Marak Aksi Demo, Ini Permintaan Pengusaha

Mahasiswa di sejumlah daerah menggelar aksi demonstrasi untuk menuntut pembatalan beberapa UU dan RUU. Aksi antara lain berlangsung di Gedung DPR RI di Jakarta.

oleh Bawono Yadika diperbarui 25 Sep 2019, 08:31 WIB
Diterbitkan 25 Sep 2019, 08:31 WIB
Polisi Tembakkan Gas Air Mata Bubarkan Demo Mahasiswa di Depan DPR
Polisi menembakkan gas air mata ke arah mahasiswa saat demonstrasi menolak pengesahan RUU KUHP dan revisi UU KPK di depan Gedung DPR, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Mahasiswa lari tunggang langgang setelah aparat kepolisian menembakkan gas air mata. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Pengusaha meminta Pemerintah dan DPR lebih memperhatikan dampak penetapan Undang-undang (UU) dan Rancangan UU (RUU) terhadap kegiatan usaha.

Seperti diketahui, mahasiswa di sejumlah daerah menggelar aksi demonstrasi untuk menuntut pembatalan beberapa UU dan RUU. Aksi antara lain berlangsung di Gedung DPR RI di Jakarta. 

Wakil Ketua Kadin Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani menegaskan, DPR seharusnya mengkaji dulu dampak setiap aturan terhadap kegiatan berusaha dan kelancaran berinvestasi di Indonesia. Ini terutama terhadap daya saing RI di kancah global.

"Concern pelaku usaha terkait semua UU dan RUU sangat sederhana. Pertama, concern terhadap stabilitas sosial politik Indonesia. Bisnis itu hanya bisa bergerak dan tumbuh dalam kondisi sosial-politik yang stabil," tutur dia kepada Liputan6.com, Selasa (24/9/2019).

"Walaupun demo-demo adalah ekspresi demokrasi yang dihargai, demo-demo di Indonesia punya track record yang buruk di mana massa kerap menjadi anarkis, merusak atau menciptakan kondisi yang tidak aman untuk melakukan kegiatan usaha," lanjut dia.

Shinta melanjutkan, fokus kedua pengusaha ialah terhadap kepastian hukum dan kelancaran berusaha. Semua bisnis harus dijalankan berdasarkan kalkulasi terhadap risiko-risiko, termasuk beban dan rambu-rambu regulasi yang dibuat terhadap badan usaha dan pelakunya.

Di satu sisi, kebijakan di atas kertas belum tentu dilaksanakan di lapangan. Di sisi lain, mudah sekali memanipulasi regulasi yang ada di Indonesia untuk membatalkan kontrak atau mengkriminalkan pelaku usaha atau kegiatan usaha.

"Secara logika, karena kedua faktor tersebut, risiko berusaha di Indonesia menjadi tidak bisa diprediksi dan dalam worst case scenario, perusahaan dan pelaku usaha bisa dikriminalisasi. Efek kriminalisasi ini akan sangat buruk terhadap bisnis. Bahkan bisnis bisa mati seketika karena kriminalisasi terhadap kegiatan atau managementnya karena ini sangat merusak intangible asset perusahaan seperti nama baik perusahaan, kepercayaan investor, brand value dan lainnya," ujarnya.

 

Dukung

Demo Mahasiswa di Solo Ricuh
Demo mahasiswa di solo ricuh. (Liputan6.com/Fajar Abrori)

Pihaknya menegaskan, pelaku usaha tentu mendukung segala upaya penegakan hukum dan hukum terkait penciptaan business practices atau corporate governance yang baik seperti anti-korupsi, anti-fraud dan kompetisi usaha yang sehat.

"Akan tetapi, bisnis juga perlu kepastian hukum atas keberlangsungan kegiatan usaha. Semua aturan yang bisa mengkriminalkan perusahaan dan pelaku usaha harus sewajarnya sesuai dengan best practices kegiatan usaha yang ada secara universal di dunia," jelas dia.

"Jadi harus disetarakan agar level daya saing kita menjadi bagus dan menarik bagi investor global. Bahkan sebetulnya banyak aspek dari good corporate governance yang tidak bisa diciptakan dengan sanksi hukum yang berat tetapi harus dengan pemberdayaan seperti sosialisasi, training, edukasi, dan sebagainya," paparnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya