Liputan6.com, Jakarta - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna menyatakan megaskandal perusahaan asuransi milik negara Jiwasraya memiliki dampak resiko sistemik.
Namun, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menyatakan pendapat yang berlainan. Menurutnya, pernyataan BPK mengenai resiko sistemik terlalu terburu-buru.
"Sistemik kan bisa keterkaitan yang diindikasikan bahwa banyak uang lembaga keuangan tersimpan di Jiwasraya. Mereka akan ikut kolaps bila Jiwasraya bangkrut. Itu sebenarnya arti sistemik," jelasnya saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (10/1/2020).
Advertisement
Baca Juga
Padahal, lanjut Piter, dana yang tersimpan di Jiwasraya lebih banyak nasabah individu, bukan lembaga. Berbeda dengan perbankan yang sumber dananya milik lembaga keuangan atau perbankan lain.
"Kalau individu, resikonya relatif terbatas kepada perusahaan itu sendiri. Kebangkrutan perusahaan tidak menyeret atau membuat bangkrut perusahaan lain. Tidak sistemik," ujarnya.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Dugaan
Lebih lanjut, Piter menyatakan, kemungkinan maksud "sistemik" yang dilontarkan BPK ialah terkait kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi.
"Kebangkrutan Jiwasraya akan menyebabkan hilangnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga keuangan asuransi secara keseluruhan. Ini yang dimaksud sistemik oleh BPK," imbuhnya.
Meskipun berdampak negatif terhadap kepercayaan publik, Piter masih optimistis industri asuransi akan berkembang, meski agak sulit.
"Berdampak tapi tidak sepenuhnya. Memang akan menjadi lebih sulit untuk menawarkan produk asuransi setelah kejadian Jiwasraya ini," tutupnya.
Advertisement
Kemenkeu Belum Berencana Suntik Modal ke Jiwasraya
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum berencana memberi suntikan modal bagi PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Walaupun saat ini Jiwasraya membutuhkan dana Rp 32,89 triliun agar bisa mencapai rasio kecukupan modal atau Risk Based Capital (RBC) minimal 120 persen.
"Kita belum bicarakan apakah perlu penambahan modal dari APBN atau tidak," ujar Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu Isa Rachmatarwata di Kantor DJKN, Jakarta, Jumat (10/1/2020).
Isa mengatakan, pemerintah hingga kini masih mencari upaya penyelamatan Jiwasraya. Langkah-langkah yang dilakukan akan mengutamakan business to business (B2B).
"Yakni bagaimana selesaikan setiap permasalahan itu B2B. Kemudian juga mencari cara-cara yang dibenarkan oleh regulator dalam hal ini OJK untuk istilahnya, mempertahankan kesinambungan dari polis," paparnya.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keungan (OJK), Wimboh Santoso membeberkan dua skenario menyelamatkan Asuransi Jiwasraya. Menurutnya, tidak mudah menyelamatkan perusahaan asuransi milik negara tersebut.
"Bahwa ini tidak mudah, tapi tetap harus ada skenario-skenario. Yang pertama kemarin Jiwasraya sudah membentuk anak perusahaan Jiwasraya Putra. Dan Jiwasraya Putra ini sudah diberikan konsesi untuk mengcover asuransi beberapa BUMN," ujarnya di Hotel Mulia, Jakarta, Selasa 10 Desember 2019.
Anak usaha tersebut akan menarik investor. Sehingga dengan menjalankan bisnis, maka anak usaha bisa menambah cashflow (aliran dana) kepada usaha induknya.
"Jiwasraya Putra ini akan melakukan, menarik investor. Karena kan ini bisnisnya sudah ada, sehingga dengan hasil itu bisa untuk men top up cashflow. Tolong nanti cek perkembangannya pengurus Jiwasraya bagaimana prosesnya. Itu step pertama," jelasnya.
Langkah ke dua, kata Wimboh adalah, mempersiapkan mitigasi jangka panjang. Dalam hal ini, OJK telah berkerjasama dengan pemerintah, pemilik dan Kementerian BUMN untuk memperkuat bisnis Jiwasraya.
"Step kedua berikutnya untuk jangka panjang yakni sudah lagi dibicarakan dengan pemerintah, pemilik, bumn bagaimana skenario jangka menengah panjangnya. Sehingga cashflow jangka pendek teratasi dengan cara tadi dan ke depan jangka menengah panjang ada program bagaimana memperkuat bisnis Jiwasraya," tandasnya.