Pertamina Akui Sulit Kembangkan Energi Terbarukan

Salah satu kendala pengembangan energi terbarukan adalah harga yang dinilai terlalu tinggi.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Nov 2019, 17:15 WIB
Diterbitkan 27 Nov 2019, 17:15 WIB
20160302-Panel Surya ESDM-Jakarta- Gempur M Surya
Seorang petugas memeriksa panel surya di kantor Kementrian ESDM, Jakarta, Rabu (2/3/2016). Dalam APBN 2016, Kementerian ESDM mengalokasikan dana sebesar Rp 1,4 triliun untuk pengembangan aneka energi terbarukan. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta - Senior Vice President Research and Technology Center (RTC) PT Pertamina (Persero), Dadi Sugiana mengakui cukup sulit untuk mengembangkan energi terbarukan atau renewable energy di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah harga yang dinilai terlalu tinggi untuk bisa masuk ke arah sana.

"Renewable energy itu mahal," kata dia saat ditemui di Jakarta, Rabu (27/11).

Kendati begitu, dirinya meyakini ke depan energi terbarukan bisa dapat lebih murah sehingga bisa dikembangkan di Indonesia.

"Sebenarnya seiring berjalannya waktu degan produk semakin massal produk bisa makin murah, tapi memang diawal butuh kerelaan dari pemerintah dan konsumen," jelas dia.

Sebelumnya, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy Dalimi, mengungkapkan sejumlah hal yang mesti dilakukan agar Indonesia dapat mencapai target bauran energi 23 persen di 2025.

Menurut dia saat ini yang menjadi tantangan bagi pengembangan energi terbarukan yakni harga yang masih mahal.

"Jadi permasalahan kita adalah harga. Kalau harga sudah murah, tidak perlu ada lagi tidak perlu lagi harga khusus, tidak perlu lagi subsidi, insentif, dan sebagainya kita akan beli sendiri. Seperti lampu LED sekarang ini. Kemarin saya lihat yang 3 Watt hanya Rp 6.000 sekarang, dulu ratusan ribu rupiah," kata dia dalam pembukaan pameran 'The 7th Edition of INAGREENTECH 2019', JI-Expo Kemayoran, Jakarta.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Tarif

Peluang Investasi EBT di Indonesia Semakin Terbuka Lebar
Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 12 Tahun 2017 membuat peluang investari Energi Baru dan Terbarukan (EBT) semakin terbuka lebar.

Kebijakan energi nasional telah mengamanatkan bahwa perhitungan tarif listrik EBT menggunakan skema fit in tariff.

"Harga EBT diamanatkan oleh kebijakan energi Nasional bahwa dia adalah fit in tariff. Fit in tariff berarti itu harus di-compare dengan harga energi setempat," urai dia.

Sebagai contoh, dia mengatakan bahwa perhitungan tarif EBT di daerah Papua, tidak bisa dibandingkan dengan harga di Pulau Jawa. Sebab tentu harganya menjadi tidak kompetitif.

"Misalnya di Papua harga energi di sana mahal sekali. Harga EBT harus di-compete dengan harga di sana bukan dengan harga di pulau Jawa," jelas dia

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya