Jumlah Wanita yang Pimpin Perusahaan Fortune 500 Terus Bertambah

Julie Sweet menjadi CEO Accenture dan memimpin 500 ribu pegawai di seluruh dunia.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 14 Jul 2019, 20:31 WIB
Diterbitkan 14 Jul 2019, 20:31 WIB
CEO Accenture Julie Sweet (tengah, baju hitam dengan aksen biru) bersama peserta diskusi budaya kesetaraan dan diversity.
CEO Accenture Julie Sweet (tengah, baju hitam dengan aksen biru) bersama peserta diskusi budaya kesetaraan dan diversity. Dok: Twitter @JulieSweet

Liputan6.com, New York - Muncul lagi sosok perempuan berprestasi di daftar perusahaan Fortune 500. Julie Sweet (51) ditunjuk menjadi CEO Accenture, perusahaan konsultansi yang bergerak di berbagai sektor.

Dilaporkan Fortune, Sweet akan menggantikan CEO David Rowland yang menjabat sementara sebagai pengganti CEO sebelumnya, Pierre Nanterme, yang wafat pada Januari lalu. Saat ini, Julie merupakan CEO Accenture di Amerika Utara.

Sebagai CEO Accenture, Julie Sweet akan memimpin 500 ribu pegawai di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Mantan pengacara ini akan aktif memimpin per 1 September 2019.

"Saya merasa sangat terhormat atas penunjukan sebagai CEO baru Accenture. Accenture memiliki orang-orang dan pemimpin yang paling berbakat di industri kami, dan saya senang untuk memulai bab baru ini bersama-sama," ujar Julie Sweet lewat akun Twitternya.

Perempuan berambut pirang ini dikenal pro-kesetaraan di dunia kerja. Ia merangkul para pegawai dari berbagai latar belakang tanpa mengenal diskriminasi.

Kehadiran Sweet sebagai CEO Accenture juga menambah jumlah wanita yang memimpin perusahaan Fortune 500. Kini, ada 34 CEO wanita yang ada di daftar itu, sebuah rekor baru.

Financial Times menyebut 43 persen pegawai Accenture adalah perempuan. sementara, kapitalisasi pasar perusahaan mencapai sebesar USD 130 miliar atau Rp 1.820 triliun (USD 1 = Rp 14.003). Julie berkata pendidikannya di dunia hukum adalah modal dalam memimpin Accenture yang hadir di berbagai sektor.

"Pelatihan saya sebagai pengacara membantu saya sebagai pembelajar yang cepat. Sebagai pemimpin, kita harus terus menjadi pembelajar, jadi latar belakang saya telah menyiapkan saya untuk menavigasi lingkungan yang kini rumit dan bergerak secara cepat," ujarnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

CEO Perempuan Makin Banyak di Perusahaan Bergengsi

Mary Barra, CEO General Motors
Mary Barra, CEO General Motors

 Perempuan akan makin banyak duduk di posisi tertinggi di perusahaan. Berdasarkan Fortune, pada Juni, akan ada lebih banyak lagi CEO perempuan yang masuk daftar perusahaan Fortune 500.

Total keseluruhan CEO perempuan akan mencapai 33 orang. Jumlah ini meningkat dari posisi 2017 sebanyak 32 CEO perempuan, yang saat itu capai rekor. Sedangkan pada 2018, hanya ada 24 CEO perempuan. Ini merupakan kabar baik.

Mengutip laman CNN, perempuan baru mewakili 6,6 persen dari CEO perusahaan yang masuk daftar Fortune 500. Kenaikan jumlah CEO perempuan pada Juni disebabkan beberapa faktor menurut Fortune.

Salah satunya ada pergantian direksi di perusahaan antara lain Corie Barry mengambilalih posisi CEO Best Buy pada Juni. Kemudian Kathy Warden kini memimpin Northrop Grumman dan Beth Ford memimpin Land O’Lakes. 

Dua perusahaan lainnya sudah memiliki pemimpin perempuan yaitu William Sonoma dan Advanced Micro Devices. Pada pekan ini, Bed Bath and Beyond menempatkan Mary Winston sebagai CEO interim.

Jalan untuk memiliki lebih banyak CEO perempuan masih panjang. Meski demikian, dewan manajemen kini lebih tertarik untuk meningkatkan keanekaragaman.

Organisasi seperti “club chief” atau klub chief bermunculan untuk lebih mendukung kemajuan jajaran direksi perempuan sehingga mampu gapai posisi CEO. Hal ini dapat membantu keragaman gender di posisi CEO.

Kesenjangan Gender di Industri e-Commerce Indonesia

laptop
Ilustrasi laptop (iStockPhoto)

Tak hanya di perusahaan teknologi, kesenjangan gender juga terjadi di industri yang terbilang baru berkembang di Indonesia yakni e-Commerce.

Dalam studi terbaru yang dilaporkan mesin pencari produk e-Commerce, iPrice, menunjukkan hanya 21 persen perempuan menduduki posisi presiden direktur atau jenjang tertinggi dalam manajemen perusahaan.

Terkait hal ini iPrice menganalisis partisipasi kedua gender di jajaran manajemen perusahaan e-Commerce Indonesia. Perusahaan yang berbasis di Malaysia ini menghitung peranan laki-laki dan perempuan di tiga posisi manajemen teratas: founder/presiden direktur, direktur, dan kepala divisi/manager. 

Untuk diketahui, riset iPrice menghimpun data keberagaman gender dari 295 tenaga kerja di posisi manajerial tingkat tinggi dari 13 perusahaan e-Commerce yang beroperasi di Indonesia. Data diambil dari sumber terbuka LinkedIn, rilis media, dan laman profil perusahaan.

Di jenjang direktur porsi perempuan juga belum mangkus dengan persentase yang sama yakni 21 persen. Di jenjang kepala divisi, partisipasi perempuan terlihat sedikit membaik dengan jumlah persentase 36 persen. 

Namun angka ini belum mendekati perbandingan setara antara kedua belah gender dalam jajaran manajemen perusahaan.

Temuan ini menunjukkan kemiripan dengan riset berskala global. Data Bank Dunia menunjukkan pada posisi entry-level professional, perempuan sudah berada di angka 47 persen. Namun angka tersebut mengerucut untuk posisi manajemen tingkat menengah dan tingkat tinggi.

Pada manajemen tingkat menengah, perempuan hanya mencakup 20persen sedangkan pada manajemen tingkat tinggi, hanya 5 persen perempuan yang menduduki posisi CEO dan 5 persen untuk posisi board members.

Rendahnya partisipasi perempuan di level manajemen industri e-Commerce juga ditemukan di negeri tetangga.

Filipina menjadi negara di Asia Tenggara yang memiliki partisipasi perempuan tertinggi yakni 55 persen, diikuti oleh Malaysia (42 persen), Thailand (40 persen), Vietnam (37 persen), Singapura (34 persen), dan Indonesia (31 persen). 

Kesetaraan kedudukan perempuan dan laki-laki di Indonesia memang masih menjadi tantangan. Berdasarkan indeks World Economics Forum, Indonesia berada di posisi ke-10 dalam Indeks Kesenjangan Gender.

Artinya Indonesia masih tertinggal dibanding negara berkembang lain seperti Filipina, Vietnam, dan Thailand dalam kesetaraan gender. Rapor merah ini disebabkan oleh kecilnya partisipasi perempuan di lapangan kerja untuk posisi senior dan manajerial.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya