Sri Mulyani dan Erick Thohir Bakal Jadi Pengawas Lembaga Pengelola Investasi

Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah membahas pembentukan Lembaga Pengelola Investasi

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Sep 2020, 19:50 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2020, 19:50 WIB
Onderdil Harley Davidson dan Brompton
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) bersama Menteri BUMN Erick Thohir saat konferensi pers terkait penyelundupan motor Harlery Davidson dan sepeda Brompton menggunakan pesawat baru milik Garuda Indonesia di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (5/12/2019). (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah membahas pembentukan Lembaga Pengelola Investasi atau Sovereign Wealth Fund (SWF).

Badan tersebut merupakan salah satu terobosan baru pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja dengan tujuan menyerap lebih banyak investasi dari luar negeri.

Anggota Perumus Lembaga Pengelola Investasi Kementerian BUMN, Adityo mengatakan, pemerintah akan menjaga independensi tata kelola lembaga baru ini. Apabila nanti terbentuk bersamaan dengan pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja maka dewan pengawas akan diketuai oleh Menteri Keuangan yang saat ini dijabat Sri Mulyani beranggotakan Menteri BUMN Erick Thohir dan 3 profesional.

"Terkait independensi tata kelola, ada badan pengawas dan direktur. Pengawas 5 orang ada Menkeu, MenBUMN, dari profesionan ada 3. Nantinya akan diketuai Menkeu. Nah, memang dari hasil diskusi kami dengan investor banyak profesional memang ini salah satu untuk mengakomodasi indepedensinya juga. Tapi dengan tetap mempertahankan Menkeu," ujarnya, Jakarta, Senin (21/9).

Adityo mengatakan, pelibatan porsi kalangan profesional yang lebih besar untuk menjaga anggapan negara investor bahwa lembaga tersebut benar-benar independen meskipun sangat dekat dengan negara. Selain pemerintah dan profesional, lembaga ini juga nanti membuka kesempatan bagi investor menempatkan dewan penasehat agar investasi berjalan lancar.

"Ini menjaga anggapan negara asing bahwa lembaga ini dikelola dengan seprofesional mungkin. Yang dibawahnya, ada dewan direktur di mana ini badan eksekutif yang melakukan operasional harian. Dan ada dewan penasehat, di mana para investor dapat menempatkan orang-orangnya dalam hal investasi dengan pemerintah Indonesia mempertahankan sisi organnya," paparnya.

 

Garap Proyek Kakap

Prediksi BI Soal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun Depan
Pekerja tengah mengerjakan proyek pembangunan gedung bertingkat di Jakarta, Sabtu (15/12). Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi pada tahun 2019 mendatang tidak jauh berbeda dari tahun ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Pendirian LPI, kata Adityo, akan meraup investasi yang besar. Proyek-proyek yang digarap pun nantinya memiliki size yang besar. Beberapa contohnya adalah pembangunan jalan tol, bandar udara, pelabuhan dan juga Ibu Kota Baru di Kalimantan.

"Pemikiran kami di awal kalau ada LPI, ada ancor investment misalnya Abudabi. Kita buat dana kelolaan yang akan kita tempatkan di proyek infrastruktur di mana kita masih butuh dana tersebut ada di jalan tol, bandar udara, pelabuhan, lalu jika jadi pindah ke kalimantan tentinya akan ada juga dana yang dialokasikan di ibu kota baru," jelasnya.

"Jadi kami memang cita-citanya ada proyek infrastruktur yang butuh dana besar dari sisi ekuitas ini adalah suatu peluang yang baik. Tujuannya penciptaan nilai, penciptaan transfer knowledge, penciptaan lapangan kerja. Bagi Indonesia khususnya bisa jadi solusi keterbatasan fiskal dan kemampuan pemerintah melakukan investasi besar-besaran," tandasnya.

 

Anggun P. Situmorang

Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya