Liputan6.com, Jakarta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong kolaborasi antar sektor agar bisa mengembangkan industri otomotif, tekstil dan produk tekstil (TPT), dan alas kaki. Kolaborasi dipandang penting dalam menambah kontribusi industri ke perekonomian dengan target 19,3 persen di tahun 2024.
Pihak Kemenperin berkata industri tekstil di Indonesia masih lebih kuat ketimbang Vietnam dan Bangladesh karena hulu dan hilir masih dikuasai lokal. Namun, Kemenperin memantau investor tekstil China yang malah enggan bekerja sama dengan perusahaan dalam negeri.
Advertisement
Baca Juga
Hal itu dinilai bertentangan dengan semangat investasi kolaboratif dan menyebabkan distorsi di dunia industri.
"Pengalaman di industri tekstil dan alas kaki, banyak investor China masuk akuisisi di Jateng dan Jabar, tapi mereka enggan kerja sama dengan perusahaan dalam negeri," ucap Muhdori, Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian pada Rabu (4/9/2019) di Jakarta.
Lebih lanjut, Kemenperin menyebut industri tekstil pada umumnya masih dikuasai lokal dari hulu sampai hilir. Ini menghilangkan kekhawatiran bahwa investasi akan lari ke luar negeri, sebab pelaku industru masih orang Indonesia.
"Menurut analisis kami, yang di Vietnam dan Bangladesh kekokohannya itu tak sebagus di Indonesia karena di Indonesia terintegrasi dari hulu dan hilir dan pelakunya saudara-saudara kita, dan tak mungkin rezekinya dialihkan ke luar," ujar Muhdori.
Pihak Kemenperin pun mendukung adanya kolaborasi dengan berbagai pihak dan percaya bisa memajukan industri dengan mengandalkan perusahaan yang sudah eksisting. Kemudian ditambah sentuhan teknologi revolusi industri 4.0 dan pengembangan pendidikan vokasi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Peran Aktif Bank BRI Dukung Ekspor Tekstil dan Garmen ke Amerika Serikat
PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk melalui Unit Kerja Luar Negerinya, BRI New York Agency menyelenggarakan “2019 US Cotton Special Trade Mission from Indonesia Reception” pada Minggu (21/7) lalu. Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan Cotton Council International (CCI) Amerika Serikat, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) serta 20 pimpinan perusahaan tekstil dan garmen Indonesia, bertempat di Omni Berkshire Place Hotel, Manhattan, New York.
General Manager BRI New York Agency (BRINYA) Tri Hartono mengungkapkan bahwa kegiatan tersebut merupakan salah satu wujud peran aktif Bank BRI dalam mendukung program pemerintah RI untuk memacu pertumbuhan ekspor, khususnya di sektor non-migas.
Kegiatan ini menjadi salah satu agenda delegasi API dalam misi dagangnya ke Amerika Serikat yang diantaranya akan melaksanakan pertemuan bisnis dengan CCI Amerika Serikat, produsen kapas serta pembeli utama tekstil dan garmen Indonesia di beberapa negara bagian, untuk membahas impor kapas dan ekspor tekstil dan garmen Indonesia.
Pada kegiatan tersebut, Chairman Badan Pengurus Nasional Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat, menyampaikan bahwa pihaknya berkomitmen untuk terus mendukung dan berkontribusi terhadap program Pemerintah RI dalam menyeimbangkan posisi neraca perdagangan antara Indonesia dan Amerika Serikat melalui peningkatan volume ekspor tekstil dan garmen disamping impor kapas dari Amerika Serikat yang telah berjalan hingga saat ini.
Amerika Serikat sendiri saat ini tercatat sebagai negara tujuan utama ekspor tekstil dan garmen Indonesia dengan nilai mencapai US$4.7 milyar ditahun 2018, disusul Jepang dan China.
Advertisement
Potensi Ekspor
Disamping itu, API juga melihat masih besarnya potensi ekspor tekstil dan garmen Indonesia ke Amerika Serikat dikarenakan volume impor tekstil dan garmen Amerika Serikat dari Indonesia saat ini masih berada dikisaran 5% dari volume total impor tekstil dan garmen Amerika Serikat, padahal kualitas tekstil Indonesia sangatlah kompetitif disamping utilisasi dari kapasitas produksi yang memang belum optimal.
Menanggapi hal tersebut, Tri Hartono menyampaikan kesiapan dan dukungan BRI untuk menjembatani perdagangan antara pengusaha tekstil dan garmen di Indonesia dengan business partner-nya yang berada di Amerika Serikat, dalam hal ini terkait dengan penyediaan jasa perbankan baik dari sisi fasilitas pendanaan maupun layanan finansial lainnya seperti trade finance dan payment services yang dapat memperlancar aktifitas ekspor dan impor antar kedua negara.