Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengusulkan pembatasan akses terhadap data pribadi konsumen kepada perusahaan financial technology (fintech) yang terdaftar sebagai anggota asosiasi.
Usulan ini didasari atas maraknya tindak kejahatan dan pelanggaran pada bisnis digital yang kerap dilakukan sejumlah pengemplang maupun oknum-oknum tertentu.
Wakil Ketua AFPI Sunu Widyatmoko mengatakan, pihaknya telah membentuk komite etik sebagai tindak preventif untuk mengawasi pelaksanaan kode etik operasional (Code of Conduct) Fintech Peer to Peer (P2P) Lending atau pendanaan online.
Advertisement
Baca Juga
"Kita melarang anggota kita beberapa hal terkait Code of Conduct. Salah satunya, masalah bunga. Total cost (bunga plus berbagai biaya lainnya) tak boleh lebih 0,8 persen per hari. Batas penagihan tak boleh lebih dari 90 hari," jelasnya dalam sesi diskusi di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Senin (4/2/2019).
Sebagai upaya tindak lanjut, Sunu menyatakan, AFPI melarang perusahaan fintech yang berdiri dibawah naungannya untuk meminta dan mengakses data pribadi para konsumen. Seperti larangan akses terhadap daftar kontak kerabat, yang kerap diteror debt collector bila konsumen terlibat utang tak berbayar.
Kemudian, tak diperbolehkannya perusahaan fintech menjamah akses menuju riwayat panggilan (historical call) dan mencomot pesan singkat (Short Message Service/SMS) di ponsel konsumen.
"Kenapa historical panggilan dan SMS dilarang? Karena ada kemungkinan SMS dan telepon yang masuk untuk ujung-ujungnya lakukan penagihan," tegas dia.
Sunu beralasan, AFPI tak ingin industri ekonomi digital dirusak oleh sebagian oknum. Bila batasan ini dilampaui sepihak anggotanya, ia menegaskan pihaknya tak segan untuk mengeluarkan yang bersangkutan dari asosiasi.
"Dasar pemikiran sederhana. Ini bagian dari industri. Kalau ada yang mau merusak, kita bekukan atau keluarkan. Yang kami lakukan tujuannya memastikan industri ini berjalan dengan sehat," pungkas dia.
Asosiasi Bakal Optimalkan Blockchain Cegah Fintech Nakal
Maraknya tindak kejahatan dan pelanggaran pada bisnis industri keuangan seperti financial technology (fintech) atau teknologi keuangan membuat asosiasi berupaya keras mencegah sekaligus menindaklanjuti pelanggaran yang dimanfaatkan oleh pengemplang maupun oknum-oknum tertentu.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Sunu Widyatmoko menuturkan, selain melakukan sertifikasi untuk tim penagih utang pinjaman online, pihaknya akan mengoptimalkan keberadaan blockchain untuk bekerja sama dengan industri fintech.
"Kita juga ada project blacklist sharing dan kita sharing sebuah sistem tertentu ini pakai blockchain," ujar dia di Jakarta, Senin (4/2/2019).
Baca Juga
Kendati begitu, dia belum memaparkan kapan kerja sama blockchain itu dapat direalisasikan. Sedangkan untuk waktu dekat, pihaknya mengaku kini tengah menggarap Pusat Data Fintech Lending (PUSDAFIL) bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Sekarang lagi on going. Jadi nanti OJK bisa narik data dari AFPI. Nanti sama OJK dilihat mana yang ada fraud ataupun blacklist," ujar dia.
Dia menambahkan, hal ini sesuai dengan POJK 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan POJK 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
"Jadi ini memang wujud inovasi yang mendukung risk management dan penilaian risiko kredit dari para anggotanya," pungkasnya.
Advertisement