Alasan Pencabutan Bebas Cukai Rokok dan Minuman Alkohol di Batam

Pemerintah memutuskan mencabut pembebasan cukai atas barang konsumsi berupa barang kena cukai di KPBPB.

oleh Agustina Melani diperbarui 17 Mei 2019, 18:47 WIB
Diterbitkan 17 Mei 2019, 18:47 WIB
20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Petugas memperlihatkan rokok ilegal yang telah terkemas di Kantor Dirjen Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan mencabut pembebasan cukai atas barang konsumsi berupa barang kena cukai di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPBPB) atau free trade zone (FTZ) di Batam, Bintan Karimum, dan Tanjung Pinang.

Hal itu berlaku 17 Mei 2019. Kebijakan ini diberlakukan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaksanakan kajian optimalisasi penerimaan negara di KPBPB pada  2018.

Dari kajian itu ada sejumlah hasil yang ditemukan antara lain ada perluasan ruang lingkup pemberian fiskal terhadap barang konsumsi akibat tidak jelasnya definisi ruang lingkup barang konsumsi yang membuka diskresi oleh pejabat yang berakibat tingginya penyelundupan barang-barang konsumsi dari KPBPB terutama Batam.

Selain itu, ditemukan indikasi penyalahgunaan dan ketidaktepatan insentif fiskal di KPBPB antara lain pembebasan cukai 2,5 miliar batang rokok senilai Rp 945 miliar (tahun 2018).

Hasil kajian KPK juga menemukan praktik-praktik pemasukan secara melanggar hukum atas barang yang terkena larangan/pembatasan melalui KPBPB ke wilayah pabean lainnya.

KPK pun merekomendasikan untuk mengevaluasi secara komprehensif atas pembentukan KPBPB. Selain itu, evaluasi komprehensif mencakup opsi antara lain penghentian pemberian pembebasan bea masuk, pajak dan cukai untuk barang konsumsi di KPBPB.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Selanjutnya

20160930- Bea Cukai Rilis Temuan Rokok Ilegal-Jakarta- Faizal Fanani
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dengan menindaklanjuti rekomendasi KPK itu, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Bidang Perekonomian) telah rapat koordinasi dengan pimpinan KPK, Menteri/Kepala Lembaga, Gubernur Kepulauan Riau, bupati/walikota, Kepala Badan Pengusahan (BP) KPBPB pada 28 Maret 2019. 

Selain itu juga dilaksanakan rapat koordinasi teknis pada 11 Maret 2019, 3 Mei 2019, dan 8 Mei 2019.

Hasil rapat itu memutuskan beberapa hal terkait pembebasan cukai barang konsumsi yang berupa barang kena cukai.

Disepakati segera melaksanakan rekomendasi KPK dengan mencabut pemberian fasilitas cukai. Hal ini mempertimbangkan Undang-Undang Nomor39 Tahun 2007 tentang cukai mengatur rokok dan minuman beralkohol termasuk jenis barang kena cukai dan Undang-Undang Cukai tidak memberikan pembebasan atas pemasukan KPBPB.

Selain itu, ketentuan pasal 17 (ayat 2) Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2012 mengatur pemasukan barang kena cukai untuk kebutuhan konsumsi di KPBPB "dapat" diberikan pembebasan cukai.

"Dengan demikian Peraturan Pemerintah ini tidak mewajibkan pemberian pembebasan cukai, sehingga pencabutan fasilitas pembebasan cukai tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah 10 Tahun 2012," tulis Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi.

Untuk mengantisipasi peningkatan permintaan cukai, kepala kantor yang membawahi pabrik hasil tembakau di tempat lain dalam daerah pabean agar mempercepat proses pelayanan P3C.

Selain itu, kepala kantor yang mengawasi pabrik hasil tembakau di KPBPB agar mempertimbangkan kebutuhan konsumsi di KPBPB tersebut yang sebelumnya tidak menggunakan pita cukai menggunakan pita cukai dalam hal terdapat pengajuan P3C izin kepala kantor.

"Terhadap kemasan BKC khusus kawasan bebas masih bisa digunakan sepanjang dilekati pita cukai," tulis Heru.

 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya