Perusahaan Teknologi Serap 33 Persen Ruang Perkantoran pada 2018

Permintaan ruang kerja untuk coworking space dan perusahaan berbasis teknologi di kawasan CBD cukup tinggi.

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Feb 2019, 19:06 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2019, 19:06 WIB
(Foto: Merdeka.com/Wilfridus S)
Permintaan ruang kerja untuk coworking space dan perusahaan berbasis teknologi di kawasan CBD (Center Business District) cukup tinggi (Foto:Merdeka.com/Wilfridus S)

Liputan6.com, Jakarta - Konsultan properti Jones Lang LaSalle (JLL) mencatat, permintaan ruang kerja untuk coworking space dan perusahaan berbasis teknologi di kawasan CBD (Center Business District) cukup tinggi pada 2018.

Head of Research JLL, James Taylor mengatakan, dari total luas penyerapan ruang perkantoran  yang mencapai 189.000 meter persegi pada 2018, penyerapan ruang perkantoran untuk coworking space dan perusahaan berbasis teknologi mencapai 33 persen.

"Sebagai sektor yang sedang berkembang saat ini, terdapat 120.000 meter persegi ruang perkantoran di CBD yang dioperasikan sebagai service office dan coworking space," kata dia, di Jakarta, Rabu (13/2/2019).

Bahkan, kata dia, sejak semester II 2018, pengelola coworking baik lokal maupun sudah mulai masuk ke lokasi perkantoran Grade A. Sebelumnya pengelola coworking lokal menempati gedung perkantoran Grade B dan C.

"Sejak semester dua tahun 2018, kami melihat bahwa coworking space yang dioperasikan baik oleh grup internasional dan lokal sangat aktif di grade A," tutur dia.

Namun, dia mengakui meskipun permintaan cukup tinggi, sayangnya tingkat okupansi gedung perkantoran pada tahun lalu hanya mencapai 78 persen.

Hal ini disebabkan banyaknya pasokan bangunan perkantoran yang selesai dibangun dalam beberapa tahun terakhir. Tingkat okupansi gedung perkantoran di kawasan CBD, kata dia, masih akan tertekan hingga 2020.

"Permintaannya tetap tinggi, namun dengan banyaknya pasokan bangunan yang selesai dibangun dalam beberapa tahun terakhir, maka tingkat hunian akan tertekan di angka 78 persen untuk rata-rata daerah CBD," ungkap James.

"Kemudian mengalami kenaikan di tahun 2021, untuk harga sewa, grade A mengalami penurunan sebesar 1,3 persen masih di 2019 dan stabil meningkat di tahun setelahnya," tutur dia.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

 


Tahun Politik, Warga Tahan Beli Apartemen

Property Rumah
Ilustrasi Foto Property Rumah (iStockphoto)

Sebelumnya, Colliers International Indonesia menyatakan, proses pemilihan presiden (Pilpres) atau pemilihan umum (Pemilu) yang akan dilaksanakan tahun ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi pasar bisnis apartemen pada 2019.

"Risiko Pemilu itu lebih terasa di kelas masyarakat menengah ke atas, karena itu pengaruhi kestabilan politik dan ekonomi, termasuk investasi di pasar properti dan apartemen," ungkap Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto di Jakarta, Rabu, 9 Januari 2019.

Meski demikian, Ferry menambahkan, pasar apartemen pada 2019 ini juga punya beberapa prospek menjanjikan, antara lain adanya pelonggaran kebijakan Loan To Value (LTV) dari Bank Indonesia serta penurunan pajak untuk sektor properti.

"Efek lanjutan dari relaksasi LTV bisa jadi penolong. Selain itu, penurunan pajak properti untuk barang mewah (Pajak Penjualan Atas Barang Mewah/PPnBM) juga jadi prospek untuk pasar apartemen," sambungnya.

Lebih lanjut, ia membeberkan, tingkat penyerapan (take up rate) apartemen pada tahun ini akan stagnan berada di kisaran 85-86 persen. Salah satu penyebabnya juga dikarenakan masyarakat yang masih menahan diri membeli hunian sampai proses Pemilu 2019 usai.

"Kami memperkirakan permintaan apartemen masih akan stagnan, karena orang akan lebih menunggu sampai pemerintahan baru terbentuk. Di samping itu, adanya potensi kenaikan suku bunga dan kemungkinan pelemahan rupiah akibat ketidakpastian global," papar dia.

Selain itu, dia melanjutkan, occupancy rate atau tingkat keterisian apartemen pun akan ikut menurun, oleh sebab ketatnya persaingan antar pihak penyedia hunian.

"Persaingan yang ketat dengan apartemen strata dan apartemen service ditambah jumlah ekspatriat yang terus berkurang, tingkat keterisian diprediksi akan terus menurun," ujar dia.

Berbagai faktor tersebut disebutkannya bakal membuat nilai jual apartemen secara rata-rata tak akan banyak mengalami perubahan, yakni masih pada rentang harga Rp 35-36 juta per m2.

"Akibat permintaan stagnan, harga apartemen juga tidak akan banyak bergerak," tandasnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya