Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Centre of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan perombakan direksi BUMN yang akan dilakukan dalam waktu dekat sungguh tidaklah tepat.
"Ini bukan waktu yang tepat. Baru diganti 4 bulan lalu. Sedangkan pergantian menteri 2 bulan lagi. Apa ada alasan mendesak? Jadi jangan merusak tata kelola," tuturnya di Jakarta, Selasa (13/8/2019).
Advertisement
Baca Juga
Seperti diketahui, sedikitnya ada lima BUMNÂ yang menyampaikan rencana RUPSLB melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia.
Sejumlah perusahaan tersebut adalah PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS), PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BBTN), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI).
"Diganti sebenarnya ya sah-sah saja. Tergantung bagaimana kita menempatkan BUMN. Di negara lain BUMN full sebagai badan usaha profesional. Tujuanya profit. Makanya profesional mereka itu dan ga ada isu seperti kita. Jadi enggak ada program-program yang digantungi yang sifatnya populis oleh Pemerintah sehingga isu pergantian direksi menjadi berbeda dengan kita," paparnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
DPR Minta Kementerian BUMN Segera Tunjuk Dirut PLN Definitif
DPR menyesalkan Kementerian Badan Usaha ‎Milik Negara (BUMN) lepas tangan dalam penanggulangan pemadaman listrik, yang terjadi di sebagian Jawa pada Minggu (4/8/2019) lalu.
Anggota Komisi VI DPR Dito Ganinduto mengatakan, saat terjadi pemadaman listrik pada Minggu (4/8/2019) pimpinan Komisi VI DPR mencoba meminta keterangan dari pihak Kementerian BUMN sebagai pihak yang membawahi PLN, tetapi tidak ada satu pun pihak yang memberikan tanggapan.
‎"Yang saya sesalkan pimpinan komisi VI menghubungi Menteri BUMN untuk mendapatkan informasi. Ternyata sedang naik haji. Lalu Sekretaris Menterinya mana, juga naik haji. Deputi yang membidani sedang ke Amerika. Deputi yang mengerti Pak Hari sedang naik haji," kata Dito, di Jakarta, Rabu (7/8/2019).
Dito mengaku kecewa dengan pejabat Kementerian BUMN karena tidak ada ‎yang bersiaga saat peristiwa pemadaman listrik PLN terjadi. Padahal listrik merupakan hajat hidup orang banyak.
"Kami kecewaa. Masalah besar yang menyakut hajat hidup orang banyak, kami wakil rakyat kok tidak mau ketemu kita. Sudah tidak jaman lagi menteri pergi anak buahnya ikut. Harusnya diatur waktunya," tuturnya.
Dia pun mendorong Kementerian BUMN segera menunjuk Direktur Utama definitif, sebab peran PLN begitu besar jika pemimpin utama perusahaan hanya berstatus Pelaksana tugas akan sulit untuk mengambil keputusan.
‎"Kenapa nggak ditunjuk dirut definitif. Ini mengelola pedusahaan dengan 70 juta pelanggan melayani 17 ribu pulau, industri banyak. Plt tidak bisa ambil keputusan strategis," tandasnya. Â
Advertisement
Dirut Definitif PLN Kemungkinan Baru Diputuskan Oktober
Kejadian mati lampu total pada Minggu siang, membuat banyak pihak mempertanyakan kinerja PT PLN (Persero) yang menjadi pemasok listrik utama di Indonesia. Berkaitan dengan kinerja, tentu saja yang menjadi sorotan adalah pemimpin alias direktur utama (dirut) dari perusahaan listrik tersebut.
Sampai saat ini, PLN masih belum memiliki dirut definitif. Pimpinan tertinggi PLN saat ini diduduki oleh Sripeni Inten Cahyani yang merupakan pelaksana tugas (Plt) dirut. Dia ditetapkan menduduki jabatan tersebut pada Jumat pekan kemarin menggantikan Djoko Abumanan yang juga merupakan Plt dirut.
Lalu, kapan PLN memiliki dirut baru?Â
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, urusan penunjukan Dirut PLN merupakan kewenangan Menteri BUMN, Rini Soemarno. Cuma saat ini, Rini sedang menjalankan ibadah haji.
"Saya enggak tahu kalau ada khusus mengenai ini. Karena menterinya lagi haji, tunggu pulang haji juga," kata Luhut dikutip pada Selasa (6/8/2019).
Meskipun demikian, lanjut Luhut, Presiden Jokowi sudah memberi arahan kepada seluruh menteri untuk tidak membuat keputusan selama masa transisi hingga Oktober nanti.
"Presiden beri arahan kepada kami pada rapat untuk apa semua menteri-menteri jangan dulu membuat keputusan sampai Oktober," jelas dia.
Kecuali ada keputusan tertentu yang memang harus diambil dalam kurun waktu hingga Oktober. "Kecuali nanti ada hal khusus Pak Presiden kasih arahan, ya saya enggak tahu," ujar dia.Â