Sri Mulyani: Ekonomi Dunia Banyak Tekanan di Awal 2020

Di awal 2020 ekonomi dunia sempat membaik dengan adanya kesepakatan dagang antara AS dengan China. Namun kemudian kembali bergejolak karena adanya virus Corona.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Jan 2020, 14:10 WIB
Diterbitkan 28 Jan 2020, 14:10 WIB
Sri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 TSri Mulyani Mencatat, Defisit APBN pada Januari 2019 Capai Rp 45,8 T
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). Kemenkeu mencatat defisit APBN pada Januari 2019 mencapai Rp45,8 triliun atau 0,28 persen dari PDB. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonomi dunia nampaknya masih menghadapi kondisi sulit memasuki awal 2020. Sempat sejuk setelah China dan Amerika Serikat (AS) melakukan persetujuan termin pertama untuk meredakan perang dagang pada akhir 2019, ekonomi dunia kemudian digemparkan oleh merebaknya Virus Corona.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ekonomi dunia pada awal Januari sempat membaik dari sisi pertumbuhan dan juga perdagangan. Bahkan beberapa pihak menganggap ekonomi dunia akan segera mengalami perbaikan.

"Tahun 2020 ada optimisme. Namun dengan waktu hanya kurang dari seminggu optimisme itu kemudian berbalik. Semua outlook menggambarkan dunia mengalami recovery 2020. Ini terlihat dari sisi pertumbuhan atau pun dari trade-nya," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (28/1/2020).

Masih pada awal 2020, ekonomi dunia juga dikagetkan dengan konflik Amerika Serikat dan Iran. Kedua negara ini berseteru akibat dibunuhnya Mayor Jenderal Qasem Soleimani yang merupakan jenderal dengan posisi cukup tinggi di Iran.

"Memasuki Januari, langsung terjadi hubungan volatile antara Amerika dengan Iran. Dengan dibunuhnya jenderal yang cukup tinggi posisinya di Iran. Ini jadi salah satu yang haunting kondisi di middle east dan potensi politik di AS juga meningkat karena ada impeachment Trump," jelasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Corona

Terakhir yang tak kalah membuat gempar adalah penyebaran Virus Corona di China. Kekhawatiran terhadap virus tersebut membuat sejumlah investasi terganggu. Bahkan saham-saham banyak berguguran karena mulai tak percaya virus tersebut bisa diantisipasi.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menambahkan, saat ini yang harus dilakukan oleh seluruh negara adalah adu menjaga kepercayaan investor agar tetap mau menanamkan dananya. "Sekarang ini salah satu battle peperangan besar adalah menjaga kepercayaan. Dengan volatile yang terus meningkat, yang muncul adalah risiko confidence yang melemah," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya