Ekspor Freeport Indonesia Tak Terganggu Virus Corona

Merebaknya wabah virus Corona menyebabkan beberapa aktivitas ekspor-impor mengalami gangguan.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 19 Feb 2020, 17:30 WIB
Diterbitkan 19 Feb 2020, 17:30 WIB
Bos Freeport Rapat Bareng DPR
Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Tony Wenas mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI di komplek Parlemen, Jakarta, Rabu (19/2/2020). DPR meminta Freeport menjelaskan perkembangan pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) tembaga. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Merebaknya wabah virus Corona menyebabkan beberapa aktivitas ekspor-impor mengalami gangguan. Lalu bagaimana dengan ekspor tembaga PT Freeport Indonesia?

Juru Bicara PT Freeport Indonesia (PTFI), Riza Pratama, menjelaskan bahwa ekspor tembaga sejauh ini belum terganggu.

"So far sih belum ada pengiriman ke China, jadi tidak terganggu." terangnya usai rapat dengan Komisi VII pada Rabu (19/02/2020).

Riza menambahkan bahwa sejauh ini ekspor paling banyak ke Jepang dan Korea. Sehingga ekspor tambang Freeport Indonesia tak alami gangguan terkait virus Corona.

Untuk diketahui, PTFI telah menghentikan produksi tambang terbuka Grasberg di Papua. Dari wilayah pertambangan tersebut, Freeport mencatat produksi emas mencapai 46 juta ounce selama periode 1990-2019.

Namun, produksi Freeport tahun lalu turun drastis. Sepanjang 2019, Freeport hanya mampu memproduksi emas sebanyak 863 ribu ounce dari tahun sebelumnya sebesar 2.416 ribu ounce. Sedangkan penjualan emas tahun lalu hanya 973 ribu, turun dibandingkan penjualan 2018 sebesar 2,36 juta ounce.

Sepanjang 2019, Freeport hanya mampu memproduksi tembaga sebesar 607 juta pound dari tahun sebelumnya sebesar 1,16 juta pound. Untuk penjualan tembaga tahun lalu tercatat mencapai 667 juta pound, turun dibandingkan 2018 sebesar 1,13 juta pound.

Di tengah masa transisi penambangan dari open pit ke underground mining, ekspor PTFI memang anjlok. Pada periode sebelumnya (15 Februari 2018-15 Februari 2019), jumlah kuota ekspor PTFI mencapai 1,25 juta ton.

 

Pelaku Industri di Batam Ketar-ketir Kekurangan Bahan Baku Akibat Wabah Corona

Penerbangan dari Kota Pusat Wabah Virus Corona Ditutup
Penerbangan dari Wuhan Ditutup: Pelancong berjalan melintasi papan informasi tentang penerbangan dari Wuhan telah dibatalkan di Bandara Internasional Ibu Kota Beijing pada Kamis (23/1/2020). China menangguhkan semua transportasi dari dan ke kota pusat penyebaran virus corona. (AP/Mark Schiefelbein)

Dampak dari mewabahnya Virus Corona tidak hanya menganggu  sektor industri di Singapura. Batam sebagai tumpuan investor Singapura juga mengalami kekhawatiran akan berkurangnya bahan baku industri yang diimpor .

Hal itu menjadi keresahan bagi para pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Kawasan Industri (HKI) Kepri.

Hampir 50 persen bahan baku yang digunakan untuk beroperasi di Batam didatangkan dari China. Sementara, saat ini negara tersebut tengah menjadi sorotan oleh adanya Virus Corona, yang berimbas tutup dan tidak beroperasinya beberapa perusahan yang menyuplai bahan baku.

“Terhentinya operasional dari perusahaan di Tiongkok oleh merebaknya Virus Corona menimbulkan kekhawatiran dan sedikit banyak berpengaruh ke Industri di Batam. Khususnya yang mendatangkan bahan baku dari Tiongkok,” jelas Wakil Koordinator HKI Kepri Tjaw Hoeing saat ditemui di Bidang Marketing Badan Pengusahaan (BP) Batam, Rabu pada (19/2/2020).

Terkait bahan baku, tambahnya, ada beberapa Penanaman Modal Asing (PMA) yang sudah mengeluh terkait terlambatnya pengiriman.

 

 

 

Mengingat, perusahaan di China libur saat Imlek dan memperpanjang lagi hingga akhir Februari akibat merebaknya virus Corona.

“Dan hal ini akan berpotensi bahan baku kita tak bisa impor dari Tiongkok. Pengaruhnya sangat besar. Kalau bahan baku dari China tak bisa masuk karena shutdown-nya operasional di sana, maka akan potensi masalah besar di produksinya,” katanya.

Sementara, impor dari China rata-rata 50 persen sehingga sangat signifikan. “Antisipasinya yang dilakukan para pengusaha adalah mencari open market atau bahan baku melalui Eropa. Itu alternatifnya untuk sementara,” ujarnya.

Dan jika kondisi ini terus berkelanjutan, bisa dipastikan akan menimbulkan dampak terburuk, yaitu banyak karyawan yang akan dirumahkan.

“Yang kita takutkan shutdown di China itu terus berlanjut. Tapi kita tak tahu ini terjadi atau tidak. Untuk itu, kita harus mencari solusilah. Karena tak hanya Indonesia, globalnya ada China. Jadi bukan masalah Indonesia saja sebenarnya. Dan dampak yang paling terburuknya adalah bakal ada karyawan yang dirumahkan hingga adanya kejelasan terkait bahan baku ini,” terangnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya