Pengusaha Mal Nilai Pungutan Royalti Lagu untuk Jamin Investasi Asing

Pembayaran royalti atas pemutaran musik atau lagu di pusat perbelanjaan seperti mal bukanlah hal baru.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 08 Apr 2021, 12:00 WIB
Diterbitkan 08 Apr 2021, 12:00 WIB
Mal di Jakarta Harus Tutup Pukul 19.00
Pengunjung melihat toko di mal Taman Anggrek, Jakarta, Senin (21/12/2020). Anies Baswedan menginstruksikan melalui Seruan Gubernur nomor 17 tahun 2020 agar kegiatan usaha seperti restoran, pusat perbelanjaan diharapkan dapat berhenti beroperasi pada pukul 19.00 WIB. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan atau Musik. Dengan ini, penggunaan lagu secara komersial di layanan publik seperti mal, hotel hingga restoran wajib membayar royalti kepada pencipta atau pemegang hak cipta.

Tujuan dari pungutan royalti lagu ini dimaksudkan untuk memberi perlindungan dan kepastian hukum terhadap pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait hak ekonomi atasi lagu dan atau musik tersebut.

Pengusaha mal coba melihat dari sudut pandang lain terkait pembayaran royalti hak cipta lagu. Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menilai, penerbitan aturan baru tersebut masih bersinggungan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan penarikan investasi asing.

"PP (56/2021) tersebut diterbitkan terkait dengan UU Cipta Kerja yang salah satu tujuannya adalah untuk menarik investasi dari luar negeri," kata Alphon kepada Liputan6.com, Kamis (8/4/2021).

"Kita harus bisa menjamin kenyamanan berinvestasi para investor di Indonesia yang salah satunya adalah perihal perlindungan hak intelektual," jelas dia.

Alphon mengatakan, pembayaran royalti atas pemutaran musik atau lagu di pusat perbelanjaan seperti mal bukanlah hal baru.

"Selama ini pusat perbelanjaan telah melaksanakan kewajiban tersebut sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta," terangnya.

Bahkan, ia menyebutkan, asosiasi yang dibawahinya pernah membawa pulang penghargaan dari pemerintah sebagai hadiah atas ketaatan membayar royalti lagu pada 2019 lalu.

"APPBI telah mendapatkan penghargaan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tanggal 26 April 2019 sebagai pembayar royalti teraktif pada saat peringatan Hari Kekayaan Intelektual Sedunia ke-19 di Bali," tutur Alphon.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Diteken Jokowi, Pelayanan Publik Hingga Usaha Komersial Wajib Bayar Royalti Hak Cipta Lagu

Presiden Jokowi Hadiri Konsolidasi Caleg PKB di Balai Sarbini
Presiden Joko Widodo memberikan paparan saat menghadiri konsolidasi calon legislatif Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Pemilu 2019 sekaligus haul Abdurrahman Wahid, Gus Dur di Balai Sarbini, Jakarta, Senin (17/12). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo atau Jokowi menandatangani Peraturan Pemerintah tentang pengelolaan royalti hak cipta lagu dan musik. Dengan PP bernomor 56/2021 tersebut, bisa memberikan pelindungan dan kepastian hukum terhadap pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait terhadap hak ekonomi, lagi musik setiap orang yang melakukan penggunaan secara komersial.

"Menimbang: Musik dibutuhkan pengaturan mengenai pengelolaan royalti Hak Cipta Lagu dan/atau musik," bunyi peraturan tersebut dikutip merdeka.com, Selasa (6/4/2021).

Selanjutnya dalam pasal 3 dijelaskan setiap orang dapat menggunakan lagu, musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersil harus membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta dan/atau pemilik hak terkait. Pembayaran tersebut dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKM).

"Setiap Orang dapat melakukan Penggunaan Secara Komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar Royalti kepada Pencipta, Pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait melalui LMKN," dalam pasal 3.

Dalam aturan tersebut dijelaskan layanan publik yang bersifat komersial, yaitu seminar, restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, diskotek. Tidak hanya itu, konser musik, pesawat udara, bus, kereta api, kapal laut, pameran, basar, bioskop, nada tunggu telepon, bank, kantor, pertokoan, pusat rekreasi, lembaga penyiaran televisi, penyiaran radio. Kemudian hotel, kamar hotel, fasilitas hotel serta usaha karaoke.

"Penambahan bentuk layanan publik yang bersifat komersial diatur dengan peraturan menteri," dalam pasal 3.

Sementara itu dalam peraturan tersebut dijelaskan pengelolaan royalti secara komprehensif perlu ditunjang dengan sarana teknologi informasi. Yaitu pusat data lagu, musik yang dikelola Direktorat Jenderal dan Sistem Informasi Lagu dan/atau Musik (SILM) yang dikelola Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKM).

Kemudian pusat data lagu dan atau musik sebagai himpunan data lagu dan musik menjadi dasar baik bagi LMKN dalam Pengelolaan Royalti.

"Juga bagi orang yang melakukan Penggunaan Secara Komersial untuk mendapatkan informasi dari lagu dan latau musik yang akan digunakan secara komersial. Sedangkan SILM merupakan sistem informasi yangdigunakan dalam pendistribusian Royalti lagu dan/atau musik," bunyi aturan tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya