Liputan6.com, Washington D.C. - Pertama kalinya sejak 75 tahun yang lalu, Amerika Serikat (AS) telah berhasil menjadi negara pengekspor minyak. Pada pekan lalu, Negeri Paman Sam tercatat telah mengekspor minyak mentah sebesar 211.000 barel per hari, serta produk hasil olahannya seperti bensin dan diesel.
Tentu jumlah sangat signifikan jika dibandingkan dengan rata-rata impor mereka yang sebesar 3 juta barrel per hari sepanjang tahun 2018 ini, atau puncaknya sebesar 12 juta barel per hari pada tahun 2005. Presiden AS Donald Trump menyebut hal ini sebagai independensi energi, demikian lansiran Bloomberg.
Pencapaian ini terjadi berkat adanya ledakan produksi minyak AS yang merupakan hasil pengeboran ribuan sumur minyak aktif di daerah Permian, Texas dan New Mexico hingga Bakken di North Dakota serta Marcellus di Pennsylvania.
Advertisement
Ekspor minyak mentah AS diprediksi akan terus meningkat, dengan target baru dari kilang Permian dengan mulai beroperasinya sembilan terminal yang mampu menampung supertanker.
Satu-satunya fasilitas pelabuhan yang mampu menambung kapal-kapal besar Louisiana Offshore Oil Port akan mampu menampung lebih banyak mintak mentah dalam beberapa bulan ke depan.
Baca Juga
Administrasi Informasi Energi menyatakan AS sejak pertengahan 1940-an telah menjadi net importir minyak, tepatnya di era Presiden Harry Truman.
Dengan ini, AS berhasil melakukan swasembada energi. Namun, harga memang masih terdampak situasi geopolitik Timur Tengah.
Hal ini pula telah menjadikan para "wildcatter", atau orang-orang yang melakukan eksplorasi pengeboran minyak, mendapatkan status miliarder. AS pun menjadi penghasil petroleum terbesar di dunia, sementara kekuatan OPEC sedang menurun.
OPEC Tak Umumkan Hasil Pertemuan Dorong Harga Minyak Jatuh
Harga minyak mentah dunia jatuh hampir 3 persen setelah OPEC dan sekutu-sekutunya mengakhiri pertemuan tanpa mengumumkan keputusan untuk memangkas produksi minyak mentah, dan bersiap untuk memperdebatkan masalah ini pada hari berikutnya.
Melansir laman Reuters, Jumat, 7 Desember 2018, harga minyak mentah berjangka Brent turun USD 1,50, atau 2,4 persen, menjadi USD 60,06 per barel. Harga sempat turun ke sesi rendah di USD 58,36 per barel.
Adapun harga minyak mentah berjangka AS turun USD 1,40, atau 2,7 persen, menjadi USD 51,49, memantul dari posisi rendah uSD 50,08 per barel. Benchmark harga minyak telah merosot lebih dari 25 persen sejauh kuartal ini.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak bertemu di Wina untuk memutuskan kebijakan produksi bersama dengan negara-negara lain termasuk Rusia, Oman dan Kazakhstan.
OPEC secara tentatif setuju memangkas produksi minyak. Namun langkah ini masih menunggu komitmen dari Rusia sebelum memutuskan volumenya.
Menteri Energi Rusia Alexander Novak terbang pulang dari Wina untuk melakukan pembicaraan dengan Presiden Vladimir Putin di Saint Petersburg.
Novak kembali ke ibukota Austria pada hari Jumat untuk kembali berdiskusi dengan OPEC yang dipimpin Saudi dan sekutu-sekutunya.
Menteri Energi Saudi, Khalid al-Falih mengatakan OPEC membutuhkan Rusia untuk bekerja sama, dan mengatakan keputusan kemungkinan akan dilakukan Jumat malam.
"Jika semua orang tidak mau bergabung dan berkontribusi sama, kami akan menunggu sampai mereka ada," kata al-Falih.
Pengamat pasar memperkirakan akan ada pemotongan gabungan sebesar 1 juta hingga 1,4 juta barel per hari (bpd). Pertemuan OPEC dan non anggotanya akan dimulai pada hari Jumat ini.
"Semua mata sekarang tertuju pada pernyataan OPEC bersama besok, dan gabungan pemangkasan produksi setidaknya 1 juta barel per hari akan diperlukan untuk melihat pemulihan yang berarti dalam harga minyak," kata Abhishek Kumar, analis energi senior di Interfax Energy di London.
Advertisement