Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, mengatakan relaksasi Pajak Pertambahan atas Barang Mewah (PPnBM) belum tentu akan mendorong kenaikan pinjaman kendaraan bermotor.
Hal ini salah satunya disebabkan perbankan dan leasing sedang menghadapi risiko kredit macet, sehingga selektif terhadap debitur.
Baca Juga
"Soal harga mobil turun juga belum tentu akan mendorong kenaikan pinjaman kendaraan bermotor. Bank dan Leasing kondisinya sedang menghadapi risiko kredit macet sehingga lebih selektif memilih calon debitur," kata Bhima kepada Liputan6.com pada Senin (15/2/2021).
Advertisement
Menurut Bhima, kredit kendaraan bermotor secara bunga juga masih tinggi yakni di atas 10-15 persen.
"Konteks kendaraan bermotor beda dengan KPR, karena barang bergerak maka leasing akan sangat hati hati untuk salurkan pinjaman dan akibatnya bunga kredit maupun DP menjadi mahal," jelasnya.
Seperti diketahui, pemerintah tengah menyiapkan aturan PPnBM 0 persen untuk kendaraan bermotor segmen ≤ 1.500 cc kategori sedan dan 4x2. Relaksasi pajak ini menggunakan skema ditanggung pemerintah (DTP), dan dilakukan secara bertahap mulai Maret 2021 hingga Desember 2021.
Lebih lanjut, Bhima juga mengatakan rencana tersebut kontradiktif dengan mobilitas masyarakat saat ini di tengah pandemi. Saat ini mobilitas penduduk masih rendah, sehingga prioritas belanja masyarakat bukan untuk membeli mobil baru.
Prioritas belanja masyarakat untuk saat ini adalah terkait kesehatan, makanan, minuman, dan kebutuhan primer lain. Hal ini merujuk pada prediksi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengenai virus Covid-19 bisa terkendali pada September 2021.
"Sedangkan kendaraan bermotor bukan prioritas utama, masih dianggap kebutuhan tersier bahkan di kelas menengah. Karena mobilitas sedang rendah, masyarakat didorong beli mobil maka itu kontradiktif," tuturnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Hore, Kelas Menengah Dapat PPnBM Mobil 0 Persen hingga Desember 2021
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyiapkan kebijakan insentif penurunan tarif PPnBM (diskon pajak) untuk kendaraan bermotor segmen ≤ 1.500 cc kategori sedan dan 4x2. Keputusan ini diambil setelah dilakukan koordinasi antar kementerian dan diputuskan dalam rapat kabinet terbatas.Â
Segmen tersebut dipilih karena merupakan segmen yang diminati kelompok masyarakat kelas menengah dan memiliki local purchase di atas 70 persen. Diskon pajak dilakukan secara bertahap sampai dengan Desember 2021 agar memberikan dampak yang optimal.Â
"Diskon pajak sebesar 100 persen dari tarif normal akan diberikan pada tiga bulan pertama, 50 persen dari tarif normal pada tiga bulan berikutnya, dan 25 persen dari tarif normal pada tahap ketiga untuk empat bulan," terang Kemenkeu dalam siaran pers resminya, Sabtu (13/2/2021).
Besaran diskon pajak akan dievaluasi efektivitasnya setiap tiga bulan. Kebijakan diskon pajak ini akan menggunakan PPnBM DTP (ditanggung pemerintah) melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan ditargetkan akan mulai diberlakukan pada Maret 2021.
Pemberian diskon pajak kendaraan bermotor ini didukung kebijakan Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mendorong kredit pembelian kendaraan bermotor, yakni melalui pengaturan mengenai uang muka (DP) 0 persen dan penurunan ATMR Kredit (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko).Â
Kementerian Keuangan berharap, kombinasi kebijakan ini dapat disambut positif oleh para produsen dan dealer penjual untuk memberikan skema penjualan yang menarik agar potensi dampaknya semakin optimal.
"Kebijakan penurunan tarif PPnBM ini diharapkan mampu mengungkit kembali penjualan kendaraan mobil penumpang yang mulai bangkit sejak bulan Juli 2020. Diskon pajak ini juga berpotensi meningkatkan utilitas kapasitas produksi otomotif, mengungkit gairah Konsumsi Rumah Tangga (RT) kelas menengah dan menjaga momentum pemulihan pertumbuhan ekonomi yang telah semakin nyata."
"Di sisi konsumen, lebaran dengan tradisi mudiknya diharapkan juga akan meningkatkan pembelian kendaraan bermotor. Tentunya hal itu bisa terlaksana apabila pandemi Covid-19 telah melandai," tulis Kemenkeu.
Â
Advertisement