Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dianggap menjadi penyebab meningkatnya angka kecelakaan sepeda motor di Indonesia selama 10 tahun terakhir. Angka kecelakaan meningkat karena Kemenperin mengizinkan kapasitas silinder sepeda kotor di atas 80 cc tanpa mempertimbangkan aspek sosial, budaya dan keselamatan.
Pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata (Unika) Djoko Setijowarno, menyebutkan bahwa lebih dari 10 tahun terakhir ini, angka kecelakaan lalu lintas pengguna sepeda motor tidak pernah turun.
"Akar masalahnya adalah Kementerian Perindustrian, hanya bertujuan menciptakan sepeda motor yang akan laris dan pendapatan negara meningkat,” Kata Djoko kepada liputan6.com, Jakarta, Selasa (3/3/2020).
Advertisement
Baca Juga
Tingginya presentase kecelakaan lalu lintas berkaitan dengan sepeda motor, membuktikan pengendara sepeda motor berisiko tinggi mengalami kecelakaan lalu lintas. Ia pun menegaskan bahwa Direktur Jenderal Hubungan Darat, perlu mengevaluasi uji tipe yang telah diberikan untuk sepeda motor di atas 80 cc, atau dengan cara menghentikan produksi sepeda motor berkapasitas lebih dari 80 cc.
Dalam catatannya ia menjelaskan, sejak 2005, produksi sepeda motor meningkat pesat dan adanya dukungan kebijakan fiskal dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bank Indonesia, dibolehkan uang muka (down payment) 30 persen bahkan tanpa uang muka.
Tentu saja hal itu sangat membantu penjualan sepeda motor laris manis. Sebelum 2005, produksi sepeda motor kisaran 2 juta - 3 juta per tahun. Di 2005, mulai bangkit dan produksi besar-besaran sepeda motor kisaran 7 juta - 8 juta unit kendaraan bermotor setiap tahunnya.
“Agak aneh, ketika akan membeli secara tunai justu dipersulit, akan tetapi membeli secara angsuran dilayani dengan mudah dan cepat. Artinya, bisnis sepeda motor telah menghidupkan banyak sektor. Akan tetapi tanpa disadari beban publik bertambah. Cuma publik tidak terasa, karena mengangsur setiap bulan. Jika ditotal keseluruhannya akan besar jumlah uang yang dibelanjakan ketimbang dengan melunasi di muka,” ujarnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Polusi Udara
Selain itu, dengan meningkatnya produksi dan penjualan sepeda motor menambah tingkat polusi udara diperkotaan sekitar 80 persen, yang dihasilkan dari asap knalpot kendaraan bermotor. Ditambah kesemrawutan berlalu lintas, tidak mau taat aturan berlalu lintas dengan melawan arus, melintas di atas trotoar, berhenti melewati batas garis henti di persimpangan, tidak mengunakan helm.
Bahkan pada 2018, faktanya populasi kendaraan bermotor seluruh Indonesia berjumlah 141.428.052 unit, dan 81,58 persen populasi kendaraan bermotor adalah sepeda motor. Sehingga dominasi sepeda motor ini meningkatkan faktor risiko keterlibatan sepeda motor pada kecelakaan lalu lintas.
Berdasarkan pulau, Pulau Jawa menjadi pulau dengan populasi kendaraan bermotor terbanyak, yaitu 72.329.662 unit atau 51,14 persen. Sementara berdasarkan provinsi, DKI Jakarta adalah provinsi yang memiliki jumlah kendaraan bermotor terbanyak di Indonesia, yaitu 20.770.538 unit (14,6 persen).
“Secara nasional, kepemilikan kendaraan per kapita adalah 0,53 atau setiap dua orang memiliki satu unit kendaraan bermotor. Sementara itu, DKI Jakarta adalah provinsi dengan kepemilikan kendaraan per kapita terbesar di Indonesia. Kepemilikan kendaraan per kapita di DKI Jakarta adalah 1,98 atau setiap orang memiliki dua unit kendaraan bermotor,” ujarnya.
Advertisement
Jalur Bebas Sepeda Motor
Hal itu, menimbulkan disepanjang tahun 2018, dari 196.457 kejadian, 73,49 persen kecelakaan lalu lintas jalan melibatkan sepeda motor. Persentase keterlibatan ini jauh lebih besar dibandingkan dengan jenis kendaraan lainnya.
Padahal sebelumnya sudah ada larangan kebijakan jalur bebas sepeda motor di Jakarta di era Gubernur Basuki Tjahja Purnama (2014-2017) melalui Peraturan Gubernur Nomor 195 Tahun 2014 tentang Pembatasan Lalu Lintas Sepeda Motor. Namun pelarangan itu dihilangkan.
“Karena janji politik demi memenangkan Pilkada. Semestinya hal positif seperti ini bukannya dipolitisasi dijadikan taruhan janji politik, demi memenangkan pilkada. Namun harus tetap didorong untuk menjadikan pengguna jalan mendapatkan rasa aman, nyaman dan selamat dalam perjalanan. Perlu aturan bagus itu dibuat Perda, supaya kebijakan yang sudah berjalan tidak batal seketika karena janji politik,” pungkasnya.