Pengusaha Khawatir Cukai Minuman Berpemanis Pangkas Daya Beli Masyarakat

Pengusaha menilai kebijakan cukai untuk minuman berpemanis tidak tepat sasaran.

oleh Athika Rahma diperbarui 24 Feb 2020, 09:00 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2020, 09:00 WIB
20160823-Minuman Soda
Ilustrasi Foto Minuman berpemanis. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Baru-baru ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani mencanangkan pengenaan cukai untuk minuman berpemanis, dengan tarif mulai dari Rp 1.500 hingga Rp 2.500 per liter.

Hal tersebut dilakukan untuk menjaga gaya hidup masyarakat Indonesia yang mengalami obesitas gara-gara sering mengkonsumsi makanan dan minuman manis.

Namun, pengusaha menilai hal ini tidak tepat sasaran. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman menyatakan, justru pengenaan cukai akan menaikkan harga dan menurunkan daya beli.

"Kami pernah melakukan kajian bahwa pengenaan cukai akan menaikkan harga dan menurunkan daya beli masyarakat. Pada dasarnya belum ada data yang menunjukkan pengenaan cukai bisa menurunkan PTM (Penyakit Tidak Menular) dan obesitas," ujar Adhi saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (23/02/2020).

Lebih lanjut, Adhi menyarankan ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk menurunkan tingkat PTM dan obesitas, antara lain mengedukasi konsumen, melakukan reformulasi produk serta mencari alternatif pemanis yang lain.

"Mengedukasi konsumen, meskipun belum terorganisir dengan baik, namun bisa jadi potensi gerakan nasional yang diharapkan dampaknya bagus," imbuhnya.

Adapun, peran produk pangan olahan ialah 30 persen dari total konsumsi pangan sehingga jika cukai tersebut diberlakukan, kemungkinan besar akan mempengaruhi kontribusi konsumsi pangan dalam jumlah yang lumayan besar.

"Jadi pengenaan cukai untuk menurunkan PTM dan obesitas ini tidak tepat sasaran," kata Adhi mengakhiri.

Sri Mulyani Usul Minuman Berpemanis Kena Cukai

Minuman manis
Berdasarkan studi, ternyata minuman manis bisa membuat orang meninggal lebih dini (Dok.Pixabay)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengajukan usulan pengenaan cukai minuman berpemanis kepada Komisi XI DPR RI.

"Minuman berpemanis ini apabila disetujui (Komisi XI) menjadi objek cukai, maka kami untuk tahap ini mengusulkan," katadia di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta, Rabu (19/9/2020).

Terkait, minuman berpemanis yang dikenakan cukai, Dia menyasar produk yang mengandung pemanis dari gula maupun buatan (sintetik).

"Yang sudah siap konsumsi, jadi kaya kopi sachet, yang isi banyak sekali gulanya," imbuhnya.

Terkait tarif cukai yang dikenakan minuman berpemanis, produk teh kemasan dikenakan cukai Rp.1.500 per liter, dengan jumlah produksi 2.191 juta liter ditargetkan penerimaan negara sebesar 2,7 triliun.

Untuk minuman berkarbonasi di patok Rp.2.500 per liter dengan total produksi 747 juta liter dapat memberikan pemasukan Rp 1,7 triliun.

Sedangkan, produk minuman berpemanis lainnya, seperti energi drink, kopi, konsentrat, dan lain-lain dikenakan tarif Rp 2.500 per liter dengan jumlah produksi 808 juta liter yang ditaksir mencapai Rp 1,85 triliun.

"Apabila ini dikenakan akan mendapat penerimaan Rp.6,25 triliun," paparnya.

Ia menegaskan untuk saat ini aturan tarif cukai tersebut belum diberlakukan, ia akan menggunakan skema multi tarif yang didasarkan kandungan pemanis didalamnya.

"Tarif berdasarkan kandungan gula dan pemanis buatan, jika kandungan tinggi maka cukainya juga lebih tinggi," terangnya.

Untuk diketahui, tidak semua minuman berpemanis dikenakan cukai. Ia mengusulkan adanya pengecualian tarif cukai untuk produk yang dibuat dan di kemas non pabrikasi, madu dan jus sayur tanpa gula, dan barang di ekspor yang mudah rusak dan musnah.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya