UU Bea Materai Diberlakukan 1 Januari 2021

Undang-Undang (UU) Bea Materai yang telah digodok pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat baru akan berlaku pada 2021.

oleh Liputan6.com diperbarui 03 Sep 2020, 16:45 WIB
Diterbitkan 03 Sep 2020, 16:45 WIB
[Bintang] Jangan Tertipu! Begini 3 Cara Bedakan Materai Asli dan Palsu
Pelubangan dan nomor seri. (Via: tokopedia.com)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, memastikan Undang-Undang (UU) Bea Materai yang telah digodok bersama Dewan Perwakilan Rakyat baru akan berlaku pada tahun 2021. Pertimbangan itu dilakukan karena melihat situasi daripada pandemi Covid-19.

"UU ini akan berlaku mulai 1 januari 2021 jadi tidak berlaku langsung saat diundangkan," kata dia di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (3/9).

Bendahara negara ini mengatakan, diberlakukannya tahun depan pertama karena situasi sekarang masih dalam kondisi Covid-19, meskipun sampai 1 Januari 2021 bisa lebih pulih.

Kemudian kedua juga, pemerintah masih harus menyiapkan peraturan perundangan-undangannya, untuk Peraturan Pemerintah (PP) dan sosialisasi dari berbagai hal yang menyangkut undang-undang tersebut.

"Ini berikan kesempatan bagi masyarakat maupun kami untuk bisa siapkan semua peraturan perundangundangan di bawahnya," tandas dia.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Alasan Penyederhanaan, Tarif Bea Materai Bakal Dipatok Rp 10.000

Materai palsu beredar. (Merdeka.com/Ronald)
Materai palsu beredar. (Merdeka.com/Ronald)

Sebelumnya, Kementerian Keuangan mengusulkan kepada DPR atas perubahan bea materai menjadi satu harga yaitu Rp 10.000 per lembar. Saat ini, bea materai terbagi dua harga yaitu Rp 3.000 dan Rp 6.000 per lembar.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, dalam UU yang ditetapkan sejak tahun 1985 tarif bea meterai sebesar Rp 500 dan Rp 1.000 dengan maksimal peningkatan tarifnya sebatas 6 kali lipat dari tarif awal. Namun menurutnya, hal tersebut sudah tidak sesuai dengan kondisi ekonomi saat ini.

Kemudian, dalam perjalanannya, di tahun 2000 tarif bea materai dimaksimalkan menjadi Rp 3.000 dan Rp 6.000. Tarif tersebut tidak pernah naik lagi sebab terbentur aturan UU yang sudah melebihi batas maksimal 6 kali lipat.

"Kami mengusulkan di dalam RUU ini penyederhanaan tarif bea meterai hanya menjadi satu tarif saja yang tetap yaitu menjadi Rp 10.000," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani, di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI pada 3 Agustus 2019 lalu.

Perkembangan dari usulan ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah akhirnya sepakat membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk pembahasan RUU Bea Materai. Kesepakatan tersebut diambil dalam keputusan rapat antara Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati bersama dengan Komisi XI DPR RI.

Ketua Komisi XI, Dito Ganinduto menyampaikan, berkaitan dengan selesainya masa sidang maka pembahasan RUU Bea Materai akan ditindaklanjuti ke dalam Panja. Nantinya, Panja akan dilanjutkan atau dijadwalkan pada Senin dan Selasa pekan depan.

"Sudah kita sepakat untuk sampaikan ke ketua umum untuk di geser dari kom 11 untuk itu mohon persetujuan kita membentuk panja RUU tentang Bea Materai," kata Dito usai rapat bersama dengan pemerintah di Ruang Komisi XI DPR RI, Senin (24/8) kemarin.

Pemerintah Bakal Hapus Materai Rp 3.000 dan Rp 6.000

[Bintang] Jangan Tertipu! Begini 3 Cara Bedakan Materai Asli dan Palsu
Kertas yang digunakan. (Via: fastnewasindonesia.com)

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah sepakat membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk pembahasan RUU Bea Materai. Kesepakatan tersebut diambil dalam keputusan rapat antara Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati bersama dengan Komisi XI DPR RI.

Ketua Komisi XI, Dito Ganinduto menyampaikan, berkaitan dengan selesainya masa sidang maka pembahasan RUU Bea Materai akan ditindaklanjuti ke dalam Panja. Nantinya, Panja akan dilanjutkan atau dijadwalkan pada Senin dan Selasa pekan depan.

"Sudah kita sepakat untuk sampaikan ke ketua umum untuk di geser dari kom 11 untuk itu mohon persetujuan kita membentuk panja RUU tentang Bea Meterai," kata Dito usai rapat bersama dengan pemerintah di Ruang Komisi XI DPR RI.

Sebagai informasi, bea meterai ditetapkan sejak tahun 1985. Pada tahun 1985, tarif bea meterai sebesar Rp 500 dan Rp 1.000. Sesuai undang-undang yang berlaku, maksimal peningkatan tarifnya sebatas 6 kali lipat dari tarif awal.

Pada tahun 2000, tarif bea meterai naik menjadi Rp 3.000 dan Rp 6.000. Peningkatan tarif ini juga sebagai langkah penyederhanaan tarif bea meterai menjadi satu tarif saja yakni Rp 10.000 dari sebelumnya ada dua tarif, Rp 3.000 dan Rp 6.000.

Pada 2019 lalu, Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Yon Arsal mengatakan, pemerintah telah mengajukan rancangan undang-undang (RUU) bea materai kepada DPR RI.

Dalam rancangan revisi Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai tersebut, diajukan perubahan tarif bea meterai menjadi Rp 10 ribu. Saat ini bea meterai terdiri atas dua tarif, yakni Rp 6.000 dan Rp 3.000.

Dia menjelaskan, revisi ini penting mengingat UU Bea Materai sudah harus dievaluasi karena merupakan aturan lama. Rencana perubahan tarif bea materai tersebut, ujar dia, juga diusulkan masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2020.

"Mudah-mudahan, kalau saya pikir itu masuk Prolegnas juga untuk tahun 2020. Kalau ini jadi insya Allah kita berhadapan dengan UU Bea Materai yang baru mungkin dalam waktu tidak terlalu lama," kata Yon.

Pada rapat komisi XI tertanggal 3 agustus 2019, Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengusulkan kepada DPR atas perubahan bea materai menjadi satu harga yaitu Rp 10.000 per lembar. Saat ini bea materai terbagi dua harga yaitu Rp 3.000 dan Rp 6.000 per lembar.

"Kami mengusulkan di dalam RUU ini penyederhanaan tarif bea meterai hanya menjadi satu tarif saja yang tetap yaitu menjadi Rp 10.000," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani, di Ruang Rapat Komisi XI DPR RI, Jakarta.

Saat itu, kondisi perekonomian sudah membaik ditandai dengan pendapatan per kapita Indonesia yang terus meningkat. Sehingga nilai bea materai maksimal sebesar Rp 6.000 yang sudah berlaku belasan tahun, dan sudah tidak relevan. Maka perlu disesuaikan.

"Dalam kurun waktu 17 tahun, pdb per kapita Indonesia telah meningkat hampir 8 kali lipat. Menggunakan data BPS, PDB per kapita tahun 2000 (pertama kali bea materai Rp 6.000) adalah Rp 6,7 juta sementara PDB perkapita tahun 2017 adalah Rp 51,9 juta," ujarnya.

"Maka dari itu, kami usulkan bahwa tarif meterai lebih sederhana menjadi satu tarif yakni Rp 10 ribu," dia menambahkan. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya