Investor Lebih Pilih Investasi di Pasar Keuangan, Bisnis Apartemen Makin Lesu

Imbal hasil yang ditawarkan dalam bisnis apartemen hanya sebesar 5,50 persen. Angka itu lebih kecil dari surat berharga negara (SBN).

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 09 Jan 2019, 18:12 WIB
Diterbitkan 09 Jan 2019, 18:12 WIB
Property Rumah
Ilustrasi Foto Property Rumah (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Colliers International Indonesia melaporkan, kemunculan banyak apartemen baru saat ini tak diikuti oleh berkembangnya bisnis di sektor tersebut yang terpantau menurun.

Ini karena investor lebih suka menyimpan dananya dalam bentuk Sukuk Ritel, Surat Berharga Negara (SBN) maupun deposito.

Senior Associate Director Research Colliers, Ferry Salanto menyebutkan, rendahnya minat investasi pada hunian apartemen didorong imbal hasil (yield) yang tak lebih besar dari produk SBN maupun deposito. Hal itu berdampak terhadap tingkat penjualan apartemen yang semakin melemah. 

"Penjualan apartemen kenapa enggak bagus-bagus? Karena yield-nya tidak lebih besar dari sukuk ritel, SBN, atau deposito. Yield apartemen dari tahun ke tahun terus menurun," ucap dia di Jakarta, Rabu (9/1/2019). 

Berdasarkan laporan, imbal hasil yang ditawarkan dalam bisnis apartemen hanya sebesar 5,50 persen. Angka tersebut lebih kecil dibanding keuntungan yang ditawarkan sukuk ritel terbitan pemerintah seperti seri SBR004 menawarkan imbal hasil sebesar 7,10 persen. 

Begitu juga SBN seperti seri ORI15 yang menawarkan imbal hasil 7,00 persen, serta produk deposito yang memiliki tenor antara 1 bulan hingga 1 tahun dengan imbal hasil 6,50 persen.

Sebagai komparasi, dia coba membuat perbandingan. Imbal hasil apartemen pada 2013 yang mencapai 10,20 persen tercatat lebih besar dibanding deposito yang hanya 6,39 persen.

Adapun yield dalam bisnis apartemen terus menurun, hingga pada 2018 mencatat angka sebesar 5,50 persen, lebih kecil dari imbal hasil deposito 6,20 persen.

 

 

Lebih Pilih Menabung Ketimbang Beli Properti

Property Rumah
Ilustrasi Foto Property Rumah (iStockphoto)

Ferry melanjutkan, catatan minus di bisnis properti ini juga terlihat dari peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, pada 5 tahun terakhir jumlah DPK tumbuh 9,2 persen. 

"Ini mengindikasikan orang lebih cenderung menabung daripada membelanjakan uangnya ke bentuk properti,"  sebut dia

Namun begitu, dia menyatakan, kebijakan pelonggaran Loan To Value (LTV) oleh Bank Indonesia (BI) bisa menjadi penolong yang membangkitkan geliat bisnis di bidang penjualan apartemen.

"Positifnya, revisi LTV oleh BI mendorong pembelian apartemen lebih banyak lagi," pungkas dia. 

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya