Sri Mulyani Siapkan Rp 12 Triliun Tambal Defisit BPJS Kesehatan

Untuk tahun ini, pemerintah mengalokasikan dana Rp 26,7 triliun untuk pembayaran bagi peserta PBI di BPJS Kesehatan.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Feb 2020, 20:47 WIB
Diterbitkan 19 Feb 2020, 20:47 WIB
Iuran BPJS Kesehatan Naik
Petugas BPJS Kesehatan melayani warga di kawasan Matraman, Jakarta, Rabu (28/8/2019). Menkeu Sri Mulyani mengusulkan iuran peserta kelas I BPJS Kesehatan naik 2 kali lipat yang semula Rp 80.000 jadi Rp 160.000 per bulan untuk JKN kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp110.000 per bulan. (merdeka.com

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyiapkan suntikan modal bagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebesar Rp 12 triliun. Dana talangan ini nantinya digunakan untuk menambal defisit BPJS Kesehatan yang diperkirakan masih ada sekitar Rp 15,5 triliun.

"Belanja bansos untuk BPJS Febuari-April segera dicairkan Rp 12 triliun agar mampu meningkatkan kemampuan bayar tagihan yang saat ini masih outstanding Rp 15,5 triliun," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, di Jakarta, Rabu (19/2/2020).

Hingga akhir Januari 2020, penyaluran peserta penerima bantuan iuran (PBI) di BPJS Kesehatan sebesar Rp 4,03 triliun. Anggaran ini telah menjangkau 96 juta jiwa.

Untuk tahun ini, pemerintah mengalokasikan dana Rp 26,7 triliun untuk pembayaran bagi peserta PBI di BPJS Kesehatan. Pembayaran diperuntukan bagi 96,8 juta jiwa dengan besaran iuran Rp 42.000 per bulan.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan memperkirakan defisit BPJS Kesehatan hingga per hari ini berada di posisi Rp 15,5 triliun. Angka ini menurun dari jumlah defisit yang diperkirakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada akhir tahun 2019 yang mencapai Rp 32 triliun.

Dia mengatakan, jumlah posisi defisit ini lebih rendah dikarenakan pihaknya sudah menyuntikkan modal sebesar Rp 13,5 triliun pada 2019.

Jumlah itu diperuntukkan untuk membayar selisih iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI) pusat dan daerah, serta peserta penerima upah (PPU) dari pemerintah

"Dengan adanya Perpes itu kami bisa berikan Rp 13,5 triliun kepada BPJS untuk periode dari Agustus-Desember untuk tambahan, dan ini kurangi potensi defist BPJS dari Rp 32 triliun menjadi masih posisi Rp 15,5 triliun," kata dia di DPR RI, Jakarta, Selasa (17/2).

Sri Mulyani menyebut, keputusan menambal sebesar Rp 13,5 triliun berdasarkan kesimpulan rapat gabungan antara Komisi IX dan Komisi XI bersama Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, DJSN, jajaran direksi BPJS Kesehatan pada Desember lalu.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Meski DPR Minta Dibatalkan, Pemerintah Tetap Naikkan Iuran BPJS Kesehatan

Iuran BPJS Kesehatan Naik
Petugas BPJS Kesehatan melayani warga di kawasan Matraman, Jakarta, Rabu (28/8/2019). Sedangkan, peserta kelas mandiri III dinaikkan dari iuran awal sebesar Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 per bulan. Hal itu dilakukan agar BPJS Kesehatan tidak mengalami defisit hingga 2021. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Pemerintah memastikan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tetap berlaku sekalipun anggota DPR RI banyak yang melakukan penolakan. DPR sendiri meminta pemerintah membatalkan kenaikan iuran tersebut sebelum proses pembersihan data (cleansing) selesai.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, mengatakan iuran tetap akan naik sesuai dengan aturan yang berlaku. Menurutnya, DPR tak bisa mengintervensi keputusan tersebut.

"Tetap berlaku sesuai bunyi Perpres," katanya saat dikonfirmasi di DPR, Jakarta, Selasa (17/2/2020).

Dalam rapat kerja gabungan antara DPR dengan pemerintah mengenai iuran BPJS Kesehatan tidak menghasilkan kesimpulan atau. Dalam rapat tersebut hanya ada kesepaktan bahwa pemerintah harus menyelesaikan proses pembersihan data agar data peserta tidak tumpang tindih.

Ketua DPR RI, Puan Maharani meminta pemerintah segera menyelesaikan proses pembersihan data sambil menyamakan persepsi denga pihak parlemen dalam keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Dengan begitu diharapkan persoalan ini dapat segera beres.

"Hasil dari pertemuan ini adalah kami pimpinan harap antara DPR dan pemerintah bisa samakan persepsi bahwa ada keinginan dari DPR untuk kemudian tidak menaikkan iuran namun dengan argumentasi pemerintah, maka kami minta 19,1 juta yang saat ini merasa keberatan atau belum tertampung karena belum bisa bayar iurannya bisa kemudian dimasukkan dalam data PBI 30 juta jiwa yang sekarang ini sedang diupdate oleh Mensos," kata Puan.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya