Pengusaha Sebut Penerapan PSBB Jakarta Terlalu Cepat

Pengusaha menyambut baik penerapan PSBB di DKI Jakarta. Hanya saja hal ini dianggap terlalu cepat.

oleh Tira Santia diperbarui 14 Sep 2020, 15:30 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2020, 15:30 WIB
Suasana Operasi Yustisi Protokol Covid-19 Saat PSBB Jakarta
Petugas gabungan Satpol PP, Dishub dan TNI Polri melakukan operasi yustisi protokol kesehatan untuk meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan warga di Lebek Bulus, Jakarta, Senin (14/9/2020). Pemprov DKI memperketat kembali PSBB karena kasus Covid-19 mengalami peningkatan. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Operasi Yustisi atau penegakan disiplin warga di DKI Jakarta untuk menertibkan masyarakat menerapkan protokol kesehatan bersamaan dengan PSBB di DKI Jakarta, resmi diterapkan per hari ini Senin 14 September 2020.

Wakil Ketua KADIN Bidang Ekonomi Kreatif Erik Hidayat, menyambut baik operasi yustisi yang bersamaan dengan PSBB ini. Namun dunia usaha tidak bisa memberhentikan usahanya secara dadakan, lantaran sektor usaha telah mengeluarkan biaya untuk menerapkan protokol Kesehatan.

“Kita sangat mendukung sekali dengan adanya Operasi Yustisi ini, karena mungkin akan meningkatkan lebih dari kesadaran masyarakat lagi kedepannya. Dan mungkin selain itu juga masyarakat juga akan lebih takut,” kata Erik dalam konferensi pers operasi Yustisi dorong pemulihan kesehatan dan percepatan kebangkitan ekonomi, Senin (14/9/2020).

Kendati begitu, sejauh ini dunia usaha telah mengeluarkan biaya untuk menerapkan protokol kesehatan seperti menyediakan tempat cuci tangan, hand sanitizer, sarung tangan, face shield dan lainnya. Sehingga Operasi Yustisi bisa juga lebih difokuskan ke kluster-kluster yang padat seperti pasar, selain juga restoran.

“Dalam era new normal ini kita sudah memperhitungkan dari sisi sebelum masuk harus ada cuci tangan, tempat duduk kapasitas kita kurangi, terus memakai sarung tangan buat misalnya pelayan atau chef dan lain-lain, itu mengeluarkan cost,” katanya.

Selain itu, pihaknya juga sudah memprediksi bahwa PSBB ini akan diterapkan kembali, namun prediksinya tidak akan secepat ini. Dimana ia melihat dunia usaha mulai tumbuh kembali, namun ternyata kasus semakin melonjak, maka mau tidak mau dunia usaha menaati kebijakan Pemda DKI Jakarta.

“Namun pada saat pada yang sama kami pun melihat bahwa covid-19 ini tidak terkendali terutama pada masa transisi kemarin. Di dunia usaha ini kita tentunya sudah mempunyai satu kondisi di mana new normal itu sudah kita terapkan di semua sektor usaha,” pungkasnya.   

Menko Airlangga Minta Anies Tiru Jabar dan Jateng Soal Penerapan PSBB

Suasana Operasi Yustisi Protokol Covid-19 Saat PSBB Jakarta
Suasana operasi yustisi protokol kesehatan untuk meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan warga di Lebek Bulus, Jakarta, Senin (14/9/2020). Pemprov DKI memperketat kembali PSBB karena kasus Covid-19 mengalami peningkatan. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko) Airlangga Hartarto menilai, langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberlakukan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara penuh tidak tepat. Airlangga menyarankan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menjalankan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM) atau micro management seperti yang dilakukan di Jawa Barat (Jabar) dan Jawa Tengah (Jateng).

"Kita melihat micro management itu menjadi penting sehingga dengan demikian kita bisa tahu sumbernya kenapanya dan sehingga kita tidak dalam mengambil langkah-langkah yang katakanlah overdosis," kata dia seperti ditulis Senin (14/9/2020).

Menko Airlangga Hartarto mengatakan, kebijakan PSBB kembali diterapkan Pemprov DKI Jakarta akan membuat denyut nadi perekonomian terganggu. Sebab, Jakarta tidak hanya mencerminkan 20 persen perekonomian, tetapi Jakarta adalah pusat perekonomian nasional. Sehingga apapun yang diambil merefleksikan mempengaruhi terhadap kebijakan nasional.

Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional itu melanjutkan, jika mengacu pada data Jakarta tingkat kesembuhannya lebih tinggi daripada nasional. Di mana secara nasional tingkat kesembuhan Covid sebesar 71,4 persen, sementara DKI Jakarta mencapai 75,2 persen.

Kemudian jika bicara angka kematian atau fatality rate secara nasional sebanyak 4 persen. Sedangkan DKI Jakarta masih lebih rendah yakni 2,7 persen. "Jadi artinya tingkat fatality ratenya lebih rendah dari nasional dan jumlah persamaannya relatif lebih tinggi," kata dia.

"Oleh karena itu, sebetulnya yang diperlukan Jakarta adalah manajemen mikro atau pengelolaan mikro," tandas Menko Airlangga Hartarto.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya