Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menetapkan kenaikan tarif cukai rokok yang mulai berlaku pada 1 Januari 2020. Dengan kenaikan cukai rokok tersebut, tentu saja berdampak kepada harga per per bungkus rokok yang dijual di toko atau warung.
Dalam penetapan tersebut, tarif cukai hasil tembakau untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) naik sebesar 23,29 persen, Sigaret Putih Mesin (SPM) meningkat 29,95 persen, dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau Sigaret Putih Tangan naik 12,84 persen.
Baca Juga
Beberapa pedagang rokok pun sebenarnya sudah mulai berancang-ancang akan kenaikan harga rokok tersebut sejak Desember lalu. Menurut pengakuan beberapa penjual rokok, mereka sudah menaikkan harga rokok sejak Desember lalu. Namun kenaikannya tidak terlalu besar.
Advertisement
Kemudian pada Januari ini, mereka juga kembali menaikkan harga rokok. Namun juga dengan nilai kenaikannya tidak terlalu besar. Langkah itu dilakukan agar pembeli tidak begitu berat dengan kenaikan harga rokok.
“Harga rokok di warung memang naik, tapi bertahap. Awal Desember sudah saya naikkan harganya, tapi pelan-pelan. Kalau langsung naik banyak bisa-bisa tidak ada yang beli,” ujar salah satu pedagang rokok di kawasan Depok, Susi Martini seperti ditulis Liputan6.com, Minggu (5/1/2020).
Serupa juga dilakukan oleh warung eceran yang menjual rokok di kawasan Tangerang Selatan. Daftar harga rokok pada salah satu warung belum terjadi kenaikan yang berarti. Harga-harga rokok tersebut masih di bawah penetapan harga dari pemerintah.
“Banyak merek rokok yang saya jual lebih mahal dari sebelumnya, tetapi tidak sampai dua kali lipat harganya, bahkan tidak ada yang sampai sebesar 10 ribu kenaikannya,” ujar pedagang rokok di salah satu warung di Pamulang, Tangerang Selatan, Teguh.
Teguh mencontohkan, untuk rokok merek U Mild, harganya naik Rp 2.000 per bungkus dari kisaan Rp 14 ribu menjadi Rp 16 ribu. Sedangkan untuk rokok merek Marlboro naik Rp 4.000 per bungkus dari harga Rp 26 ribu menjadi Rp 30 ribu.
Para pedagang tersebut tidak melakukan antisipasi dengan adanya kenaikan harga rokok. Selain itu, pedagang juga mengatakan bahwa sementara ini penjualan rokok tidak menurun meskipun ada kenaikan harga.
“Tidak ada antisipasi sama sekali, kalau memang kebijakan sudah seperti itu, ya saya ikuti. Tidak ada antisipasi persiapan stok yang banyak sebelum harganya naik. Walaupun naik, pengonsumsi rokok juga pasti tetap beli ke warung kok,” tambahnya.
Reporter : Danar Jatikusumo
Saksikan video pilihan berikut ini:
Cukai Naik, Produksi Rokok Bakal Turun 20 Persen di 2020
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Willem Petrus Riwu, mengakui adanya penurunan jumlah produksi rokok pada tahun ini. Di mana, produksi rokok yang dihasilkan di bawah GAPPRI hanya mencapai 252 miliar batang, jumlah ini lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
"Produksi 252 miliar batang. Tapi jangan liat batang kalau liat jumlah tembakaunya sedikit. Turun," kata dia saat ditemui di Kantor Bea Cukai, Jakarta, Jumat (25/10).
Dia memperkirakan, penurunan produksi ini juga akan berlanjut pada tahun depan. Mengingat pada 2020 mendatang pemerintah remsi menaikan cukai rokok.
"Kita perkirakan sekitar 20 persen turun tahun depan. Dengan catatan jangan ditinggal oleh perokok kalau ditinggal siapa yang mau beli lagi makannya ini dijaga," kata dia.
Dia menjelaskan, penurunan ini juga disebabkan dengan banyaknya pabrik-pabrikan rokok yang sejak beberapa tahun lalu tutup. Tercatat hingga saat ini hanya tinggal 400 pabrikan yang bertahan. Jumlah ini setengahnya dari total 800 pabrik pada sebelumnya.
"Sekarang tinggal 400 menurut data Bea Cukai ya. Tapi yang rutin bayar tinggal 100 pabrik itu pun yang kecil-kecil. Yang di bawah GAPPRI yang kecil-kecil golongan 2, 3," tandas dia.
Advertisement