Teknologi Digadang Mampu Tingkatkan Produktivitas Petani

Adanya penetrasi teknologi pertanian dan fintech dinilai dapat tingkatkan produktivitas petani.

oleh Athika Rahma diperbarui 29 Apr 2019, 17:30 WIB
Diterbitkan 29 Apr 2019, 17:30 WIB
Harga Gabah Kering Turun
Petani memanen padi varietas Ciherang di areal persawahan Desa Ciwaru, Sukabumi, Sabtu (23/6). Petani mengeluhkan harga gabah kering panen saat ini Rp 488 ribu/kwintal dibanding tahun lalu yang menembus Rp 600 ribu/kwintal. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Teknologi dapat mempermudah hidup manusia, tak terkecuali di sektor pertanian. Adanya penetrasi teknologi pertanian dan fintech dinilai dapat tingkatkan produktivitas petani.

Ir. Sri Kuntarsih, MM, Direktur Pembiayaan Pertanian Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan, Kementan memiliki forum fintech pertanian yang hampir seluruh anggotanya milenial. Di dalamnya, dibahas pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan hasil pertanian hingga efisiensi produksi.

"Sayangnya, 90 persen anggota forum ini fokus di sektor perdagangan. Mereka masih takut main-main ke budidaya karena risikonya yang lebih besar," paparnya dalam Focus Group Discussion Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) di Jakarta, Senin (29/4/2019).

Sementara, Slamet Edi Purnomo, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan, teknologi dapat meningkatkan efisiensi produksi, karena biaya produksi per unit jauh lebih murah.

"Investasi awalnya memang mahal karena beli teknologi, tapi setelah digunakan, teknologi dapat mengurangi cost per unit. Tujuan industrialisasi kan efisiensi, tapi tidak mengurangi kualitas produk, dengan adanya teknologi akan sejalan tujuan itu," ujarnya.

Meski begitu, akses mendapatkan teknologi tersebut juga masih sulit. Jaringan internet masih minim, sedikitnya pendamping petani dalam penerapan teknologi serta kepentingan para petani sendiri. Sebagian besar petani yang memiliki ladang tidak lebih dari 1 hektare dan bertani untuk skala kecil dirasanya tidak begitu memerlukan teknologi.

"Infrastruktur sebenarnya tinggal dimaksimalkan, sudah ada Palapa Ring, saya kira jika benar-benar dimasifkan teknologi bisa membantu petani-petani kita," tutup Slamet.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

KEIN Bakal Kembangkan Program Pembiayaan Berkelanjutan bagi Petani

Harga Gabah Kering Turun
Petani memanen padi varietas Ciherang di areal persawahan Desa Ciwaru, Sukabumi, Sabtu (23/6). Petani mengeluhkan harga gabah kering panen saat ini Rp 488 ribu/kwintal dibanding tahun lalu yang menembus Rp 600 ribu/kwintal. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Sebelumnya, petani Indonesia dapat dikatakan belum sejahtera. Lantaran, akses modal bagi petani untuk mengembangkan lahannya masih sulit didapat.

Guna meningkatkan produktivitas petani khususnya petani padi, Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN) berencana kembangkan program pembiayaan berkelanjutan bagi para petani.

Usulan pengembangan dihimpun dalam Focus Group Discussion KEIN bertajuk Strategi Permodalan yang Berkelanjutan dalam Pengembangan Agribisnis Padi, Senin (29/4/2019). 

Ketua Pokja Pangan, Industri Pertanian dan Kehutanan KEIN, Benny Pasaribu menyatakan, Kredit Usaha Tani (KUT) masih belum menjawab keresahan petani.

"Saya kira pasca KUT, masalah permodalan petani masih belum juga selesai. Pertumbuhan produksi petani entah itu padi, jagung, semuanya meningkat, tapi apakah kesejahteraan petani ikut meningkat? Inilah yang harus kita bahas," ujar dia di Jakarta, Senin (29/4/2019).

Benny menambahkan, perbankan masih sulit menyebar kredit pada petani karena tidak adanya agunan dari petani. Padahal, Non Performing Loan (NPL) para petani cukup rendah, yaitu dibawah 3 persen, yang menandakan tanggung jawab para petani dalam membayar utang justru lebih baik.

"Oleh karenanya kita harapkan dari FGD ini menghasilkan formula yang tepat agar petani untung dan mandiri," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya