Liputan6.com, Jakarta Dampak pandemi Covid-19 berdampak pada konsumsi minyak dunia. Saat ini, pasokan minyak dunia sangat melimpah. Di sisi lain konsumsi minyak menurun drastis. Hal ini menjadikan harga minyak dunia juga anjlok.
Saking melimpahnya pasokan minyak ini, negara yang tergabung dalam OPEC + sepakat untuk memangkas produksi hampir 10 juta barel per hari mulai Mei 2020.
Menurut laporan Lloyd’s List, saat ini, penyimpanan minyak terapung mencapai rekor tertinggi dalam sejarah. Tercatat lebih dari 275 juta barel minyak yang dilacak oleh Lloyd’s List Intelligence terdapat pada 239 kapal tanker yang berlabuh selama lebih dari dua puluh hari.
Advertisement
"Sekitar 32,6 juta barel adalah produk olahan dalam penyimpanan seperti bensin, diesel atau bahan bakar jet, sementara sisanya adalah minyak mentah, kondensat atau bahan bakar," kata Market Editor Lloyd’s List, Michelle Wiese, Jumat (5/6/2020).
Di sisi lain, melimpahnya stok minyak ini mengakibatkan perusahaan-perusahaan kapal tanker pengangkut minyak meraup untung. Berbeda dengan kapal tanker pengangkut mobil, pelayaran shortsea, dan sektor dry bulk dalam tiga bulan terakhir ini yang justru pendapatannya menurun.
Michelle menilai, permintaan untuk kapal tanker saat ini masih cukup bagus, walau ada pemotongan ekspor minyak mentah selama bulan Mei dan Juni, meskipun harga minyak mentah telah melambung kembali lebih cepat dari yang diperkirakan, karena negara-negara sudah mengurangi pembatasan lockdown.
"Tetapi hal tersebut belum meredakan gangguan pasar sehingga membuat penimbunan minyak di darat meningkat drastis dan menimbulkan penundaan pembongkaran muatan, yang lagi-lagi meningkatkan volume minyak yang harus ditampung di kapal tanker minyak," tambah dia.
Â
Distribusi ke Asia Tersendat
Banyaknya minyak yang disimpan di kapal-kapal tanker ini juga dikarenakan tersendatnya distribusi di wilayah Asia sebagai dampak dari Covid-19.
Lloyd’s List Intelligence mencatat saat ini ada sebanyak 51 juta barel ada di kapal tanker minyak yang berlabuh di luar perairan Singapura dan Malaysia. Selain itu, sekitar 19,2 juta barel berada di lepas pantai Afrika Barat. Dari jumlah tersebut, 26 dari 34 kapal tanker yang terlacak sedang mengangkut produk olahan minyak.
"Salah satu daerah yang paling meningkat pesat dalam penyimpanan minyak terapung saat ini berada di Teluk Saldanha di Amerika Selatan," tegas Michelle.
Yang menarik lagi, dijelaskan Michelle, data penyimpanan terapung juga menyoroti kesulitan Venezuela dalam menjual minyak mentah setelah sanksi AS terhadap divisi pemasaran pedagang minyak raksasa Rosneft.
Padahal pedagang minyak Rusia ini biasanya adalah perantara dalam penjualan minyak Venezuela.
"Enam dari empat belas kapal tanker yang dilacak memuat minyak mentah dari Venezuela menuju Asia telah mengapung selama 7 minggu di lepas pantai Singapura dan Malaysia. Sedangkan dua lainnya sedang berlabuh di Teluk Saldanha, dan sampai saat ini belum ada muatan cargo yang di bongkar," pungkas dia.
Advertisement