Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo menyerahkan 3.000 sertifikat tanah kepada rakyat, di Desa Taman Bali, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali, Jumat siang.
Dalam sambutannya Jokowi memperkirakan pada 2025 nanti seluruh bidang tanah yang seharusnya memiliki sertifikat akan memperoleh sertifikat. Ia mengajak rakyat bersyukur karena nantinya Provinsi Bali akan menjadi yang pertama semua sertifikat itu selesai.
“Itu tahun ini. Tadi Pak Menteri Agraria sudah sampaikan. Bali adalah pertama, provinsi pertama yang semuanya nanti sudah bisa pegang sertifikat,” kata Jokowi, dikutip dari laman Setkab, Jumat (14/6/2019).
Advertisement
Baca Juga
Jokowi menjelaskan, kalau dirinya pergi ke desa, ke kampung, ke daerah, selalu yang masuk adalah laporan sengketa tanah, sengketa lahan, konflik tanah. Konflik bisa terjadi tetangga dengan tetangga, bapak dengan anaknya, masyarakat dengan pemerintah, dan masyarakat dengan BUMN.
Oleh sebab itu, Kepala Negara mengatakan, yang namanya sertifikat, tanda bukti hak hukum atas tanah yang kini penting sekali untuk mendinginkan suasana yang ada di setiap daerah agar tidak ada yang namanya konflik tanah lagi, engketa tanah, sengketa lahan.
“Kalau sudah pegang ini mau apa? Ada orang ngaku-ngaku “Ini tanah saya”, “Heh, tanah saya. Sertifikat tanah ada.” Di sini juga jelas, nama pemegang hak di sini, desanya jelas, semua. Meter perseginya berapa di sini ada semua. Udah, mau apa coba? Mau ke pengadilan? Pasti menang, pegang ini kok,” tutur dia.
Oleh sebab itu, bersyukur bagi warga yangsudah pegang sertifikat. Presiden Jokowi mengingatkan, kalau sudah pegang sertifikat, nanti sampai di rumah difotokopi. Terus disimpan dengan dipisahkan, sehingga kalau hilang aslinya, masih punya fotokopi. Ngurus ke kantor BPN lebih mudah.
“Saya titip kenapa diplastik? Kalau gentengnya bocor, sertifikat tanah nggak rusak. Ya, nggak? Ini barang penting lho ini, bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki, yang namanya sertifikat,” tutur Jokowi.
Dikalkulasi
Diakui Jokowi, biasanya kalau sudah pegang sertifikat, inginnya disekolahkan. Ia menilai tidak masalah kalau mau disekolahkan. Kalau tidak simpan baik-baik, jangan dijual. Sementara kalau mau disekolah, Kepala Negara berpesan agar hati-hati. Ia menyarankan uang pinjaman dari bank agar digunakan untuk hal-hal yang produktif, yang mendatangkan income.
Oleh sebab itu, lanjut Kepala Negara, kalau ingin ke bank harus dicek dulu besaran bunga. Masyarakat harus mencari bunga yang paling murah, seperti KUR yang 7 persen per tahun.
Kalau ingin meminjam, misal dengan agunan tanahnya luas, pinjam dapat Rp 300 juta, sambung Kepala Negara, berarti digunakan semuanya Rp 300 juta untuk modal kerja, untuk modal usaha, atau untuk modal investasi.
“Ini orang kita ini, biasanya dapat uang Rp 300 juta, Rp 150 juta beli mobil. Wah, gagah muter-muter kampung, muter desa. Enam bulan. Itu hanya enam bulan. Nggak bisa nyicil mobil, nggak bisa nyicil ke bank, ya. Enam bulan mobil ditarik lagi dealer, sertifikatnya juga hilang, sudah,” ungkap Jokowi.
Untuk itu, Jokowi berpesan agar kalau pinjam ke bank itu dikalkulasi, dihitung, bisa nyicil nggak? Kalau nggak, jangan. Kalau hitung-hitungnya nggak masuk, nyicilnya berat, jangan dipaksakan.
Dalam kesempatan itu Presiden Jokowi berdialog dengan warga dan memberikan hadiah sepeda kepada yang bisa menjawab pertanyaannya dengan baik. Presiden menjelaskan, sekarang habis pemilu, boleh memberi sepeda lagi. Dulu, tujuh bulan selama kampanye tidak boleh kasih sepeda. “Ya udah, kebeneran, sepedanya utuh,” ujarnya.
Tampak hadir dalam kesempatan itu antara lain Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Jalil, dan Gubernur Bali I Wayan Koster.
Advertisement