Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan adanya basis data debitur jasa keuangan. Adanya pendataan ini dimaksudkan utamanya untuk melindungi konsumen jasa keuangan.
Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara menjelaskan, dulunya Sistem Informasi Debitur (SID) yang dikelola Bank Indonesia (BI). Lalu, pada akhir 2018, sistem ini dikelola OJK dengan nama Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
Baca Juga
“SLIK itu dikelola OJK sejak akhir 2018 itu udah masuk ke OJK sekarang. Dulunya dibikin namanya sistem informasi debitur. Tapi ini semua yang melaporkan PUSJ (pelaku usaha jasa keuangan) yang menjadi anggota di dalam SILK. Jadi kalau ada debitur yang bermasalah, itu yang mengupdate mereka,” ujar dia dalam MA Chapter Webinar Series Episode 2, Selasa (17/11/2020).
Advertisement
Semantara untuk fintech, Tirta menjelaskan nantinya juga akan bergabung dengan SLIK. Namun saat ini dari asosiasi fintech sudah memiliki basis datanya sendiri. Sehingga fintech tetap bisa menyaring debitur maupun debitur dari data yang mereka himpun.
“Nantinya fintech ini juga akan bergabung. Tapi fintech saat ini di asosiasinya dulu. Asosiasi fintech sudah punya seperti itu. Jadi orang-orang nggak bayar kalau pinjam lagi akan ketahuan itu,” kata dia.
Saat ini SLIK hanya bisa diakses hingga 3 tahun terakhir. Namun bukan berarti data sebelumnya hilang. Melainkan dibutuhkan akses khusus dan terbatas jika ingin menelusuri riwayat yang lebih lampau.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Dengan Melek Digital, Debitur UMi Akui Usahanya Makin Bekembang
Direktur Utama Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Ririn Kadariyah menuturkan lebih dari separuh (54 persen) penerima manfaat kredit UMi mengambil pinjaman senilai Rp 2,5 juta, dengan mayoritas (89 persen) tenor pinjaman yang diambil adalah antara tujuh bulan hingga setahun.
Sebagai informasi, sejak 2017 hingga Agustus 2020, total penerima manfaat UMi telah menjangkau 2,91 juta debitur dengan nilai Rp 9.046 triliun. Sementara pelaku usaha mikro yang memanfaatkan UMi sebagian besar adalah perempuan (93 persen) dengan usia di atas usia 40 tahun (58 persen). Melalui kredit UMi diharapkan terjadi kemandirian usaha di seluruh masyarakat.
Dalam situasi pandemi ini, PIP terus meningkatkan kapasitas debitur UMi melalui pelatihan-pelatihan, utamanya yang berbasis digital.
“Kami meyakini perubahan orientasi penjualan melalui dunia digital sebagai salah satu bentuk adaptasi kebiasaan baru bagi UMKM di Indonesia. Hal ini menjadi perhatian PIP karena apabila pelaku usaha mikro gagal beradaptasi dengan kondisi saat ini, maka target penyaluran dan penyebaran pembiayaan Ultra Mikro akan terhambat,” kata Ririn, Kamis (17/9/2020).
Dias Satria, Founder Jagoan Indonesia menuturkan pihaknya digandeng PIP untuk melakukan upgrading metode pemasaran secara online bagi pengusaha UMi. Terdapat tiga hal yang mereka kembangkan yakni: Social Media Handling, dimana para peserta pelatihan akan didampingi oleh mentor dan tim untuk melakukan penetrasi pemasaran melalui sosial media Instagram dan menawarkan produk mereka di marketplace.
Kemudian, Connecting to marketplace, tim mentor akan membantu peserta memfasilitasi dan mengoptimalisasi pembuatan akun marketplace, Google Business, dll. Terakhir, Design Packing, pembuatan desain kemasan bagi peserta pelatihan agar lebih menarik dan menunjang penampilan produk bila dijual melalui penjualan online.
Advertisement