Bikin Defisit Melebar, Pemerintah Harus Hati-Hati Suntik BUMN

Pemerintah perlu melihat capaian ataupun kinerja BUMN terhadap perekonomian dalam beberapa tahun ke belakang.

oleh Tira Santia diperbarui 10 Jun 2020, 15:20 WIB
Diterbitkan 10 Jun 2020, 15:20 WIB
Gedung Kementerian BUMN
Gedung Kementerian BUMN (dok: Humas KBUMN)

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom sekaligus Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov, mengatakan bahwa Pemberian stimulus Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perlu hati-hati karena nanti akan ada komplikasi juga ke pelebaran defisit.

“Jadi pemerintah dalam pemberian stimulus khusus ke BUMN perlu hati-hati karena nanti akan ada komplikasi juga ke pelebaran defisit tiga tahun mendatang,” kata Abra dalam diskusi online INDEF, Rabu (10/6/2020).

Menurutnya, dengan adanya covid-19 menyebabkan tekanan ekonomi yang luar biasa besar yang mempengaruhi postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. Ia melihat dari sisi fiskal setelah adanya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 dan Peraturan Presiden nomor 54 tahun 2020, dalam melakukan perubahan APBN yang intinya mempengaruhi pelebaran defisit yang dari 1,76 persen menjadi 5,07 persen.

“Perubahan yang utama ini masih hangat dan kontroversial, tentunya ini bagaimana realokasi anggaran sudah dilakukan secara maksimal atau belum, kemudian belum terlalu lama pembahasan perubahan APBN yang pertama, ini muncul yang kedua ada rencana Kementrian Keuangan untuk menambah lagi defisit APBN menjadi 6, 27 persen,” ungkapnya.

Tentunya pelebaran defisit itu salah satunya memang dipengaruhi oleh stimulus untuk BUMN, yang nanti ada kaitannya dengan tambahan stimulus untuk konsumsi, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), dan BUMN, yang terlebih lagi akan memberikan implikasi pada pelebaran defiist.

“Jadi pemerintah kurang clear dan detail, sebenarnya mana alokasi yang sudah masuk ke APBN 2020 dan mana yang diusulkan untuk tambahan itu. Jadi kesannya itu memang konsumsi besar padahal sebagain besar sudah ada di APBN 2020,” ujarnya.

 

Agen of Development

20160725-Gedung Kementrian BUMN-AY
Gedung Kementrian BUMN. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kendati begitu, terkait dengan keinginan pemerintah mendukung BUMN sebagai agen of development perlu melihat capaian ataupun kinerja BUMN terhadap perekonomian dalam beberapa tahun ke belakang. Ia pun membandingkan kontribusi laba bersih BUMN terhadap total produk domestik bruto (PDB) Indonesia dari data terkahir yang ia himpun di tahun 2014-2018.

“Kalau kita melihat dari beberapa indikator, misalnya indikator rasio laba bersih BUMN terhadap PDB nasional saja angkanya relative menurun dibanding 2014 waktu itu kontribusi laba bersih BUMN terhadap PDB nasional itu 1,5 persen, kemudian di 2015 menurun 1 persen, 2016 1,4 persen, 2017 1,4 persen, dan 2018 turun menjadi 1 persen,” uajrnya.

Selain itu juga misalnya total aset PDB itu juga relatif terhenti di dua tahun terakhir yakni tahun 2016 dan 2017. Ia juga membandingkan dengan BUMN negara lain yang diperoleh sumber dari PwC strategy dan analysis tahun 2014, kontribusi BUMN Indonesia terhadap PDB relatif kecil hanya sekitar 1,3 persen, sedangkan Temasek Holdings yang merupakan sebuah perusahaan investasi Pemerintah Singapura mencapai 5 persen, dan BUMN China 3,1 persen.

Oleh karena itu, Abra menegaskan agar Pemeritah harus berhati-hati dalam memberikan dana PEN untuk BUMN.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya