Menko Darmin: Penurunan Harga Ayam dan Telur Sumbang Deflasi

Penurunan harga daging ayam dan telur ini tak lepas dari upaya pemerintah melalui pengendalian pasokan.

oleh Liputan6.com diperbarui 01 Mar 2019, 16:32 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2019, 16:32 WIB
Jelang Natal dan Tahun Baru, Harga Telur di Jakarta Naik 21 Persen
Pedagang menjual telur ayam di pasar tradisional di Jakarta, Kamis (6/12). Di tingkat pengecer, harga telur ayam mencapai Rp 28.000/kg. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Februari 2019 terjadi deflasi sebesar 0,08 persen. Dengan demikian, untuk tahun kalender inflasi sebesar 0,24 persen, sedangkan tahun ke tahun terjadi inflasi 2,57 persen.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, deflasi disumbang oleh penurunan harga bahan pangan seperti daging ayam dan telur. Di mana pada bulan sebelumnya terdapat kenaikan harga pada dua komoditas ini.

"Bulan-bulan sebelumnya, harga ayam, telur itu agak tinggi, nah bulan di awal Maret atau akhir Februari, dia harganya turun sehingga deflasi," ujar Darmin di Kantornya, Jakarta, Jumat (1/3/2019).

Penurunan harga daging ayam dan telur ini tak lepas dari upaya pemerintah melalui pengendalian pasokan pembentuk harga. Salah satu yang dikendalikan adalah harga pakan ayam yaitu jagung.

"Kalau ayam dan telor ya memang ada peranannya, urusan jagung. Artinya, makanan ayamnya sudah mulai bisa tersedia dengan baik pada Bulan Januari," katanya.

Menko Darmin melanjutkan, selain harga daging ayam dan telur, panen cabai dan bawang juga turut menyumbang deflasi. Sebab, cabai dan bawang sempat mengalami kenaikan yang cukup tinggi pada bulan-bulan sebelumnya.

"Kalau cabai dan bawang itu karena musimnya memang, sekarang panennya mulai keluar, yang tadinya di pacekliknya itu barangnya tidak banyak," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

BPS: Februari 2019 Tercatat Deflasi 0,08 Persen

September 2018, BPS Catat Deflasi 0,18 Persen
Pedagang telur melayani pembeli di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Senin (1/10). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada bulan September 2018 terjadi deflasi sebesar 0,18 persen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indonesia mengalami deflasi 0,08 persen pada Februari 2019. Ini berbeda dibandingkan Februari 2018 yang mengalami inflasi sebesar 0,17 persen (yoy) dan Januari 2019 sebesar 0,32 persen (mtm).

"Pada Februari 2019, terjadi deflasi sebesar 0,08 persen. Untuk tahun kalender sebesar 0,24 persen, sedangkan tahun ke tahun terjadi inflasi 2,57 persen," ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti di Jakarta, Jumat (1/3/2019). 

Menurut dia, deflasi di Februari pernah terjadi pada 2016 lalu. Deflasinya bahkan lebih tingginya yaitu sebesar 0,09 persen.

"Pernah deflasi lebih tinggi dari ini, yaitu di ‎Februari 2016 yang mengalami deflasi 0,09 persen," kata dia.

Yunita menjelaskan, dari 82 kota cakupan perhitungan indeks harga konsumen (IHK), sebanyak 69 kota mengalami deflasi. Sedangkan 13 kota mengalami inflasi.

Deflasi tertinggi terjadi di Merauke sebesar 2,11 persen dan terendah Serang sebesar 0,02 persen. Sedangkan inflasi tertinggi yaitu di Tual sebesar 2,98 persen dan terendah di Kendari sebesar 0,03 persen.

"Deflasi di Merauke ‎lebih disebabkan oleh penurunan harga sayuran, cabai, itu mengalami penurunan harga‎. Inflasi tertinggi di Tual disebabkan karena sayuran khususnya bayam dan ikan segar," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya