Jadi Fokus Pemerintah, 6 Provinsi Ini Penyumbang 70 Persen Kasus Covid-19

Menko Luhut menyatakan penanganan Covid-19 semakin baik mengingat secara nasional angka recovery rate adalah 52,5 persen, dengan 24 provinsi memiliki angka recovery rate di atas 50 persen.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Jul 2020, 11:30 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2020, 11:30 WIB
FOTO: Ratusan Pengemudi Ojek Online Ikuti Swab Test Gratis di Tangsel
Pengemudi ojek online menjalani swab test COVID-19 di Alam Sutra, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (21/7/2020). Swab test gratis tersebut digelar di tengah kasus COVID-19 yang terus bertambah di beberapa daerah di Indonesia. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan bertemu dengan lembaga pemeringkat kredit, Moody’s Investors Service, pada Senin (20/7) lalu.

Pertemuan bermaksud untuk memberikan gambaran mengenai kondisi ekonomi dan iklim investasi di Indonesia serta apa saja langkah pemerintah dalam mengelola keuangan di tengah situasi sulit akibat pandemi.

Dalam kesempatan tersebut, Menko Luhut menyatakan penanganan Covid-19 semakin membaik. Mengingat secara nasional angka recovery rate adalah 52,5 persen, dengan 24 provinsi memiliki angka recovery rate di atas 50 persen.

Sehingga ke depan pemerintah akan fokus mengawasi penanganan Covid-19 di Provinsi Jawa Timur, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Kalimantan Selatan. Sebab enam provinsi tersebut menyumbang hingga 70 persen dari jumlah kasus nasional.

"Berbagai bantuan dan stimulus juga sudah disiapkan untuk membantu perekonomian nasional. Sejauh ini total sudah Rp 695,2 triliun disiapkan pemerintah untuk memberi stimulus ekonomi, termasuk jaring pengaman sosial yang menjangkau hingga 40 persen masyarakat miskin," terang Juru Bicara Menko Marves, Jodi Mahardi.

Peran Bank Sentral juga diperluas agar bisa ikut mendukung penanganan Covid-19 dengan salah satunya membeli obligasi pemerintah. Hal tersebut bukanlah praktik yang dilarang, terutama dalam ketidakpastian situasi seperti yang terjadi saat ini.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kebijakan Fiskal

IHSG Berakhir Bertahan di Zona Hijau
Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kebijakan fiskal untuk memberi stimulus perekonomian menyebabkan defisit terhadap APBN mengalami ekspansi hingga 6,3 persen. Namun hal itu hanya akan berlangsung untuk tahun ini, karena setelah pandemi berakhir, pemerintah akan mulai melakukan konsolidasi fiskal sampai tahun 2022.

Sehingga di 2023, angka defisit akan kembali di bawah 3 persen. Defisit tersebut sebenarnya masih tergolong rendah jika dibandingkan negara lain.

Hal itu dikarenakan, yang terpenting adalah kebijakan tersebut digunakan secara benar dan tepat sasaran. Seperti stimulus kesehatan sebesar Rp 87,5 triliun, jaring pengaman sosial Rp 203,9 triliun, insentif pajak Rp 120,6 triliun, dan stimulus untuk UMKM yang mencapai Rp 123,46 triliun.

"Semua digunakan untuk hal yang bermanfaat dan membantu masyarakat. Pengelolaan fiskal ini dilakukan secara prudent dan sangat disiplin, sehingga defisit bisa terjaga dengan relatif baik," jelasnya.

 

 


Belanja Pemerintah

IHSG Berakhir Bertahan di Zona Hijau
Tumpukan uang kertas pecahan rupiah di ruang penyimpanan uang "cash center" BNI, Kamis (6/7). Tren negatif mata uang Garuda berbanding terbalik dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mulai bangkit ke zona hijau. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Oleh karena itu, nantinya belanja pemerintah akan dipercepat untuk mendorong konsumsi dan juga menjaga sektor usaha kecil dan menengah agar bisa bertahan di tengah situasi pandemi.

Pemerintah juga akan mendorong investasi agar lebih banyak masuk ke Indonesia, serta mempercepat proses investasi yang sudah masuk agar bisa segera direalisasikan, terutama di bidang hilirisasi.

Kemudahan berinvestasi juga diyakini akan semakin baik dengan adanya Omnibus Law yang prosesnya masih berjalan di DPR-RI. Selama periode 2015-2019, total investasi di hilirisasi tambang sudah mencapai 40 miliar dollar AS.

Ekspor besi dan baja sendiri bisa menembus angka 9 miliar dollar AS. Sedangkan untuk sektor nikel, nilai ekspornya sudah mencapai 14 miliar dollar AS. Sektor ini akan sangat berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia ke depan.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya