Pemerintah Diminta Buka Izin Impor Gula Untuk Swasta

Saat ini mayoritas Pabrik Gula (PG) di Indonesia memiliki usia yang cukup tua, bahkan ada lebih dari 100 tahun.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 23 Nov 2018, 13:45 WIB
Diterbitkan 23 Nov 2018, 13:45 WIB
Gula Pasir
Ilustrasi Foto Gula Pasir (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Industri gula di Indonesia dinilai kurang efisien. Penyebabnya, selain produktifitas tak kunjung meningkat, impor gula hanya dikuasai beberapa perusahaan.

Peneliti dari Centre for Indonesia Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi mengatakan, dari hasil kajian, ada beberapa rekomendasi yang bisa ditempuh pemerintah dalam menjadikan industri gula lebih efisien dan harga gula bisa lebih rendah.

"Kami rekomendasikan dalam waktu 5 tahun ke depan alangkah lebih baikanya pemerintah membuka impor tidak hanya BUMN tapi pihak swasta yang qualified," kata Hizkia di Jakarta, Jumat (23/11/2018).

Di saat yang bersamaan, petani tebu dan juga pelaku industri gula harus bisa memacu produktifitas dan kualitas tebu yang dihasilkan. Salah satu caranya yaitu dengan mendorong investasi teknologi.

Diakuinya, saat ini mayoritas Pabrik Gula (PG) di Indonesia memiliki usia yang cukup tua, bahkan ada lebih dari 100 tahun. Dengan usia itu, jelas mesin-mesin yang digunakan kurang produktif.

Jika semua kebijakan itu dijalankan kurang lebih 10 tahun, petani dan industri gula nasional dianggap sudah bisa bersaing dengan gula impor.

"Ketika itu terjadi, baru hapuskan kuota impor. Jadi biar mereka para pengusaha melakukan analisasi pasar sendiri. Jadi pasar gula semakin kompetitif. Pada akhirnya nanti terjadi harga gula terjangkau konsumen," pungkas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

60 Ribu Ton Gula Rafinasi Rembes ke Pasar

Stop Impor Gula, Petani Tabur Gula Rafinasi
Perwakilan petani tebu menuliskan kata kata saat berunjuk rasa di sekitar depan Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/10). Puluhan perwakilan petani tebu berunjuk rasa menuntut pemerintah menyetop impor gula. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, Kementrian perdagangan (kemendag) bersama Polri mengungkap kasus penggunaan gula rafinasi yang seharusnya diperuntukkan untuk industri. Gula rafinasitersebut diketahui telah dijual bebas di pasar untuk konsumsi umum.

Jumlah gula rafinasi yang dijual bebas atau bocor di pasaran tersebut mencapai 60 ribu ton. Penemuan tersebut di sejumlah daerah di Pulau Jawa, seperti Yogjakarta, Temanggung, hingga Purworejo.

"Pabrik ini melakukan sebagaimana mestinya, tapi oknum di pabrik ini ada kerjasama dengan tersangka yang kami tahan sekarang ini," kata Kombes Pol Syahardiantono, Kabagpenum Mabes Polri, saat ditemui di lokasi pabrik PT Permata Dunia Samudera Utama (PDSU), di Kecamatan Ciwandan, Kota Cilegon, Banten, Kamis (20/09/2018). 

Di lokasi pabrik ini, Polri bersama Kemendag, menyita 360 ton gula rafinasi yang belum sempat beredar.

Modusnya, menambah jumlah pesanan dari Unit Dagang (UD) I.S dari 6 ribu ton, menjadi 60 ribu ton. Modus ini telah dilakukan sejak 2016.

"Sehingga kami mengejar sampai ke tempat ini, keterangan yang kami dapat dari tersangka, ada kerjasama," terangnya.

Pihak kepolisian tengah menyelidiki adanya indikasi permainan dari petinggi PT PDSU, untuk meloloskan kecurangan dokumen.

"Kemungkinan ada tersangka lain, kami sudah keluarkan surat penangkapan. Inisialnya menyusul, akan kami sampaikan," jelasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya