Liputan6.com, Jakarta - Menurut data global penggunaan instrumen anti dumping dari tahun 2014-2019 atau lima tahun terakhir, terdapat peningkatan sebesar 36 persen dalam pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD), Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMPT), dan Bea Masuk Imbalan (BMI) secara global.
“Di mana dari 182 kasus di tahun 2013 menjadi 244 kasus di tahun 2018-2019. Tindakan trade remedi yang dilakukan Indonesia sejak tahun 1995-2019 tercatat sebanyak 84 kasus atau kurang 2 persen dari pengenaan trade remedi secara global,” kata Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Srie Agustina, dalam web seminar (webinar) “Trade Remedi di Masa Pandemi: Peluang dan Tantangan”, Senin (8/6/2020).
Lebih lanjut Srie, mengatakan terdapat sepuluh besar negara yang sering menuduh Indonesia melakukan instrumen trade remedi, yakni India 54 kasus, Amerika Serikat 37 kasus, Uni Eropa 37 kasus, Australia 28 kasus, Turki 23 kasusu, Malaysia 19 kasus, Filipina 15 kasus, Afrika selatan 14 kasus, Brazil 11 kasus, dan lainnya 90 kasus.
Advertisement
Baca Juga
Untuk produk ekspor Indonesia yang rentan mengalami tuduhan selama ini adalah produk baja 63 kasus, tekstil 55 kasus, produk kimia 50 kasus, produk mineral 37 kasus, dan produk kayu 52 kasus.
“Untuk anti dumping sejak berdirinya WTO sampai dengan 2019 Indonesia tercatat berada di peringkat ke-8 negara yang paling sering menjadi target dalam penyelidikan dan penerapan anti dumping measure di dunia,” katanya.
Menurutnya, dari 212 jumlah inisiasi penyelidikan anti dumping sejumlah 140 kasus atau sekitar 66 persen dari inisiasi berkahir pada pengenaan BMAD, dengan kata lain tuduhan anti dumping tersebut yang berhasil dipaparkan di tengah jalan dalam proses penyelidikannya adalah 34 persen.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tuduhan Terhadap Indonesia
Selain itu, Srie menyebutkan negara-negara di dunia yang sering menjadi target pengenaan BMAD China 1008 kasus, Korea 283 kasus, Taipe 210 kasus, Amerika Serikat 189 kasus, Jepang 164 kasus, Thailand 161 kasus, India 144 kasus, dan Indonesia 140 kasus.
“Melihat ini kita mengambil sisi positifnya saja, karena Indonesia juga dipandang sebagai kekuatan setara dengan negara-negara industri dunia tersebut, karena Indonesia sendiri emnduduki peringkat ke-8,” ujarnya.
Sementara itu, untuk tuduhan anti subsidi Indonesia menduduki peringkat ke-4 sebagai negara yang paling sering menjadi objek tuduhan anti subsidi, dan negara ke-7 terbesar dunia yang paling sering digunakan BMI setelah China, India, Korea, Uni Eropa, Brazil dan Italia.
“Kita perlu waspada karena tuduhan subsidi melibatkan pemerintah yang dianggap memberikan subsidi secara tidak sah kepada pelaku ekspor, sehingga produk ekspor yang dihasilkan bersaing dengan pasar dunia dengan harga murah yang tidak wajar , dan mendistorsi harga pasar,” ujarnya.
Namun ternyata tidak semua penyelidikan anti subsidi berakhir pada pengenaan atau ahnya 58 persen saja yang berakhir pada pengenaan Bea Masuk Imbalan, sisanya bisa ditangkal. Tentunya setelah kita melakukan pembelaan bersama secara efektif dan terkoordinasi.
Advertisement