Defisit Neraca Dagang di Januari 2019 Capai USD 1,16 Miliar

Defisit neraca dagang tersebut salah satunya disebabkan oleh turunnya ekspor Indonesia di awal tahun.

oleh Septian Deny diperbarui 15 Feb 2019, 09:44 WIB
Diterbitkan 15 Feb 2019, 09:44 WIB
Pertumbuhan Ekspor Kuartal III 2018 Menurun
Sebuah Perahu nelayan melintas di dekat kapal yang mengangkut peti kemas di Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (6/11). (Merdeka.com/ Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit USD 1,16 miliar pada Januari 2019.

Defisit neraca dagang tersebut salah satunya disebabkan oleh turunnya ekspor Indonesia di awal tahun.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, pada Januari 2019, total ekspor Indonesia sebesar USD 13,87 miliar. Angka ini turun 4,74 persen dibandingkan Januari 2018 yang sebesar USD 14,55 miliar dan Desember 2018 yang sebesar USD 14,33 miliar.

Sementara untuk impor, pada Januari 2019 tercatat sebesar USD 15,03 miliar. Angka ini juga turun 2,19 persen dibandingkan Desember 2018.

"Maka necara perdagangan pada Januari 2019 mengalami defisit sebesar USD 1,16 miliar," ujar dia di Kantor BPS Jakarta, Jumat (15/2/2019).

Suhariyanto menyatakan, defisit neraca dagang pada Januari 2019 ini sedikit meningkat dibandingkan dengan defisit pada Desember 2018 yang sebesar USD 1,03 miliar.

"Defisit di Januari 2019 ini disebabkan oleh defisit migas sebesar USD 454 juta dan juga defisit nonmigas sebesar USD 704 juta," kata dia.

Selain itu, menurut dia, d‎ari Desember 2018 ke Januari 2019, harga beberapa komoditas nomigas mengalami kenaikan, tapi ada juga yang menurun.

 

Kuartal I 2019, BI Prediksi Neraca Transaksi Berjalan Masih Defisit

Pertumbuhan Impor Diprediksi 7,1 Persen
Suasana bongkar muat di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (14/2). Meski begitu, pertumbuhan ekspor diperkirakan belum melampaui impor. (Liputan6.com/Angga Yuniar )

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat defisit transaksi berjalan pada kuartal IV 2018 sebesar USD 9,1 miliar atau 3,57 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Dengan demikian, defisit transaksi berjalan mencapai sebesar USD 31,1 miliar atau 2,98 persen dari PDB pada 2018.

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Statistik BI, Yati Kurniati mengatakan, cukup sulit untuk memperbaiki posisi defisit transaksi berjalan dalam waktu dekat. BI memperkirakan  defisit masih akan terjadi pada kuartal I 2019.

"Tantangan masih tinggi, transaksi berjalan tetap akan defisit (di triwulan I-2019) masih lihat beberapa perkembangan terakhir lagi apakah ada tanda tanda reborn untuk beberapa komoditi ekpor utama. Tantangan masih tinggi," kata Yati di Kantornya, Jakarta, Jumat 8 Februari 2019.

Meski demikian, defisit transaksi berjalan diperkirakan lebih rendah pada 2019 daripada tahun 2018 yakni turun menuju kisaran 2,5 persen dari PDB.

Langkah tersebut tentu saja tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah dan Bank Indonesia.

"Itulah sebabnya kebijakan pemerintah terkait memperbaiki CAD selama ini untuk diharapkan bisa membantu. Sementara dari sisi ekspor barang primer melambat tapi ada dorongan dari ekspor manufaktur maupun jasa-jasa. Dapat segera terealiasi sehingga ke depan 2019 akan bisa lebih baik dengan kondisi sekarang," ujar dia.

Perlu diketahui, peningkatan defisit transaksi berjalan pada 2018 dipengaruhi oleh penurunan kinerja neraca perdagangan barang non migas akibat masih tingginya impor sejalan dengan permintaan domestik yang masih kuat di tengah kinerja ekspor yang terbatas.

Meskipun demikian, kinerja neraca pendapatan primer dan neraca jasa yang lebih baik dapat membantu mengurangi kenaikan defisit.

 

 Saksikanh video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya