Data Tak Kuat, Keputusan Impor Beras Ditentukan Kekuatan Politik

Masalah impor beras bukan hal yang baru di Indonesia. Indonesia memang sering melakukan impor beras beberapa tahun lalu.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Mar 2021, 17:00 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2021, 17:00 WIB
Harga Beras di Pasar Induk Cipinang
Pedagang melihat beras dagangannya di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Senin (25/9). Pedagang beras Cipinang sudah menerapkan dan menyediakan beras medium dan beras premium sesuai harga eceran tertinggi (HET). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Masalah impor beras bukan hal yang baru di Indonesia. Indonesia memang sering melakukan impor beras beberapa tahun lalu.

"Sekarang masalah yang sama terulang lagi di 2021 heboh-heboh impor 1 juta ton beras produktivitas kita gimana?" kata ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, dalam sebuah diskusi soal impor beras seperti ditulis Jumat (12/3/2021).

Dia menggarisbawahi, masalah perihal stok beras harus mengacu satu pintu lewat data yang dimiliki Badan Pusat Statistik (BPS). Sebab, data terakhir soal beras sudah cukup bagus di BPS, dengan tracking menggunakan satelit untuk melihat luas lahan produksi komoditas padi.

"Terkait dengan pendataan tentu (dengan) teknologi sekarang makin canggih BPS. Tidak boleh kementerian lainnya bikin data terus saling berebut," jelasnya.

Bima mengatakan, jika Kementerian atau Lembaga (KL) saling memiliki data pada akhirnya kekuasaan dan politik yang menentukan kapan harus izin impor beras. Bukan berdasarkan based on data yang valid. "Itu yang harus digarisbawahi dalam membuat kebijakan," imbuhnya.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

**Ibadah Ramadan makin khusyuk dengan ayat-ayat ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Rencana Impor Beras Bikin Mental Petani Tertekan, KTNA: Tinjau Ulang!

Bareskrim Jamin Stok Sembako Aman hingga Lebaran
Warga saat antre membeli beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Rabu (18/3/2020). Kabareskrim Polri Irjen Listyo Sigit memastikan stok sembako, seperti beras dan gula, untuk wilayah Jakarta cukup sampai dua bulan ke depan. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA), M Yadi Sofyan Noor meminta pemerintah untuk meninjau ulang rencana kebijakan impor komoditi beras.

Menyusul implementasi impor tersebut berdampak pada penurunan harga jual hasil panen padi petani serta membuat mental petani tertekan karena merasa kurang dihargai jerih payahnya selama ini.

"Sehubungan dengan adanya rencana Impor komoditi beras KTNA meminta pemerintah untuk meninjau dan mengkaji ulang kebijakan impor beras. Mengingat di samping hal-hal yang sudah di sampaikan di atas, juga akan berdampak penurunan harga jual hasil panen padi petani serta membuat mental petani akan tertekan karena merasa kurang dihargai jerih payahnya selama ini," ungkap dia, Senin (8/4).

Dia mengungkapkan, pada masa pandemi COVID-19 ini, petani telah berusaha memanfaatkan waktu, tenaga dan modal usahanya untuk meningkatkan hasil produksi pertanian dalam rangka mengantisipasi kelangkaan pangan dengan merujuk anjuran pemerintah terutama Kementerian Pertanian. Hasilnya, di beberapa wilayah pada saat ini sudah memasuki masa panen.

"Seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah serta Kalimantan Selatan," bebernya.

Pun, data BPS menyatakan pergerakan produksi beras pada tahun 2020 lebih tinggi dari tahun 2019. Selain itu, BPS juga merilis adanya peningkatan produksi padi pada tahun 2021, yaitu potensi produksi padi subround Januari hingga April 2021 sebesar 25, 37 juta ton GKG, mengalami kenaikan sebanyak 5,37 juta Ton atau 26,88 persen di bandingkan subround yang sama pada tahun 2020 sebesar 19,99 juta ton GKG.

"Pada pandemi COVID-19 saat ini, data BPS menyebutkan sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional dan angka terbesar dari kinerja pemerintahan saat ini diantaranya tanaman padi," terangnya.

Terakhir, Presiden Joko Widodo saat menggelar Rapat Kerja Kementerian Pertanian pada tanggal 11 Januari 2021 untuk berhati-hati dengan impor. Imbauan serupa juga dilontarkan Jokowi saat rapat kerja bersama Kementerian Koordinator Perekonomian dengan Kementerian Perdagangan pada tanggal 4 Maret 2021, untuk tidak menambah impor serta meningkatkan hasil produksi dalam negeri.

Oleh karena itu, KTNA berharap pemerintah lebih mengantisipasi permasalahan yang akan muncul terutama pada saat panen raya komoditas padi ketimbang memutuskan untuk membuka keran impor. Kemudian, Perum Bulog juga dapat menyerap dan menampung hasil produksi padi di daerah-daerah.

"Ini agar hasil panen lebih optimal untuk mencukupi pangan nasional," tukasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya