Insentif Pekerja Bergaji di Bawah Rp 5 Juta Dikucurkan di Kuartal III dan IV

Insentif untuk pekerja bergaji di bawah Rp 5 juta diberikan kepada 13,8 juta tenaga kerja formal yang tercatat pada BPJS Ketenagakerjaan.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 07 Agu 2020, 16:23 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2020, 16:00 WIB
Menteri ESDM Arifin Tasrif Buka Jakarta Energy Forum 2020
Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin memberi sambutan di Jakarta Energy Forum 2020, Jakarta (2/3/2020). Acara ini bertema ‘The Future of Energy’ yang re-inisiasi mengembangkan kolaborasi berkelanjutan dengan Pemerintah, Korporasi, Institusi Keuangan dan Pendidikan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Satuan Tugas (Satgas) Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, pemerintah dalam waktu dekat ini akan segera menyalurkan insentif Rp 2,4 juta untuk para pekerja formal dengan gaji di bawah Rp 5 juta per bulan.

Budi Gunadi mengatakan, bantuan yang diberikan kepada pekerja dengan gaji di bawah Rp 5 juta tersebut akan diberikan dalam dua tahap, yakni sebesar Rp 1,2 juta pada kuartal III dan IV 2020 ini.

"Kita rencananya akan memberikan Rp 600 ribu per bulan selama 4 bulan, dan diberikan dalam dua tahap. Tahap pertama akan dilakukan di kuartal ketiga, tahap kedua akan dilakukan di kuartal keempat," jelas BGS dalam sesi teleconference, Jumat (7/8/2020).

Menurut keterangannya, pemberian bantuan sosial (bansos) tersebut akan dilakukan secara cash transfer melalui rekening tenaga kerja yang terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan.

"Bantuan ini akan diberikan langsung ke rekening tenaga kerja yang terdaftar di BPJS Tenaga Kerja. Cash langsung ke rekening tenaga kerja yang terdaftar di BPJS Tenaga Kerja," jelasnya.

"Karena orang-orang ini belum di-PHK, masih terdaftar dan terbukti di BPJS Tenaga Kerja, masih bayar iurannya dengan pendapatan ekuivalen di bawah Rp 5 juta. Sebagian besar diantaranya pekerja bergaji Rp 2-3 juta," dia menambahkan.

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


13,8 Pekerja Formal

Pembentukan Tim Penanganan Covid-19 dan Pemulihan
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kanan) berbincang dengan Kepala BNPB Letjen TNI Doni Monardo, Menteri BUMN Erick Thohir dan Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (20/7/2020). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/POOL)

Budi Gunadi menuturkan, bantuan tersebut diberikan kepada sekitar 13,8 juta tenaga kerja formal yang tercatat pada BPJS Ketenagakerjaan. Insentif disalurkan lantaran pemerintah percaya banyak diantara mereka yang statusnya dirumahkan sementara atau terkena pemotongan gaji akibat wabah pandemi Covid-19.

"Hasil kerjasama dengan BPJS Tenaga Keeja, teridentifikasi tenaga kerja formal yang gajinya di bawah 5 juta, mayoritas Rp 2-3 juta, itu jumlahnya ada 13,8 juta. Ini di luar BUMN dan PNS yang gajinya belum dipotong," ujar dia.


Insentif Pekerja Bergaji di Bawah Rp 5 Juta Dinilai Tak Adil

FOTO: Kurangi PHK, Pemerintah Beri Kelonggaran Pegawai di Bawah 45 Tahun
Pegawai pulang kerja berjalan di trotoar Jalan Sudirman, Jakarta, Selasa (12/5/2020). Pemerintah memberi kelonggaran bergerak bagi warga berusia di bawah 45 tahun untuk mengurangi angka pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat pandemi virus corona COVID-19. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Pemerintah berencana memberikan insentif kepada pegawai non-ASN dengan gaji dibawah Rp 5 juta. Melalui kebijakan ini, diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat dalam program pemulihan ekonomi nasional.

Meski disambut baik, kebijakan ini tetap menuai kritik. Sebab tak semua masyarakat Indonesia bekerja di sektor formal.

 

“Saya kira kebijakan itu baik. Tapi harus diimbangi dengan peningkatan bantuan langsung tunai kepada masyarakat di sektor informal,” ujar ekonom Piter Abdullah kepada Liputan6.com, Kamis (6/8/2020).

Menurutnya, harus ada keadilan bagi masyarakat lain yang bekerja di sektor informal. Di sisi lain, Piter juga menyebutkan bahwa kebijakan ini cukup membantu daya beli. Namun belum tentu meningkatkan konsumsi.

“Turunnya konsumsi disebabkan dua hal. Pertama menurunnya daya beli sebagian masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan income. Kedua, turunnya minat konsumsi masyarakat kelompok menengah atas yang punya uang akibat terbatasnya aktivitas ekonomi di tengah wabah,” kata Piter.

Sementara, Piter menilai bantuan pemerintah hanya membantu masyarakat yang kehilangan pendapatan. Tapi tidak menggantikan semua pendapatan hilang.

“Dengan demikian walaupun sudah ada bantuan pemerintah, daya beli tetap turun konsumsi juga akan tetap terkontraksi,” tutur dia.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya