Pengusaha Minta Lebih Banyak Dilibatkan pada Proyek Infrastruktur

Peran dan keterlibatan swasta yang belum begitu signifikan dalam berbagai proyek nasional harus menjadi perhatian pemerintah.

oleh Septian Deny diperbarui 13 Agu 2019, 18:30 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2019, 18:30 WIB
Pelindo III Kembali Buka Dermaga Baru di Gresik
Terminal pelabuhan Manyar di kawasan JIIPE dikelola oleh PT Berlian Manyar Sejahtera.

Liputan6.com, Jakarta - Peran dan keterlibatan swasta yang belum begitu signifikan dalam berbagai proyek nasional harus menjadi perhatian pemerintah. Sebagai contoh, dengan memberikan porsi kepada swasta dalam proyek yang berkaitan dengan sektor kepelabuhan.

"Selama ini memang dimaklumi bahwa pemerintah menugaskan BUMN dalam pengembangan pelabuhan, karena percepatan pembangunan nasional," kata Ketua Umum DPP Indonesian National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto di Jakarta,Selasa (13/08/2019).

Namun demikian, lanjut dia, ke depannya diharapkan pemerintah juga memberikan peluang yang sama pada swasta nasional untuk mengembangkan dan me-manage pelabuhan.

"Tapi tentunya diharapkan, yang dikembangkan adalah project yang mempunyai nilai komersial, yang mempunyai return of investment yang cukup," harap Carmelita.

Dia menjelaskan, selama ini BUMN mendapat penugasan karena pemerintah menghendaki percepatan pembangunan. Sehingga, kata Carmelita, keterlibatan swasta saat itu hanya sebahagai subkontraktornya.

"Kalau BUMN-nya bermasalah tentunya berimbas pada subkontaktor dan para pekerjanya," ujarnya.

Menurut Carmelita, pemerintah harus mengembalikan peran BUMN sebagai agent of development. Sehingga ketika sebuah proyek sudah berkembang secara komersial, maka harus melibatkan juga pihak swasta.

"Hendaknya diberikan pada swasta untuk dikelola, sehingga lebih efficient dan berdaya saing," tutup Carmelita.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Indef: Pembangunan Infrastruktur Kurang Efisien

Tahun Ini, Target Produksi Baja Nasional Mencapai 17 Juta Ton
Pekerja menyelesaikan konstruksi baja untuk bangunan bertingkat di Jakarta, Jumat (5/4). Kementerian Perindustrian menargetkan produksi baja nasional mencapai 17 juta ton pada 2019. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri memperingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tak luput mencermati posisi Indonesia sebagai negara investasi. Indonesia saat ini memang tengah banyak mendapat guyuran dana asing untuk kelanjutan pembangunan infrastruktur.

Faisal menyoroti nominal investasi yang masuk terhitung tidak kecil, namun itu tak diiringi oleh penggunaannya yang kurang efektif.

"Jokowi pernah bilang kita akan bikin Kementerian Investasi. Tapi percayalah, investasi di kita 32,3 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto). Semua negara Asia selain China 30 persen dibawah PDB," tegur dia dalam sebuah sesi dialog publik di Le Meridien Hotel, Jakarta, Selasa (23/7/2019). 

"Saya agak takut Jokowi salah diagnosis. Investasi tidak kecil, tapi kok hasilnya kecil. Berarti kita membangunnya tidak efisien," dia menambahkan.

Inefisiensi tersebut, sambungnya, tercermin dari peningkatan utang Pemerintah RI. "Utang kita per Maret 2019 sudah mencapai Rp 4,6 kuadriliun, atau Rp 4.600 triliun," sebut dia.

Menurutnya, dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saat ini sudah tak mampu lagi menanggulangi sepenuhnya pembangunan infrastruktur di Indonesia. Sebab, lanjutnya, sebagian besar APBN digunakan untuk bayar bunga utang hingga belanja barang.

"Jadi dananya dari BUMN. Utang BUMN non-finansial sampai Maret 2019 sudah mencapai Rp 945 triliun. Utang BUMN finansial lebih besar lagi, sekitar Rp 3,2 quadriliun," paparnya.

"Untuk pembangunan infrastruktur, mau tidak mau, suka tidak suka, harus gunakan metode partisipasi lebih banyak dari swasta, baik asing maupun luar negeri. Kalau tidak collapse kita," dia menandaskan.  

RI Butuh Rp 2.058 Triliun untuk Infrastruktur hingga 2024

Pekerja Konstruksi Bersertifikat Masih di Bawah 10 Persen
Sejumlah pekerja tengah menyelesaikan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Jumat (26/1). Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat terus mengejar sertifikasi tenaga kerja sektor konstruksi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus mendorong pendanaan dari investasi sektor swasta dalam pembangunan, infrastruktur khususnya jalan tol. Salah satunya, yakni melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

"Melalui skema KPBU, pemerintah bertujuan mengatasi ketimpangan pendanaan (financial gap) infrastruktur, terutama jalan tol demi ketepatan waktu penyelesaiannya. Sehingga dapat memberikan manfaat nyata bagi negara dan masyarakat," jelas Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, Senin (22/7/2019). 

Menteri Basuki menganggap, investasi swasta dibutuhkan lantaran pendanaan pemerintah dalam penyediaan infrastruktur terbatas. Kemampuan APBN untuk 2020–2024 diproyeksikan hanya mampu memenuhi 30 persen, atau sekitar Rp 623 triliun dari total kebutuhan anggaran untuk penyediaan infrastruktur sebesar Rp 2.058 triliun.

Untuk 2019 ini, Kementerian PUPR melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) akan melelang tujuh ruas jalan tol dengan nilai investasi sebesar Rp 151,13 triliun.

"Keterlibatan swasta membawa dampak daya ungkit (leverage) dari hasil investasinya, sehingga keuntungan dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur lainnya," ujar Kepala BPJT Danang Parikesit. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya