Liputan6.com, Jakarta Kementerian BUMN memastikan bentuk tanggung jawabnya dalam menyelesaikan masalah PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Seperti diketahui, pemerintah telah menetapkan Penyertaan Modal Negara (PMN) ke PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) Rp 22 triliun, dimana salah satu penempatannya untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menegaskan, Jiwasraya merupakan perusahaan asuransi yang sahamnya 100 persen milik pemerintah. Untuk itu, pemegang saham memiliki kewajiban untuk menyelesaikan masalah Jiwasrya dengan cara bail in, bukan bail out karena skema bail out itu menginjeksi modal ke perusahaan swasta.
Baca Juga
"Dengan menjalankan program penyelamatan polis Jiwasraya ini, pemerintah berharap setidaknya dapat memberikan manfaat bagi Jiwasraya dan pemegang polis," ucap dia seperti ditulis Senin (5/10/2020).
Advertisement
Ditambahkannya, komitmen pemegang saham ini bisa memberikan kepastian pemenuhan kewajiban Jiwasraya bagi para pemegang polis, yang sejak tahun 2018 tidak mendapatkan haknya.
Tidak hanya itu, kata Arya, langkah ini juga memberikan pemegang polis tetap dapat menerima sebagian besar dari haknya, dimana nilainya jauh lebih baik dibandingkan opsi likuidasi Jiwasraya.
Bahkan, upaya pemerintah selama ini juga untuk menjaga kepercayaan pemegang polis secara khusus dan masyarakat secara umum terhadap BUMN, Pemerintah, dan Industri asuransi secara keseluruhan.
" Yang jelas, ini mencegah kerugian yang lebih besar yang dialami Jiwasraya akibat janji pengembangan yang tinggi," pungkas Arya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Lebih Baik dari Likuidasi
Perusahaan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) akan segera direstrukturisasi. Pemerintah berencana menyuntikkan dana Rp 22 triliun kepada PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) untuk membentuk IFG Life, perusahaan asuransi baru yang bisa menyelamatkan nasib para pemegang polis Jiwasraya.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyatakan, pemerintah dan manajemen Jiwasraya telah menyiapkan beberapa skema penyelesaian dalam mencicil polis nasabah. Hal ini dinilai lebih baik daripada opsi likuidasi.
"Pemegang polis tetap menerima sebagian besar haknya, dimana nilainya jauh lebih baik dibandingkan opsi likuidasi. Kalau Jiwasraya likuidasi, mungkin pemegang polis akan mendapatkan lebih kecil lagi," ujar Arya dalam konferensi pers virtual, Minggu (4/10/2020).
Selain itu, opsi restrukturisasi menunjukkan kredibilitas pemerintah sebagai pemegang saham dalam bertangung jawab atas nasib para pemegang polis.
Arya bilang, kasus ini sudah mencuat sejak 10 tahun lalu. Oleh karenanya, pemerintah memutuskan untuk bail in ke BPUI senilai Rp 22 triliun.
Diharapkan pula, cara penyelamatan ini bisa memberikan kepastian pemebuhan kewajiban Jiwasraya bagi pemegang polis yang sudah tidak mendapatkan haknya sejak tahun 2018.
"Sehingga wajar dengan keputusan pemerintah ini, pemegang polis yang selama 2 tahun ini tidak mendapatkan haknya bisa ditanggulangi dengan cara yang ditentukan," lanjutnya.
Tak hanya itu, penyelesaian kasus ini juga menyangkut kepercayaan pemegang polis dan masyarakat umum kepada industri asuransi secara umum. Jangan sampai, lanjut Arya, kasus Jiwasraya justru membuat masyarakat ragu dengan industri asuransi.
"Lalu kami di Kementerian BUMN juga ingin mencegah kerugian yang lebih besar yang ditimbulkan. Karena janji pengembang ini sangat tinggi, kalau dibarkan terus akan membuat Jiwasraya semakin lama semakin rugi, kita tidak mau itu," ungkapnya.
Di sisi hukum, pemerintah juga telah memproses tersangka yang telah merugikan Jiwasraya di pengadilan. Aset mereka juga sudah disita pemerintah, yang nilainya mencapai Rp 18 triliun.
"Artinya bahwa pemerintah di sisi lain juga bekerja di sisi hukum. Kita bekerja di sini di sisi bisnis, yang lain bekerja di sisi hukum. Kita lihat semua proses sedang dikerjakan," jelas dia.
Advertisement