Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PKS, Amin Ak menyatakan kenaikan cukai hasil tembakau berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal.
Hal ini berakibat pada penerimaan cukai dari produk hasil tembakau menjadi tidak dapat terserap secara maksimal.
Baca Juga
"Untuk itu, pemerintah harus dapat mengawasi peredaran rokok ilegal,” kata Amin saat dihubungi wartawan di Jakarta (23/10/2020).
Advertisement
Seperti diketahui saat ini santer di media mengenai rencana Pemerintah untuk menaikkan tarif cukai rokok sebesar 17-19 persen di 2021. Sejatinya Pemerintah memang sudah berencana untuk mengumumkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) seperti di tahun – tahun sebelumnya yakni awal Oktober. Namun karena beberapa pertimbangan, Pemerintah menunda rencana tersebut mengingat tarif cukai masih dalam pembahasan dan belum diketahui kapan pengumuman akan dilaksanakan.
Sejumlah kalangan sebelumnya meminta Pemerintah agar menjalankan kebijakan cukai dengan memperhatikan dampaknya bagi kelangsungan industri hasil tembakau.
Meski demikian di 2021, pemerintah menargetkan kenaikan target cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar 4,8 persen dari target tahun ini Rp164,9 triliun menjadi Rp172,8 triliun. Praktis rencana kenaikan ini masih menjadi pro dan kontra mengingat kenaikan tarif CHT sekitar 23 persen tahun ini tidak menghasilkan penerimaan yang optimal.
"Adanya kebijakan pemerintahan Jokowi untuk menaikkan cukai rokok sejak tahun 2015 harus diimbangi dengan upaya pemerintah untuk dapat menciptakan produk turunan hasil tembakau selain rokok. Hal ini agar petani tembakau dapat terlindungi dan terus produktif,” tegasnya.
Sebelumnya Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) secara tegas menolak rencana kenaikan cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT) 2021. Mereka menilai, kenaikan ini akan memberatkan para petani. Apalagi, petani sudah menerima dampak kenaikan tarif cukai pada tahun ini.
Sikap untuk menolak cukai rokok naik diamini oleh Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza. Dia menegaskan bahwa penolakan kenaikan cukai rokok perlu dilakukan jika membawa dampak signifikan. “Kalau merugikan petani tembakau, ya harus ditolak," tegas Faisol.
Kini, rencana kenaikan tarif CHT juga membayangi sektor ketenagakerjaan di IHT, khususnya pada segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT). Itulah sebabnya sejumlah kalangan juga mendesak pemerintah untuk memprioritaskan keselamatan industri padat karya tersebut dengan tidak menaikkan tarif cukai untuk segmen SKT.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
AMTI Minta Presiden Pertimbangkan Rencana Kenaikan Cukai Rokok
Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menolak dengan tegas kenaikan cukai rokok yang eksesif demi kelangsungan hidup industri hasil tembakau.
Seperti diketahui, pemerintah memastikan cukai rokok akan naik tahun depan. Walau Kementerian Keuangan belum memastikan dan mengumumkan persentase kenaikannya, kabarnya Presiden Joko Widodo meminta kenaikan cukai di rentang 13-20 persen.
“Kami menolak kenaikan cukai yang terlalu tinggi mengingat industri hasil tembakau (IHT) merupakan sumber utama penerimaan cukai negara dan merupakan industri padat karya yang melibatkan jutaan orang dari hulu hingga hilir,” ujar Budidoyo, Ketua Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Kamis (20/10/2020).
Dia mengatakan situasi IHT tengah terpukul karena pandemi COVID-19, ditambah lagi kenaikan cukai 23% pada tahun ini. “Masyarakat tembakau di Indonesia merasakan imbasnya, serapan pembelian tembakau dan cengkih sebagai bahan baku dalam industri rokok dan produksi rokok telah mengalami penurunan yang signifikan,” ujarnya. Turunnya produksi dan penjualan rokok ini, kata Budidoyo, turut berdampak buruk pada kesejahteraan masyarakat petani tembakau dan cengkih serta pekerja linting rokok.
Itulah sebabnya AMTI memohon kepada Presiden Joko Widodo untuk mempertimbangkan kembali rencana kenaikan cukai yang dinilai sangat tinggi tersebut. Dia berharap presiden terketuk pintu hatinya dan dapat berkomunikasi langsung dengan pemangku kepentingan sebelum memutuskan tarif cukai 2021.
Budidoyo mengatakan pihaknya sebenarnya mendukung kebijakan cukai yang berimbang dan mempertimbangkan kelangsungan industri hasil tembakau.
“Kenaikan cukai sebaiknya disesuaikan dengan kenaikan inflasi dan pertumbuhan ekonomi agar IHT dapat terus bertahan,” ujarnya.
Seperti diketahui selama ini pemerintah memaksimalkan sumber penerimaan negara dari industri hasil tembakau.
“Untuk itu pemerintah perlu menjelaskan secara transparan dan rasional alasan di balik kenaikan tarif cukai yang tinggi di saat kinerja IHT anjlok hingga dua digit dan ekonomi sedang sulit,” kata Budidoyo.
AMTI juga berharap pemerintah khususnya Menteri Keuangan Sri Mulyani agar lebih peduli dan tidak membebani IHT dengan kenaikan cukai yang eksesif, khususnya sektor sigaret kretek tangan (SKT) demi kelangsungan hidup pekerja linting dan petani tembakau dan cengkih. “Tolong jangan naikkan tarif cukai untuk segmen SKT,” ujarnya.
Tidak hanya menyerap tenaga kerja, SKT juga menyerap tembakau dan cengkih lebih banyak dibandingkan dengan rokok mesin. Kenaikan cukai pada segmen SKT akan sangat menekan penyerapan komoditi tersebut dan berdampak pada melesunya perekonomian bahkan kemiskinan pada sentra industri tembakau. Perlindungan kepada segmen ini akan membantu perputaran roda ekonomi lokal dan penyokong perekonomian nasional.
Advertisement