Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus memperbaiki data perusahaan tambang sampai ke akarnya atau pemilik langsung. Langkah ini dilakukan untuk menghindari pelaku usaha tambang meninggalkan tunggakan kewajiban ke negara.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara (Minerba) Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan, Direktorat Jenderal Minerba akan melacak kepemilikan perusahaan tambang sampai ke individu.
"Beneficial ownership kepemilikan yang ultimate. Ini sampai pemiliknya tertinggi sampai orangnya," kata Bambang, dikutip di Jakarta, Minggu (15/9/2019).
Advertisement
Pelacakan pemilik tambang dilakukan untuk menghindari penunggakan pembayaran kewajiban negara.
Baca Juga
Berdasarkan data, total kewajiban perusahaan tambang ke negara yang belum dibayar sejak 2011 sampai saat ini mencapai Rp 5 triliun.
Namun uang tersebut tidak bisa ditagihkan, sebab pemilik perusahaan yang menunggak kewajiban negara melarikan diri.
"Kita atau daerah melakukan ini karena pengalaman Rp 5 triliun enggak bisa ditagih karena pemiliknya enggak ada," tutur dia.
Menurut Bambang, pencantuman identitas pemilik tambang harus diterapkan. Hal ini sebenarnya sudah dilakukan pada perusahaan tambang berstatus Kontrak Karya (KK), Pemegang Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
"Itu sekarang kita harus dan ini industri eksternal. Kini sudah menerapkan ini kalau KK IUPK dan PKP2B ini sudah," tandasnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Pemantauan Lahan Pasca Tambang Bakal Gunakan Satelit
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menggandeng Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) untuk memantau proses reklamasi pasca tambangan.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot mengatakan, pihaknya akan menggunakan data satelit untuk memantau reklamasi pasca tambang secara akurat.
"Reklamasi remote pengawasan reklamasi berdasarakan data satelit bekerjasama dengan Lapan," kata Bambang, di Bandung, Jumat (13/9/2019).
BACA JUGA
Menurut Bambang, selama ini pihaknya telah memantau proses reklamasi pasca tambang dengan memanfaatkan teknologi digital memalui aplikasi Googlemaps. Namun, data yang didatap kurang akurat.
"Kadang saya cek karena nggak punya alat saya cek pakai Googlemaps meski nggak update. Tapi itu bisa saya lihat itu baru Google yang gratis," tuturnya.
Bambang yakin, dengan menggunakan pemantauan data satelit Lapan, pemantauan pelaksanaan reklamasi pasca tambang akan lebih akurat. Sehingga pelaksanaan tanggung jawab perusahaan bisa dilakukan dengan baik.
"Apalagi kerjasam dengan Lapan, kalau rekalamasi yang muter muter ini sudah jalan atau belum kelihatan," tandasnya.
Advertisement