Waspada Penyakit ASF yang Rugikan Peternak

Kerugian berpotensi besar untuk ekonomi Indonesia.

oleh stella maris pada 20 Okt 2019, 12:15 WIB
Diperbarui 20 Okt 2019, 13:16 WIB
Kementan
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan I Ketut Diarmita.

 

Liputan6.com, Jakarta Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan I Ketut Diarmita menjadi pembicara dalam acara Seminar International African Swine Fever (ASF) di Bogor, Sabtu (19/10). Dalam kesempatan itu, dia menjelaskan terkait upaya meningkatkan kewaspadaan penyebaran wabah. 

"Tindakan kewaspadaan dini terhadap penyakit ini (ASF) harus segera diwujudkan dalam bentuk tindakan teknis yang meliputi pengamatan/deteksi cepat, pelaporan cepat dan pengamanan cepat” tegas I Ketut Diarmita. 

Diarmita menambahkan, ASF sangat menular pada ternak babi dan babi hutan, dan menyebabkan kematian yang tinggi, dampaknya kerugian ekonomi yang tinggi.

Dengan upaya yang dilakukan bersama Kementan, Diarmita menegaskan agar pemerintah dapat melakukan langkah cepat dan eksekusi bila penyakit ASF terjadi.

Menurutnya, upaya yang dilakukan selama ini sebenarnya sudah tepat. Namun dalam mengamati perkembangannya,  penyakit ini yang sangat cepat dan mendekati perbatasan wilayah Indonesia.

Artinya potensi ancaman masuknya penyakit ini ke Indonesia sangat besar. Terkait dengan kondisi tersebut, tindakan kewaspadaan dini terhadap penyakit ini harus segera diwujudkan dalam bentuk tindakan teknis.

Diarmita menambahkan, ASF sangat menular pada ternak babi dan babi hutan, dan menyebabkan kematian yang tinggi, dampaknya kerugian ekonomi yang tinggi.

Indonesia termasuk wilayah terancam, mengingat populasi babi yang sangat tinggi di beberapa wilayah antara lain Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, NTT, Bali, Papua, dan Papua Barat.

Oleh karena itu, pemerintah menyiapkan pedoman kesiapsiagaan darurat veteriner ASF (Kiatvetindo ASF). Ada empat tahapan penanggulangan yaitu Tahap Investigasi, Tahap Siaga, Tahap Operasional dan Tahap pemulihan.

Hal lain adalah sosialisasi terkait ASF di wilayah-wilayah risiko tinggi, membuat bahan komunikasi, informasi dan edukasi untuk di pasang di bandara, pemantauan dan respon terhadap kasus kematian babi yang dilaporkan melalui iSikhnas, membuat penilaian risiko masuknya ASF ke Indonesia sehingga membantu meningkatkan kewaspadaan.

Barantan Siap Antisipasi

Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani, Agus Sunanto menegaskan Badan Karantina Pertanian (Barantan) ikut lakukan upaya antisipatif. Diantaranya memperketat serta meningkatkan kewaspadaan pengawasan karantina di berbagai tempat pemasukan negara.

Beberapa kali Barantan berhasil menggagalkan masuknya komoditas yang berpotensi membawa virus, seperti daging babi, dendeng, sosis, usus dan olahan babi lainnya.

Sebagai contoh, Karantina Pertanian Soekarno Hatta sepanjang 2019 hingga September, petugas karantina menahan komoditas petensial sebanyak 225,28 kg, yang berasal dari barang bawaan penumpang.

Selain melakukan pengawasan, Agus menjelaskan pihaknya merangkul semua instansi, baik di bandara, pelabuhan dan pos lintas batas negara, seperti Bea dan Cukai, Imigrasi, unsur airlines, agen travel serta dinas peternakan di daerah.

Menurut Agus, Kementan telah mengitung potensi kerugian kematian akibat ASF. Apabila dihitung 30 persen saja populasi terdampak, maka kerugian peternakan babi dapat mencapai Rp7,6 triliun.

Selain itu, Indonesia akan kehilangan pasar ekspor dan potensinya, baik untuk babi maupun produknya. Saat ini Indonesia memiliki banyak peternakan babi, dan merupakan salah satu pemasok utama bagi pasar Singapura.

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya