Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah resmi menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) atau rokok dengan rata-rata 12,5 persen pada 2021. Dalam hal ini, pemerintah hanya menaikkan cukai untuk sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM).
Sementara untuk sigaret kretek tangan (SKM) tidak ada kenaikan. Hal ini mempertimangkan serapan tenaga kerja yang banyak dari industri ini dibandingkan dengan SKM dan SPM.
Keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan cukai SKT ini mendapat apresiasi dari Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI). Namun, di sisi lain Budidoyo menyayangkan kenaikan untuk dua industri lainnya, yakni SKM dan SPM terlalu tinggi.
Advertisement
“Kami mengapresiasi karena SKT tidak naik. Karena itu berarti menyelamatkan tenaga kerja dan petani tembakau dan cengkeh. Cuma yang menjadi prihatin SKM dan SPM naiknya tinggi,” ujar Ketua AMTI, Budidoyo kepada Liputan6.com, Sabtu (12/12/2020).
Namun Budidoyo tak mempermasalahkan lebih lanjut terkait cukai SKM dan SPM yang dinilainya tinggi. Menurutnya, dengan tidak menaikkan cukai SKT, itu sudah mencerminkan keberpihakan pemerintah kepada Industri Hasil Tembakau (IHT).
“Saya rasa cukup walaupun belum ideal. Yang jelas, dengan SKT tidak naik ada keperpihakan pada IHT,” kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kenaikan Cukai Rokok 12,5 Persen Berlaku Februari 2021
Pemerintah resmi menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok dengan rata-rata besaran 12,5 persen. Tarif terbaru ini berlaku mulai Februari 2021.
Dengan begitu, ini akan memberikan kesempatan pada Direktorat Jenderal Bea Cukai dan industri untuk melakukan persiapan mulai dari pencetakan cukai hingga penyesuaian tarif baru dalam dua bulan ke depan.
“Jajaran Bea Cukai akan membentuk satuan tugas untuk melayani terkait dengan penerbitan dan penetapan pita cukai dengan tarif baru ini,” kata Menkeu seperti dikutip, Jumat (11/12/2020).
Menkeu menjelaskan, kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang saat ini masih dalam penyusunan dan akan segera dirilis.
"Direktorat Jenderal Bea dan Cukai akan memastikan bahwa proses transisi dari kebijakan CHT yang akan mulai berlaku 1 Februari 2021 akan berjalan tanpa hambatan," jelas dia.
Melalui kebijakan ini, harga rokok akan semakin mahal. Di mana affordability indeks naik dari 12,2 persen menjadi antara 13,7 persen hingga 14 persen.
Dengan demikian, diharapkan prevalensi merokok pada anak-anak dan wanita hingga masyarakat umum bisa berkurang.
"Kenaikan cukai hasil tembakau ini akan sebabkan rokok menjadi lebih mahal, sehingga sehingga makin tidak dapat terbeli," kata Menkeu.
Advertisement
Sebut Kenaikan Tarif Cukai Rokok Tak Wajar, Ini Alasan Gappri
Pengusaha yang tergabung dalam Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok (GAPPRI) menilai keputusan pemerintah menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) untuk produksi sigaret putih mesin (SPM) ataupun sigaret kretek mesin (SKM) pada 2021 tidak wajar dilakukan saat pandemi Covid-19.
Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok (GAPPRI) Henry Najoan, mengatakan penilaian itu karena kemampuan daya beli masyarakat yang masih tertekan serta kenaikan cukai lebih tinggi dari inflasi nasional.
"Tidak wajar kenaikan ini, sebab kinerja industri sedang turun akibat pelemahan daya beli karena ada pandemi dan kenaikan cukai sangat tinggi di tahun 2020 kemarin. Apalagi saat ini angka pertumbuhan ekonomi dan inflasi masih minus," ujar dia, Kamis (10/12/2020).
Saat ini, industri hasil tembakau (IHT) masih belum mampu menyesuaikan dengan harga jual maksimal akibat kenaikan cukai tahun 2020 sebesar 23 persen dan Harga Jual Eceran (HJE) sebesar 35 persen.
Sementara harga rokok yang ideal yang harus dibayarkan konsumen pada tahun ini seharusnya naik 20 persen, tetapi baru mencapai sekitar 13 persen.
"Artinya masih ada 7 persen untuk mencapai dampak kenaikan tarif 2020. Sehingga, perkumpulan GAPPRI mengaku keberatan dengan kenaikan tarif cukai 2021 yang sangat tinggi tersebut," terangnya.
Selain itu, nilai kenaikan cukai rokok SPM dan SKM yang terlampau tinggi di tahun 2021 diperkirakan akan berdampak pada semakin maraknya rokok ilegal. Alhasil membuat mati industri menengah-kecil, serta serapan bahan baku.
"Kenaikan cukai yang tinggi ini menyebabkan gap harga antara rokok ilegal dengan legal semakin jauh. Bertambahnya jumlah penindakan rokok ilegal dapat diartikan semakin maraknya rokok ilegal, bahkan terus meningkat akibat gap yang semakin tinggi," ujar Henry.
Namun, GAPPRI tetap menghormati keputusan pemerintah itu dan akan menaati kebijakan yang telah dibuat. Dengan harapan adanya relaksasi bagi IHT yang memproduksi SKM muapun SPM.
"Karena di masa pandemi relaksasi lebih dibutuhkan oleh industri sebagaimana diberlakukan pada jenis SKT, dibanding beban kenaikan tarif cukai yang dibebankan pada jenis SKM dan SPM," tegas dia mengakhiri.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Infografis Protokol Kesehatan Vaksin Terbaik
Advertisement