Penerapan Cukai Rugikan Industri Plastik Lokal

Indonesia dinilai belum memiliki manajemen pengelolaan sampah plastik yang baik.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Jul 2019, 20:15 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2019, 20:15 WIB
Ilustrasi Kantong Plastik
Ilustrasi Kantong Plastik. (Liputan6.com/Rita Ayuningtyas)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana uahunntuk menerapkan cukai plastik pada tahun ini. Melalui kebijakan ini diharapkan akan mampu mengendalikan konsumsi plastik dan meningkatan pendapatan negara melalui penerimaan cukai.

Pengamat Ekonomi Akbar Tahir mengatakan masalah sampah plastik yang dihadapi saat ini merupakan kegagalan dalam mengelola sampah di dalam negeri. Selama ini Indonesia dinilai belum memiliki manajemen pengelolaan sampah plastik yang baik seperti melalui mekanisme daur ulang.

“Jadi untuk mengendalikan plastik, bukan pelarangan atau penerapan cukai yang saat ini sedang direncanakan pemerintah. Pasalnya penerapan cukai kantong plastik akan menyebabkan, antara lain, tambahan pengeluaran bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Hal ini akan berimbas pada kemampuan atau daya beli kelompok masyarakat miskin yang jumlahnya masih sangat banyak di Indonesia," ujar dia di Jakarta, Selasa (9/7/2019).

 

Akbar mengungkap, dengan pengenaan cukai 100 persen, harga kantong plastik akan meningkat 2 kali lipat. Dengan demikian akan terjadi penurunan penggunaan, yang sekaligus akan berdampak pada mata rante produksi yang jelas akan merugikan industri plastik di Indonesia, dengan Jumlah besar tenaga kerja yang terlibat.

“Perlu dipertimbangkan upaya lintas Kementerian/Lembaga untuk perbaikan sistem pengelolaan sampah guna meningkatkan penemuan kembali sampah plastik dari lingkungan (plastic waste recovery) yang masuk dalam mata rantai produksi sebagai bentuk nyata dukungan terhadap Circular Economy menuju Indonesia yang lebih bersih dari sampah plastik,” kata Prof Akbar.

Menurutnya paling penting adalah kolaborasi antara para pihak dalam pelaksanaan plastic waste clean-up yang sebagian hasilnya harus masuk proses daur ulang. Program penyadaran masyarakat tentang dampak sampah plastik harus secara terencana dilakukan, dan harus terus dilakukan dan bukan merupakan program jangka pendek dan terkesan pencitraan saja.

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Tidak Tepat Sasaran

Liputan 6 default 5
Ilustraasi foto Liputan 6

Sementara itu, Anggota Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Rachmat Hidayat menilai pelarangan penggunaan plastik dan penerapan cukai plastik tidak tepat sasaran karena akan merugikan masyarakat (konsumen). Tidak hanya itu, pelarangan itu juga bisa menurunkan pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan penerimaan negara.

“Plastik kemasan produk industri (makanan, minuman, farmasi, minyak, kimia, dan sebagainya) tidak dapat dipisahkan dari produk yang dikemas di dalamnya. Jadi melarang peredaran plastik kemasan produk berarti melarang peredaran produk yang dikemas dalam plastik kemasan tersebut,” kata Rachmat.

Padahal, menurut Rachmat, produk-produk tersebut sudah dikendalikan dan diawasi oleh kementerian/lembaga yang terkait sesuai dengan sektornya masing-masing. Contohnya produk makanan dan minuman serta farmasi berada dibawah pengawasan BPOM dan Kementerian Kesehatan. Sedangkan produk pestisida berada di bawah pengawasan Kementerian Pertanian serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

 


Tanggapan Pelaku Usaha

Ilustrasi botol minum plastik (iStock)
Ilustrasi botol minum plastik (iStock)

Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) berharap pemerintah membatalkan rencana untuk mengenakan cukai plastik. Sebab, plastik dinilai bukan barang yang berbahaya sehingga perlu dibatasi konsumsinya.

Ketua Industri Olefin dan Polyolefin Inaplas, Edi Rivai mengatakan, meski telah menjadi sampah, plastik masih memiliki nilai jika dikelola dengan baik. Berbeda dengan alkohol dan rokok memiliki dampak negatif terhadap kesehatan.

"Ini bukan barang yang berbahaya, tidak beracun. Tetapi sampah plastik ini punya nilai, bisa jadi energi. Kalau alkohol, rokok kan itu jelas terkait sisi kesehatan. Kalau ini kan masalah pengelolaan, kenapa yang disalahkan material plastiknya. Pengelolaannya yang diperbaiki," ujar Edi.

Selain itu, lanjut Edi, pengenaan cukai pada plastik akan berdampak luas, bukan hanya terhadap industri tetapi juga masyarakat. Sebab plastik merupakan barang yang sehari-hari digunakan oleh masyarakat.

"Malah akan menjadi beban industri, beban masyarakat, akan naiknya inflasi. Kalau kita lihat lebih banyak jeleknya dari pada kebaikannya. Karena itu seharusnya pemerintah sudah berpikir selama 2-3 tahun ini, sudah bisa memahami itu, makanya mereka masih menunda," jelas dia.

Edi berharap pemerintah mengerti jika pengenaan cukai bukan solusi untuk mengurangi sampah plastik dan meningkatkan penerimaan negara. Untuk mengendalikan sampah bisa dilakukan dengan konsep pengelolaan yang lebih baik dan memberikan nilai tambah.

"Kita tetap menolak wacana cukai plastik tersebut, karena cukai ini tidak menjadi solusi. ‎Kita harapkan ke depan pemerintah lebih sadar bahwa sampah plastik itu adalah peluang, bukan seperti konsep cukai yang merusak lingkungan. Jadi cara berpikirnya baik dari masyarakat, pemerintah harus bergandengan tangan untuk menyelesaikan ini," tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya