Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, Indonesia tak lagi menjadi negara produsen kakao nomor tiga terbesar di dunia sejak 2018 lalu. Alhasil sampai saat ini Indonesia turun ke peringkat enam sebagai negara produsen kakao terbesar di dunia.
"Saat ini posisi Indonesia sebagai produsen kakao telah bergeser dari peringkat 3 didunia pada tahun 2014, kini menjadi peringkat enam sejak tahun 2018 sampai sekarang," jelas dia dalam acara virtual Peresmian Cocoa Technical Centre, Rabu (7/10).
Baca Juga
Agus mengatakan, bahwa penurunan produksi kakao disetiap tahunnya diakibatkan oleh rendahnya produktivitas tanaman. Tercatat, saat ini produktivitas petani kakao di dalam negeri hanya 0,8 ton per hektarenya.
Advertisement
"Kondisi sebagaian besar tanaman kakao di Indonesia banyak yang sudah tua, sehingga tanaman kakao rentan terhadap serangan hama. Kemudian, perubahan iklim dan penyempitan lahan," paparnya.
Bahkan pada 2019 lalu, pihaknya mencatat kontribusi biji kakao lokal dalam negeri hanya mampu mencukupi sebesar 45,6 persen atau 196.787 ton terhadap industri pengolahan kakao nasional. Imbasnya, pabrikan kakao domestik harus mengimpor biji kakao sekitar 234.000 ton untuk mengisi sekitar 54 persen kapasitas produksi.
"Contohnya dari Pantai Gading, Ghana, Kamerun. Kemudian, Nigeria dan Ekuador," jelasnya.
Padahal, sambung Agus, realisasi kontribusi biji kakao lokal dari tahun sebelumnya yakni sebesar 200.000 ton atau setara 48 persen dari total kapasitas produksi. "intinya tetap harus mengimpor biji kakao untuk mengisi kapasitas produksi pabrikan," tambahnya.
Oleh karena itu, Agus berharap pendirianPasuruan Cocoa Technical Centre Modeles Internasional (PCTC) oleh Mondelez International mampu meningkatkan produktivitas petani kakao nasional. Mengingat adanya penggunaan teknologi yang inovatif dan berkelanjutan.
"Kami berharap bahwa hadirnya Cocoa Technical Center yang di dirikan Mondelez International yang ke 12 di dunia ini dapat dijadikan momentum untuk menerapkan dan mengembangkan teknologi pertanian kakao yang efektif dan ramah lingkungan hingga produktivitas kakao meningkat," tukasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kakao dan Kopi Indonesia Jadi Primadona di Mesir
Kopi dan kakao Indonesia menjadi salah satu primadona di Mesir. Untuk itu akan dilakukan kegiatan Agri Expo Mesir tahun 2019 akan diadakan pada tanggal 8-10 September 2019 di Cairo, Mesir.
Kegiatan expo ini diinisiasi oleh KBRI Cairo yang dilatarbelakangi oleh semakin diminatinya komoditas perkebunan terutama produk kakao di pasar Afrika terutama Mesir.
Sampai saat ini, RI belum memiliki kerjasama FTA dengan Mesir sehingga berpengaruh terhadap pasar produk kakao Indonesia di Mesir yang hanya berkontribusi sebesar 13 persen dari seluruh volume impor kakao Mesir.
Sedangkan untuk komoditas yang sama, kakao Malaysia berkontribusi sebesar 35,6 persen di pasar Mesir. Walaupun demikian pasar kopi Indonesia di Mesir saat ini sangat tinggi yang mencapai 70 persen.
Berdasarkan Data Ditjen Perkebunan pada 2018, ekspor komoditas perkebunan ke Mesir sebesar 990,4 ribu ton dengan nilai ekspor USD 673,7 juta. Khusus untuk cocoa powder yang banyak diminati Mesir bahwa ekspor tahun 2018 sebesar 2.345 ton dengan nilai ekspor mencapai USD 3,74 juta.
"Sedangkan produk olahan kakao lainnya seperti cocoa butter dan cocoa pasta sebesar 1.240 ton dengan nilai ekspor mencapai USD 4,84 juta. Untuk kopi, ekspor Indonesia ke Mesir sebesar 29,3 ribu ton dengan nilai ekspor mencapai USD 56,96 juta,” kata Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman di Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Berdasarkan pertemuan Dubes RI untuk Mesir Bersama perwakilan dari Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan yang telah dilaksanakan pada tanggal 2 Juli 2019.
Beberapa kegiatan yang akan difasilitasi antara lain Kegiatan expo pameran untuk produk unggulan perkebunan seperti kakao, kopi dan kelapa sawit, dan Kegiatan Bussiness Matching dengan memfasilitasi pertemuan antara mitra petani dengan para pelaku usaha di Mesir.
Sebagai informasi bahwa sebelumnya sudah dilaksanakan Expo Cairo untuk pameran produk kopi Indonesia dengan USD 80 juta.
Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan yang secara tupoksi melakukan fasilitasi dan pembinaan pada aspek pemasaran telah melakukan koordinasi dengan asosiasi pengusaha komoditas untuk berkontribusi dalam pelaksanaan Agri Expo Mesir tersebut.
“Diharapkan melalui kegiatan expo ini, komoditas perkebunan dapat melakukan perluasan akses pasar dalam arti meningkatkan volume ekspor ke Mesir secara khusus serta ke pasar Afrika dan Timur Tengah secara umum,” katanya.
Advertisement
Alasan RI Masih Ketergantungan Impor Kakao
Asisten Deputi Perkebunan Holtikultura, Kemenko Perekonomian, Wilistra Danny, mengakui ketergantungan impor terhadap komoditas kakao (buah coklat) masih cukup tinggi.
Ini karena produksi kakao di dalam negeri masih jauh dari kebutuhan. "Iya potensinya ada, memang di hulunya harus ditata dengan baik. Supaya produktivitasnya membaik meningkat. Sehingga ketergantungan kita impor (kakao) itu bisa terus kita kurangi," ujar dia saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Rabu (16/1/2019).
Sebelumnya, Deputi II Bidang Pertanian dan Pangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Musdalifah, mengungkapkan usia pohon dan hama menjadi penyebab rendahnya produksi kakao di dalam negeri.
Selain itu, petani juga masih enggan untuk menanam kembali atau replanting. "Selama tanaman mereka masih berproduksi mereka tidak berpikir direplanting. Dia punya pohon ada produksinya, bisa menghasilkan, dia merasa memang itu rejeki saya, sehingga effort (usaha) membangun lebih baik atau perbaiki tanaman," ujar dia beberapa waktu lalu.
Rendahnya produksi dalam negeri membuat Indonesia selalu mengimpor kakao untuk memenuhi kebutuhan industri.
Bahkan, pada 2017, impor kakao Indonesia mencapai angka tertinggi sepanjang sejarah yakni mencapai 226.613 ton atau setara dengan USD 486 juta.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com