Liputan6.com, Jakarta - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai pemerintah gagal mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen pada 2019. Kegagalan pencapaian target pertumbuhan ekonomi dinilai bahkan sudah terjadi sejak 2015
Anggota DPR Fraksi PKS Rofik Hananto mengatakan, pemerintah belum mampu memenuhi target pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2019 sebesar 5,3 persen. Pada 2019 pertumbuhan ekonomi hanya 5,02 persen.
Baca Juga
"Fraksi PKS mencermati tidak tercapainya pertumbuhan ekonomi dalam APBN sudah terjadi sejak 2015 dan terus terjadi hingga akhir periode pemerintahan lalu," ujar Rofik saat memberikan tanggapan RUU Pelaksanaan APBN 2019, Jakarta, Selasa (18/8).
Advertisement
Kegagalan tersebut menyebabkan upaya menekan kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan pendapatan semakin lamban. PKS juga menilai tidak tercapainya target RPJMN 2015-2019 menjadi catatan tidak baik bagi pemerintah.
"Kondisi tersebut menunjukkan pemerintah belum sepenuhnya mampu memenuhi keinginan rakyat mewujudkan kesejahteraan," kata Rofik.
Terkait pertumbuhan ekonomi yang sangat bergantung pada konsumsi, dianggap tidak berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi karena hanya mengandalkan konsumsi. Porsi konsumsi pada PDB 2019 mencatat 56,62 persen meningkat dibandingkan 55,6 persen pada 2018.
"Hal ini menunjukkan ekonomi nasional tidak bagus karena ekonomi nasional bergantung pada konsumsi. Peran belanja pemerintah hanya 8,75 persen. Angka ini sangat rendah untuk mendukung ekspansi pemerintah," jelasnya.
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Â
** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020
Sri Mulyani Sebut Ekonomi Indonesia Bakal Minus 1,1 Persen di 2020
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan ekonomi Indonesia akan memasuki zona merah pada tahun ini. Yakni -1,1 persen hingga 0,2 persen.
"Perkiraan terakhir setelah melihat realisasi kuartal II, kita perkirakan -1,1 hingga 0,2 persen. Artinya bergeser ke arah negatif atau mendekati 0," ujar Menkeu dalam Konferensi Pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2021, Jumat (14/8/2020).
Sebelumnya, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2020 akan berada pada kisaran -0,4 persen hingga 2,3 persen. Namun, pemerintah kembali merevisi prediksi tersebut setelah ekonomi Indonesia pada kuartal II/2020 terkontraksi cukup dalam, yaitu minus 5,32 persen secara year-on-year (yoy).
Bahkan, Sri Mulyani mengatakan konsumsi rumah tangga diperkirakan akan terkontraksi cukup dalam tahun ini, yaitu pada kisaran -1,3 hingga 0 persen. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi hingga akhir 2020 atau full year akan sangat dipengaruhi pada pencapaian pada kuartal III/2020.
Dia menambahkan semua sektor ekonomi akan berada di zona negatif dimana konsumsi rumah tangga, investasi dan kinerja ekspor dan impor akan terus tertekan. "Karena investasi juga akan negatif dan san ekspor dan impor akan mengalami tekanan luar bisa dan konsumsi rumah tangga masih lemah," tandasnya.
Menkeu mengungkapkan pemulihan ekonomi pada 2021 juga akan sangat bergantung pada penanganan pandemi virus Corona, terutama efektivitas penanganan Covid-19 di masyarakat, ketersediaan vaksin, hingga dukungan fiskal yang masih akan tetap dijalankan tahun depan.
Advertisement
Jokowi Targetkan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 4,5-5,5 Persen di 2021
Pemerintah menargetkan ekonomi Indonesia di 2021 tumbuh positif. Hal ini seiring dengan harapan kembali pulihnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun depan.
Hal tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2021 dan Nota Keuangan di Gedung MPR/DPR RI.
"Asumsi indikator ekonomi makro yang kami pergunakan adalah sebagai berikut. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan mencapai 4,5 persen-5,5 persen," kata Jokowi.
Tingkat pertumbuhan ekonomi ini, lanjut Jokowi, diharapkan didukung oleh peningkatan konsumsi domestik dan investas isebagai motor penggerak utama.
"Inflasi akan tetap terjaga pada tingkat 3 persen, untuk mendukung daya belimasyarakat. Rupiah diperkirakan bergerak pada kisaran Rp 14.600 per US Dollar," ungkap dia.Â