukan untuk mengimbangi langkah Bank Sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed).
"Policy masih harus hawkish di tahun 2019," ujar Mirza saat memberikan paparan dalam rapat kerja dengan DPR di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis 13 September 2018.
Mirza mengatakan, tahun ini masih akan terjadi kenaikan suku bunga sebanyak dua kali. Kenaikan tersebut diprediksi terjadi pada September dan Desember. Sedangkan pada 2019 akan terjadi penyesuaian suku bunga sebanyak 2 sampai 3 kali.
"Sehingga di dalam proyeksi BI bahwa suku bunga AS 2019 akan naik dari 2 persen sampai ke 3,25 persen. Jadi masih ada 1,25 persen lagi suku bunga AS meningkat," ujar dia.
Tekanan ini, kata Mirza, membuat bank sentral melanjutkan arah kebijakan moneter yang ketat. Pihaknya akan konsisten menerapkan kebijakan yang bersifat lebih mendahului atau ahead of the curve. "Sehingga BI sesuai, bahwa kami harus a head of the curve, kebijakan kami masih harus hawkish (ketat)," jelasnya.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara memprediksi bank sentral Amerika Serikat atau The Federal Reserve (The Fed) akan menaikkan suku bunga acuan sampai 3,25 persen hingga 2019. Untuk diketahui, suku bunga The Fed saat ini berada pada angka 2 persen.
"Di dalam proyeksi kami di Bank Indonesia, kami perkirakan bahwa suku bunga Amerika Serikat 2019 akan naik sampai 3,25 persen. Jadi 2,0 persen sekarang masih akan naik sampai 3,25 persen," ujarnya di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Kamis (13/9).
Mirza menjelaskan, pengetatan kebijakan moneter di Amerika Serikat sebenarnya sudah direncanakan sejak 2013.
Pada 2013 Amerika Serikat memberikan aba-aba bahwa akan mulai melakukan pengetatat dan mulai 2013 pasar keuangan terutama emerging market mengalami volatility yang cukup tinggi.
"Suku bunga Amerika Serikat mulai naik di 2015 akhir. Sedangkan, pengetatan likuiditasnya dimulai 2014, jadi ada dua hal terjadi sekaligus dari Federal Reserve likuiditasnya berkurang dan suku bunganya naik," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement