Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesias (YLKI) setuju terhadap pelarangan iklan rokok di internet. Pasalnya, anak-anak banyak yang mengakses internet.
Pernyataan YLKI mendukung surat Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Farid Moeloek kepada Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara agar iklan rokok diblokir di internet.
Advertisement
Baca Juga
"Keberadaan iklan rokok di internet sangat mengkhawatirkan, karena bisa dibuka oleh siapapun dan kapanpun, tanpa kontrol dan batas waktu. termasuk dibuka oleh anak anak dan remaja. saat ini lebih dari 142 juta pengguna internet di Indonesia, termasuk di antaranya anak anak," jelas Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, dalam keterangan resminya, Kamis (13/6/2019).
Mengingat hal tersebut, YLKI berkata iklan rokok di internet layak diblokir demi mencegah meningkatnya prevalensi merokok di kalangan anak-anak dan remaja.
Menkes dalam suratnya menyebut jumlah perokok anak dan remaja usia 10-18 tahun meningkat dari 7,2 persen pada tahun 2013 menjadi 9,1 persen pada tahun lalu. Banyaknya anak di bawah umur yang mengenal rokok lewat internet membuat Menkes meminta iklan rokok dilarang.
"Iklan rokok banyak ditemui oleh remaja pada platform media sosial seperti YouTube, berbagai website, Instagram, serta game online," ujar Menkes pada surat tertanggal 10 Juni 2019.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Surga Iklan Rokok
YLKI turut membandingkan situasi iklan rokok antara Indonesia dan negara-negara maju. Indonesia bahkan dinilai sebagai surga iklan rokok.
"Indonesia merupakan negara yang masih menjadi syurga iklan dan promosi rokok. Padahal di seluruh dunia iklan dan promosi rokok telah dilarang. Sebagai contoh, di Eropa iklan rokok telah dilarang sejak tahun 1960, ujar Tulus Abadi.
Selain itu, Tulus juga menjelaskan iklan rokok di Amerika juga telah dilarang sejak tahun 1973.
Advertisement
YLKI Minta Pemerintah Revisi Aturan Diskon Rokok
YLKI meminta pemerintah merevisi aturan yang memperbolehkan diskon harga rokok. Ketentuan tersebut dinilai bertentangan dengan upaya pemerintah menurunkan tingkat konsumsi (prevalensi) merokok di Indonesia yang terus meningkat.
Ketua Harian YLKI, Tulus Abadi mengatakan, untuk produk seperti rokok seharusnya dijual dengan harga yang mahal. Hal ini guna mengendalikan konsumsi rokok dan agar produk tersebut tidak dikonsumsi oleh anak di bawah umur.
Menurut Tulus, adanya aturan yang memperbolehkan rokok dijual dengan harga yang murah malah akan mengganjal upaya pemerintah untuk menurunkan tingkat konsumsi rokok di Indonesia.
Intinya tidak ada diskon-diskonan. Rokok kok diberikan diskon," ujar dia di Jakarta, Selasa, 11 Juni 2019.
Sebagai informasi, ketentuan diskon rokok tercantum dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor 37/2017 tentang Tata Cara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau. Peraturan tersebut merupakan turunan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau. Saat PMK Nomor 146/2017 direvisi menjadi PMK 156/2018, ketentuan mengenai diskon rokok tidak diubah.
Dalam aturan tersebut, harga transaksi pasar (HTP) yang merupakan harga jual akhir rokok ke konsumen boleh 85 persen dari harga jual eceran (HJE) atau banderol yang tercantum dalam pita cukai. Bahkan, produsen dapat menjual di bawah 85 persen dari banderol asalkan dilakukan tidak lebih dari 40 kota yang disurvei Kantor Bea Cukai.
Dengan demikian, konsumen mendapatkan diskon sampai 15 persen dari harga yang tertera dalam banderol. Aturan ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan yang melarang potongan harga produk tembakau.
Â