Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan mengajukan klausul hilirisasi batu bara dalam‎ revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batu bara (minerba). Sebelumnya payung hukum tersebut menitikberatkan hanya pada hilirisasi mineral.
Direktur Jenderal Minerba Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang‎ Gatot mengatakan, pelaksanaan Undang-Undang Minerba dalam hal hilirisasi ‎untuk komoditas mineral sudah berjalan meski tidak berjalan tepat waktu. Sementara, untuk untuk kebijakan hilirisasi batubara belum ada. Hal ini sedang dievaluasi untuk dimasukan dalam revisi Undang-Undang Minerba.
"Kedua kita memikirkan evaluasi Undang-Undang, ada beberap hal faktanya dari 2014 tidak berhasil dengan baik, yaitu hilirisasi kita sudah buka PP 1 Tahun 2017 cukup bagus cukup berhasil, namun batu bara belum kita buat kebijakannya, "‎ kata Bambang, saat meluncurkan tiga aplikasi sektor pertambangan minerba, di kawasan Karawaci Tangerang, Banten, Senin (2/12/2019).
Advertisement
Baca Juga
Menurut Bambang, dalam revisi Undang-Undang Minerba akan dimasukan klausul hilirisasi batubara, hal ini untuk mendorong peningkatan nilai tambah dari pengolahan emas hitam tersebut.
Dia pun mencontohkan, hilirisasi batubara yang bisa diterapkan adalah mengolah batubara menjadi Dimethil Ether (DME) sebagai pengganti bahan bakar ‎baku Liqufied Petroeum Gas (LPG).‎ Hal ini dapat mengurangi impor LPG.
"Presiden jelas mengatakan kalau ada hiirisasi batubara akan mengurangi Curent Account Deficit (CAD) dalam 3 tahun ‎ini akan mengurangi impor LPG Minyak," ujarnya.
Bambang mengungkapkan, saat ini China pun sudah menerapkan hilirisasi batu bara dengan mengolahnya menjadi avtur. Untuk menerapkan hiliriasi batubara, dia pun akan terbuka menghitung keekonomian bersama pengusaha.
"Di China sudah merubah batubara jadi avtur. Memang masalah keekonomian kita hitung bersama-sama," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Cerita Jokowi Disentil Pemimpin Dunia karena Masih Gunakan PLTU Batu Bara
Presiden Joko Widodo (Jokowi) diingatkan sejumlah tokoh dunia untuk mengurangi penggunaan batu bara untuk sektor kelistrikan. Namun dia menyatakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) masih dibutuhkan di Indonesia.
Jokowi mengatakan, dalam pertemuan ASEAN Summit di Bangkok, dirinya diingatkan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guiterez, untuk berhati-hati dalam penggunaan batu bara untuk sektor kelistrikan.
"Dia mengajak saya untuk mulai mengurangi penggunaan batu bara untuk pembangkit tenaga listrik.Ternyata arahnya ke sana," kata Jokowi, saat menghadiri pemberian penghargaan IMA, di kawasan bisnis Sudirman, Jakarta, Rabu (20/11/2019).Â
BACA JUGA
‎Jokowi pun menanggapi hal tersebut dengan menjawab batu bara untuk sektor kelistrikan masih dibutuhkan. Namun, pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) terus dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada di setiap daerah.
"Ya saya jawab, sekarang masih dibutuhkan‎. Nanti kalau kita swicth ke EBT baik yang sudah kita coba, Angin di Sidrap, Jeneponto, kemudian hydropower yang juga beberapa kita jajaki di Mambramo, Sungai Kayang di Kaltara, atau juga yang berkaitan dengan Geotermal yang memiliki potensi 29.000 MW yang digunakan belum ada 2.000 MW. Arahnya akan ke sana," papar Jokowi.
‎Managing Director International Monetary Fund (IMF) Christalina juga mengingatkan Jokowi untuk mengurangi penggunaan batu bara. "Saya jawab sama, ya saya tahu nanti akan kita arahkan penggunaan EBT baik hydropower baik angin, solar cell, atau geotermal, dan lain-lain,"ujarnya.
Menurut Jokowi, mengubah penggunaan batu bara ke EBT dilakukan secara bertahap. Dia pun kembali menekankan, Indonesia sedang menuju penggunan energi ramah lingkungan.‎"Karena memang untuk mengubah langsung saya kira kita butuh tahapan-tahapan. Tapi yang perlu kita garis bawahi bersama bahwa dunia sudah menuju kepada energi yang ramah lingkungan,"tandasnya.
Advertisement