Meski Membaik, Penjualan Eceran Masih Minus 9,2 Persen per Agustus 2020

Hasil survey Bank Indonesia (BI) mencatat penjualan eceran terus membaik.

oleh Tira Santia diperbarui 08 Okt 2020, 12:10 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2020, 12:10 WIB
Ilustrasi Bank Indonesia
Ilustrasi Bank Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Hasil survey Bank Indonesia (BI) mencatat penjualan eceran terus membaik, lantaran Indeks Penjualan Riil (IPR) Agustus 2020 yang tumbuh -9,2 persen (yoy), membaik dari -12,3 persen (yoy) pada Juli 2020.

Dilansir dari laman resmi bi.go.id, Kamis (8/10/2020), perbaikan kinerja penjualan eceran diindikasikan berlanjut pada September 2020,  sebagian besar kelompok barang, dengan penjualan Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau tumbuh positif, sejalan dengan implementasi Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) yang mendorong aktivitas masyarakat.

Pertumbuhan IPR September 2020 diperkirakan sebesar -7,3 persen (yoy), membaik dari -9,2 persen (yoy) pada Agustus 2020. Kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau diperkirakan tetap tumbuh positif dan lebih tinggi dari bulan sebelumnya.

Sementara, kelompok barang lain yang penjualannya tumbuh membaik adalah Kelompok Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Kelompok Barang Lainnya, khususnya Sub Kelompok Sandang, dan Kelompok Suku Cadang dan Aksesori.

Kemudian, dari sisi harga, tekanan inflasi pada 3 bulan mendatang (November 2020) diperkirakan menurun, sedangkan pada 6 bulan mendatang (Februari 2021) meningkat.

Indikasi penurunan harga pada November 2020 tersebut terlihat dari Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH) 3 bulan yang akan datang sebesar 132,5, lebih rendah dibandingkan dengan IEH bulan sebelumnya sebesar 133,7.

Sedangkan, IEH 6 bulan yang akan datang sebesar 166,9, lebih tinggi dibandingkan dengan IEH bulan sebelumnya sebesar 157,7.

Demikian, responden memperkirakan penurunan harga pada November 2020 didorong oleh distribusi barang yang semakin lancar, sedangkan kenaikan harga pada 6 bulan mendatang didorong oleh hari besar keagamaan nasional.   

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rupiah Melemah 6,7 Persen, Bank Indonesia Santai

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Menguat
Teller menunjukkan mata uang rupiah di bank, Jakarta, Rabu (22/1/2020). Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan penguatan nilai tukar rupiah yang belakangan terjadi terhadap dolar Amerika Serikat sejalan dengan fundamental ekonomi Indonesia dan mekanisme pasar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mencatat rupiah melemah sebesar 6,7 persen atas dolar Amerika Serikat (AS) hingga 24 September. Kendati demikian, dia pede jika kinerja rupiah masih oke selama pandemi global Corona berlangsung.

"Rupiah melemah sebesar 6,7 persen sampai 24 September dari awal tahun. Namun, Rupiah lebih stabil dibandingkan dengan beberapa negara lain, seperti Thailand, Brasil, Turki, dan Afrika Selatan," ujar dia dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR RI terkait Laporan Semester I Kinerja Bank Indonesia, di Komplek Parlemen, Senin (28/9/2020).

Menurut Perry, pelemahan nilai tukar mata uang garuda itu diakibatkan oleh kepanikan pelaku pasar keuangan global atas pandemi Corona. Bahkan, pada 23 Maret lalu Rupiah melemah sebesar 16,24 persen ke level Rp 16.575 per USD.

Merespon kondisi buruk itu, BI segera melakukan intervensi melalui berbagai kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah.Diantaranya melakukan intervensi di pasar spot, pemberlakuan Domestic Non Delivery Forward (DNDF), hingga pembelian SBN dari pasar sekunder khususnya pada periode capital outflows.

"Setelah itu, perkembangan membaik seiring dengan meredanya ketidakpastian global ini. Kemudian selang sehari (24 Maret 2020) Rupiah menguat ke level Rp14.890 per USD," paparnya

Tak hanya itu, aliran modal asing portofolio ke SBN kembali masuk atau mengalami tren positif. Tercatat sejak 14 April-24 September 2020, modal asing yang masuk ke SBN mencapai Rp 20 triliun.

Oleh karena itu, dia memastikan BI terus melanjutkan berbagai kebijakan stabilisasi dan memperkuat peran bank sentral sebagai stand by buyer surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder. "Bagaimana pun juga ketidakpastian masih berlanjut, dan kami terus jaga stabilisasi nilai tukar rupiah kita," tutupnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya