Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta meminta agar Otoritas Jasa Keuangan melindungi masyarakat yang menjadi korban aplikasi peminjaman online atau fintech. Menurut catatan LBH Jakarta ada 3 pelanggaran fintech yang paling banyak menimbulkan korban yaitu bunga yang cukup tinggi, intimidasi dan pelecehan seksual.
Ketua Satuan Tugas (satgas) Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tongam L Tobing meminta para korban intimidasi dan pelecehan seksual aplikasi peminjaman online atau fintech melapor kepada kepolisian. Sebab hal-hal seperti ini sudah termasuk dalam ranah pidana.
Advertisement
Baca Juga
"Kami sangat mengharapkan para korban ini melapor kepada kepolisian. Karena tindakan yang dilaporkan itu adalah intimidasi, teror saat penagihan, yang memang sudah merupakan dugaan tindak pindana," ujar Tongam di Kantornya, Jakarta, Rabu (12/12/2018).
Tongam mengatakan, pihaknya akan melakukan kajian terhadap temuan LBH Jakarta. Nantinya, OJK akan melihat penyebab intimidasi terhadap nasabah ini bisa terjadi. Meski demikian, dia menegaskan, pihaknya tidak bisa menindak fintech yang tidak terdaftar di OJK.
"Korban-korban ini perlu kita lihat lagi. Seperti apa mereka ini. Artinya apakah korban ini, apakah tidak bayar, tidak punya tenaga keuangan atau bagaimana. Namun, sulit bagi kita untuk melihat jika yang terlibat itu adalah fintech ilegal," jelasnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Keluhan Soal Bunga
Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta meminta agar Otoritas Jasa Keuangan melindungi masyarakat yang menjadi korban aplikasi peminjaman online. Menurut catatan LBH Jakarta, laporan korban soal bunga yang sangat tinggi menduduki posisi teratas dari seluruh jenis pelanggaran pinjaman online.
"Ada 1.145 laporan korban soal bunga yang sangat tinggi dan tanpa batasan. Kemudian 1.100 korban soal penagihan yang tidak hanya dilakukan kepada peminjam atau kontak darurat," tutur Pengacara Publik di Bidang Perkotaan dan Masyarakat Urban LBH Jakarta Jeanny Silvia Sari Sirait di Kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (9/12).
Tak hanya itu, Jeanny menambahkan, ancaman dan pelecehan seksual turut menimpa korban dari aplikasi pinjaman online tersebut. Ini diperburuk dengan penyebaran data pribadi pengguna. "Ada 781 korban yang menerima pelecehan seksual serta 903 korban di mana penyebaran foto dan informasi pinjaman ke kontak yang ada di gawai peminjam," ujarnya.
Jeanny menjelaskan, seorang korban atau masyarakat bahkan dapat mengalami lebih dari satu pelanggaran akibat terjerat pinjaman online itu.
"Ini perlu menjadi penekanan bahwa sebagian besar permasalahan yang dialami korban berasal dari minimnya perlindungan data pribadi," paparnya.
"Jadi hal ini menjadi akar masalah penyebaran data pribadi dan tentu saja merupakan pelanggaran hak atas privasi," ia menambahkan.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Advertisement