Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finances (Indef) Faisal Basri beberapa waktu lalu sempat mengkritik lima proyek infrastruktur pemerintah yang tak memberikan pendapatan atau revenue bagi negara. Kelima proyek tersebut merupakan sarana transportasi publik seperti LRT Palembang, flyover khusus Trans Jakarta XIII, Kereta Bandara Soekarno-Hatta, Bandara Kertajati dan Tol Laut.
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi lantas memberi tanggapan, dan mengatakan bahwa proyek-proyek infrastruktur tersebut dibuat dengan tujuan untuk membangkitkan penggunaan angkutan massal, seperti Kereta Bandara Soekarno-Hatta.
Advertisement
Baca Juga
"Kalau kereta bandara itu pada saat ada koneksi ke double-double track (DDT), dimana orang bisa point to point dari Depok dan tarifnya terjangkau, dia akan visible. Jadi memang proyek kereta bandara Jakarta itu agak terganggu karena pembebasan tanah DDT terlambat," tuturnya di Jakarta, Jumat (16/8/2019).
Selain itu, ia menyebutkan, proyek LRT di Palembang yang digalakan untuk perhelatan Asian Games 2018 lalu merupakan suatu pola penerapan angkutan massal yang sengaja disubsidi oleh pemerintah.
"Harapannya apa? Supaya orang pindah, dari angkutan individu ke angkutan masal. Kalau itu akan efektif, maka secara ekonomi memang kita mensubsidi, tapi masyarakat dan pemerintah mendapatkan keuntungan lain dengan tidak macetnya satu daerah tertentu," ungkapnya.
Dia juga turut mengutip keberadaan Bandara Kertajati di Kabupaten Majalengka, yang secara okupansi masih terkendala lantaran proyek infrastruktur berupa jalan tol dari Bandung ke daerah tersebut belum rampung akibat masalah pembebasan lahan.
"Tapi sekarang ini konsisten, paling tidak ada 25 flight di sana. Jadi sekarang sudah konsisten dari 2 bulan ini, dengan juga adanya subsidi gratis Damri selama satu tahun," papar dia.
"Bandara Kertajati nanti akan penuh saat jalan tol tambahan yang dari Bekasi ke Karawang jadi. Maka orang-orang dari Bekasi akan cenderung ke sana daripada ke Jakarta," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Indonesia Siap Bangun Infrastruktur di Zanzibar dan Madagaskar
Indonesia akan melaksanakan ekspansi pembangunan infrastruktur ke Afrika melalui PT Wijaya Karya (Persero) tbk. Beberapa negara yang sudah masuk radar adalah Zanzibar dan Rwanda.
"Untuk sasaran ke depan, kita ada sasaran di Zanzibar, Madagaskar, di Pantai Gading, untuk Afrika," ujar Corporate Secretary Wika, Mahendra Vijaya, pada Rabu (7/8/2019) di gedung Kementerian BUMN, Jakarta.
Proyek yang disasar adalah infrastruktur pembangunan jalan, pelabuhan, apartemen, serta gedung Bank Sentral di Rwanda. Keputusan seperti Letter of Agreement (LoA) dan Memorandum of Understanding (MoU) akan mengambil tempat di ajang Indonesia Africa Infrastructure Dialogue (IAID) yang berlangsung di Bali bulan ini.
Mahendra enggan menyebut negara mana yang sudah fixed akan meneken kontrak pada ajang IAID. Ia hanya memastikan Wika meneliti satu per satu tawaran dari luar negeri atas dasar prospek, serta mempertimbangkan faktor risiko dan mitigasi.
"Faktor kehati-hatian juga harus di kedepankan. Tidak semua tawaran itu bisa kita terima mentah-mentah, artinya kajian-kajiannya juga harus mendalam, faktor-faktor risiko seperti faktor keamanan, kemudian faktor politik, kemudian juga masalah keimigrasian, dan sebagainya," lanjut Mahendra.
Potensi total kontrak infrastruktur yang diteken di Bali adalah di atas Rp 2 triliun, sementara secara global, Wika memproyeksikan akan mendapat kontrak senilai Rp 4 hingga Rp 5 triliun.
Wika juga berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dalam berekspansi ke luar negeri. Indonesia Export-Import (Exim) Bank juga menyediakan fasilitas pendanaan bagi BUMN tersebut dan sejauh ini Wika sudah hadir di Timor Leste, Malaysia, Filipina, Myanmar, Taiwan, Uni Emirat Arab, Aljazair dan Nigeria. Â
Advertisement
Deretan Infrastruktur yang Bakal Dibangun Jika Ibu Kota Pindah Kalimantan
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) memaparkan beberapa sarana dan prasarana infrastruktur yang dibutuhkan di ibu kota baruIndonesia.
Sarana dan prasarana infrastruktur yang dibutuhkan dalam konsep pengelolaan ibu kota negara yakni sarana utilitas, gedung perkantoran, dan fasilitas publik.
Sarana utilitas yang dibutuhkan terdiri atas saluran multifungsi, sarana penerangan, air bersih dan minum, listrik , jalan dan sejumlah sarana utilitas lainnya.
Sedangkan untuk gedung perkantoran yang dibutuhkan dalam konsep pengelolaan ibu kota negara antara lain gedung-gedung untuk lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Selain itu fasilitas publik yang juga dibutuhkan terdiri dari rumah sakit, sarana dan prasarana olahraga serta kesenian, perpustakaan, transportasi urban, pasar, rumah susun sewa (rusunawa) dan berbagai fasilitas publik lainnya.Â
Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas, Rudy S Prawiradinata, mengatakan bahwa pemindahan ibu kota sudah pasti akan di Kalimantan. Di mana pun ibu kota baru akan dibangun, dampaknya ke seluruh Kalimantan akan signifikan.
"Ibu kota dipindahkan ke tengah agar Indonesia-sentris, seimbang terhadap seluruh wilayah Indonesia. Itulah mengapa Kalimantan menjadi pilihan, selain karena lahan yang luas dan relatif aman bencana," jelas dia dikutip dari Antara, Selasa ,30 Juli 2019.
Rencananya Kementerian PPN/Bappenas akan membentuk sebuah badan otorita yang bertugas untuk mempermudah manajemen aset dan pendaan bagi proyek-proyek KPBU utilitas.
Sebelumnya pemerintah mengungkapkan bahwa mengungkapkan estimasi biaya yang diperlukan untuk pembangunan ibu kota baru seluas 40.000 hektare di luar Pulau Jawa membutuhkan sekitar Rp 466 triliun.
Bappenas menegaskan bahwa pemerintah ingin pemindahan ibu kota baru diupayakan dengan pembiayaan sendiri dan meminimalisasi penggunaan utang.
Penggunaan utang kemungkinan disiapkan untuk kekurangan-kekurangan dalam pembiayaan pemindahan ibu kota negara. Dengan demikian utang hanya akan menjadi salah satu sumber terkait rencana skema pembiayaan pemindahan ibu kota negara.Â